Denpasar (Antara Bali) - Gubernur Bali Made Mangku Pastika mendorong semua desa di Pulau Dewata meningkatkan penggunaan aplikasi sistem keuangan desa (siskudes) untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana desa.
"Saya minta Dinas PMD (Pemberdayaan Masyarakat Desa) masing-masing agar `greget` siskudes ini ditingkatkan," kata Pastika saat memimpin Rapat Evaluasi Semester II/2016 di Denpasar, Rabu.
Menurut dia, dana desa merupakan salah satu program unggulan dari pusat yang harus disukseskan untuk mempercepat upaya pengentasan kemiskinan, apalagi sudah diamanatkan undang-undang.
"Kemiskinan harusnya bisa ditanggulangi jika penggunaan dana desanya benar karena setiap desa bisa mendapatkan alokasi hingga Rp1 miliar," ujarnya.
Lewat Siskudes, ucap Pastika, akan memudahkan untuk memantau pemanfaaatan dana desa dan ketika ada penyelewengan bisa lebih cepat diketahui.
Di sisi lain, dia juga menduga masih ada "mark up" angka kemiskinan di tingkat desa. Hal ini diperkuat data kemiskinan yang tidak sinkron antara data makro dan mikro.
Berdasarkan Pemuktahiran Basis Data Terpadu 2015 yang dikeluarkan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan jumlah penduduk dengan penghasilan terendah sebanyak 211.926 rumah tangga sasaran. Sedangkan angka kemiskinan Bali pada September 2016 yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik sejumlah 174.940 jiwa.
"Jangan sampai uang negara habis dan upaya bertubi-tubi dilakukan, tetapi kemiskinan tetap tinggi," ujar Pastika.
Sementara itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa Provinsi Bali Ketut Lihadnyana mengatakan baru tiga kabupaten/kota di Bali yakni Denpasar, Bangli, dan Klungkung yang menggunakan siskudes secara penuh, sementara kabupaten yang lainnya belum lengkap.
Padahal, ujar Lihadnyana, siskudes bermanfaat untuk efektivitas, akuntabilitas, dan transparansi penggunaan dana desa.
"Sesuai dengan surat KPK, 2017 desa-desa harus sudah menggunakan siskudes. Dengan demikian, sekaligus untuk menghindari duplikasi anggaran," ucap Lihadnyana.
Pihaknya tidak memungkiri terkait data TNP2K tersebut, setelah divalidasi di lapangan sudah banyak yang tidak sesuai. Misalnya data-data calon penerima bedah rumah menjadi sudah tidak tepat sasaran karena kehidupan ekonomi calon penerima sudah jauh lebih baik. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017
"Saya minta Dinas PMD (Pemberdayaan Masyarakat Desa) masing-masing agar `greget` siskudes ini ditingkatkan," kata Pastika saat memimpin Rapat Evaluasi Semester II/2016 di Denpasar, Rabu.
Menurut dia, dana desa merupakan salah satu program unggulan dari pusat yang harus disukseskan untuk mempercepat upaya pengentasan kemiskinan, apalagi sudah diamanatkan undang-undang.
"Kemiskinan harusnya bisa ditanggulangi jika penggunaan dana desanya benar karena setiap desa bisa mendapatkan alokasi hingga Rp1 miliar," ujarnya.
Lewat Siskudes, ucap Pastika, akan memudahkan untuk memantau pemanfaaatan dana desa dan ketika ada penyelewengan bisa lebih cepat diketahui.
Di sisi lain, dia juga menduga masih ada "mark up" angka kemiskinan di tingkat desa. Hal ini diperkuat data kemiskinan yang tidak sinkron antara data makro dan mikro.
Berdasarkan Pemuktahiran Basis Data Terpadu 2015 yang dikeluarkan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan jumlah penduduk dengan penghasilan terendah sebanyak 211.926 rumah tangga sasaran. Sedangkan angka kemiskinan Bali pada September 2016 yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik sejumlah 174.940 jiwa.
"Jangan sampai uang negara habis dan upaya bertubi-tubi dilakukan, tetapi kemiskinan tetap tinggi," ujar Pastika.
Sementara itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa Provinsi Bali Ketut Lihadnyana mengatakan baru tiga kabupaten/kota di Bali yakni Denpasar, Bangli, dan Klungkung yang menggunakan siskudes secara penuh, sementara kabupaten yang lainnya belum lengkap.
Padahal, ujar Lihadnyana, siskudes bermanfaat untuk efektivitas, akuntabilitas, dan transparansi penggunaan dana desa.
"Sesuai dengan surat KPK, 2017 desa-desa harus sudah menggunakan siskudes. Dengan demikian, sekaligus untuk menghindari duplikasi anggaran," ucap Lihadnyana.
Pihaknya tidak memungkiri terkait data TNP2K tersebut, setelah divalidasi di lapangan sudah banyak yang tidak sesuai. Misalnya data-data calon penerima bedah rumah menjadi sudah tidak tepat sasaran karena kehidupan ekonomi calon penerima sudah jauh lebih baik. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017