Jakarta (Antara Bali) - Direktur Pembiayaan Syariah Direktorat Jenderal
Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Suminto
mengatakan penerbitan obligasi berbasis syariah atau sukuk bisa
dipertimbangkan sebagai alternatif pembiayaan daerah.
"Sukuk daerah atau obligasi daerah perlu dipertimbangkan untuk mengatasi keterbatasan anggaran dalam mendorong akselerasi pembangunan daerah," kata Suminto dalam seminar di Jakarta, Senin.
Suminto mengatakan penerbitan sukuk ini bukan untuk mendorong daerah supaya berutang, tapi agar proses pembangunan daerah dan nasional bisa sejalan sesuai dengan rencana pembangunan nasional, yang sudah ditentukan dalam RPJMD maupun RPJM.
Menurut Suminto, pada dasarnya sukuk merupakan instrumen yang menggunakan pendekatan investasi daripada pendekatan utang. Namun, diakui penerbitan sukuk masih membutuhkan sosialisasi yang lebih mendalam kepada para pemangku kebijakan di daerah dalam aplikasinya.
Ketua Program Pascasarjana Universitas Paramadina Handi Risza Idris ikut menggarisbawahi perlunya pemikiran baru terkait pengelolaan keuangan negara dan daerah, termasuk dengan penerbitan obligasi berbasis syariah.
Menurut dia, saat ini juga merupakan momen yang tepat untuk meninjau ulang atau merevisi dasar kebijakan pengelolaan keuangan negara dan daerah. Handi menambahkan sukuk yang memiliki sifat transaksi berbasis "underlying asset" dapat memberikan manfaat tepat guna anggaran, transparansi, akuntabilitas dan pengawasan pengelolaan yang lebih baik bagi pemerintah daerah.
Dosen Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Indonesia Dodik Siswantoro menambahkan proses reformasi administrasi yang dilakukan oleh Umar bin Abdul Aziz bisa menjadi salah satu model yang diteliti oleh pemerintah daerah.
Menurut Dodik, pengelola keuangan daerah perlu mengambil inspirasi dan pelajaran dari penerapan model kebijakan fiskal Islam dalam konteks kontemporer.
"Corak instrumen keuangan publik dalam ekonomi Islam, yang menempatkan kelompok masyarakat kecil sebagai objek pertama dan utama pembangunan ekonomi, bisa menjadi pelajaran yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan anggaran pemerintah," ujarnya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017
"Sukuk daerah atau obligasi daerah perlu dipertimbangkan untuk mengatasi keterbatasan anggaran dalam mendorong akselerasi pembangunan daerah," kata Suminto dalam seminar di Jakarta, Senin.
Suminto mengatakan penerbitan sukuk ini bukan untuk mendorong daerah supaya berutang, tapi agar proses pembangunan daerah dan nasional bisa sejalan sesuai dengan rencana pembangunan nasional, yang sudah ditentukan dalam RPJMD maupun RPJM.
Menurut Suminto, pada dasarnya sukuk merupakan instrumen yang menggunakan pendekatan investasi daripada pendekatan utang. Namun, diakui penerbitan sukuk masih membutuhkan sosialisasi yang lebih mendalam kepada para pemangku kebijakan di daerah dalam aplikasinya.
Ketua Program Pascasarjana Universitas Paramadina Handi Risza Idris ikut menggarisbawahi perlunya pemikiran baru terkait pengelolaan keuangan negara dan daerah, termasuk dengan penerbitan obligasi berbasis syariah.
Menurut dia, saat ini juga merupakan momen yang tepat untuk meninjau ulang atau merevisi dasar kebijakan pengelolaan keuangan negara dan daerah. Handi menambahkan sukuk yang memiliki sifat transaksi berbasis "underlying asset" dapat memberikan manfaat tepat guna anggaran, transparansi, akuntabilitas dan pengawasan pengelolaan yang lebih baik bagi pemerintah daerah.
Dosen Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Indonesia Dodik Siswantoro menambahkan proses reformasi administrasi yang dilakukan oleh Umar bin Abdul Aziz bisa menjadi salah satu model yang diteliti oleh pemerintah daerah.
Menurut Dodik, pengelola keuangan daerah perlu mengambil inspirasi dan pelajaran dari penerapan model kebijakan fiskal Islam dalam konteks kontemporer.
"Corak instrumen keuangan publik dalam ekonomi Islam, yang menempatkan kelompok masyarakat kecil sebagai objek pertama dan utama pembangunan ekonomi, bisa menjadi pelajaran yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan anggaran pemerintah," ujarnya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017