Denpasar (Antara Bali) - Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bali mengajak kalangan industri pariwisata di daerah itu untuk mengarahkan dana tanggung jawab sosial perusahaannya (CSR) kepada upaya mengendalikan populasi anjing liar.
"Permasalahan kita selama ini untuk memberantas rabies, tidak terlepas dari masih banyaknya anjing liar. Anjing liar yang sudah tertular, tidak akan ada gunanya juga kalau diberikan vaksinasi," kata Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bali I Putu Sumantra di Denpasar, Selasa.
Menurut dia, metode untuk mengendalikan populasi anjing dapat melalui kastrasi pada anjing jantan, maupun sterilisasi pada anjing betina. Metode seperti itu di sejumlah kabupaten/kota yang sudah melakukan, terbukti cukup efektif untuk menekan kasus rabies.
"Memang selama ini pengendalian populasi sudah dilakukan, tetapi jumlahnya masih sedikit-sedikit dan belum terkoordinasi dengan baik. Dengan keterlibatan kalangan pariwisata, kami harapkan jumlah yang disasar semakin banyak," ucapnya.
Sumantra menambahkan kerja sama dengan kalangan pariwisata itu bisa saja nanti dalam pelaksanaannya mereka menggandeng sejumlah LSM yang memiliki dokter hewan, ataupun menggandeng Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI).
"Tentunya untuk menggandeng kalangan pariwisata ini kami akan melakukan pendekatan dulu, kami komunikasikan. Kami minta kontribusinya berapa bisa, intinya agar sejumlah CSR-nya mereka di bidang pengendalian populasi," ujarnya.
Di sisi lain, pihaknya cukup kesulitan untuk mengetahui berapa sesungguhnya jumlah anjing di Bali karena banyaknya anjing yang memang liar, dan ada juga yang memang sengaja dibuang oleh pemiliknya ketika hewan peliharaannya itu beranak.
"Tahun lalu, vaksinasi massal rabies sudah menyasar sekitar 465.000 anjing, tetapi banyak juga yang tidak bisa divaksin karena anjing liar," ucapnya.
Masih sama dengan tahun-tahun sebelumnya, kata Sumantra, kalau nanti ada anjing yang tidak bisa divaksin, pihaknya akan menurunkan tim untuk melakukan eliminasi.
"Di samping itu, permasalahan rabies juga disebabkan karena masyarakat yang suka memindahkan anjing, misalnya anjing dari Kintamani, Bangli dibawa ke Denpasar, padahal mungkin saja sebelumnya di Denpasar tidak ada kasus," kata Sumantra.(WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017
"Permasalahan kita selama ini untuk memberantas rabies, tidak terlepas dari masih banyaknya anjing liar. Anjing liar yang sudah tertular, tidak akan ada gunanya juga kalau diberikan vaksinasi," kata Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bali I Putu Sumantra di Denpasar, Selasa.
Menurut dia, metode untuk mengendalikan populasi anjing dapat melalui kastrasi pada anjing jantan, maupun sterilisasi pada anjing betina. Metode seperti itu di sejumlah kabupaten/kota yang sudah melakukan, terbukti cukup efektif untuk menekan kasus rabies.
"Memang selama ini pengendalian populasi sudah dilakukan, tetapi jumlahnya masih sedikit-sedikit dan belum terkoordinasi dengan baik. Dengan keterlibatan kalangan pariwisata, kami harapkan jumlah yang disasar semakin banyak," ucapnya.
Sumantra menambahkan kerja sama dengan kalangan pariwisata itu bisa saja nanti dalam pelaksanaannya mereka menggandeng sejumlah LSM yang memiliki dokter hewan, ataupun menggandeng Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI).
"Tentunya untuk menggandeng kalangan pariwisata ini kami akan melakukan pendekatan dulu, kami komunikasikan. Kami minta kontribusinya berapa bisa, intinya agar sejumlah CSR-nya mereka di bidang pengendalian populasi," ujarnya.
Di sisi lain, pihaknya cukup kesulitan untuk mengetahui berapa sesungguhnya jumlah anjing di Bali karena banyaknya anjing yang memang liar, dan ada juga yang memang sengaja dibuang oleh pemiliknya ketika hewan peliharaannya itu beranak.
"Tahun lalu, vaksinasi massal rabies sudah menyasar sekitar 465.000 anjing, tetapi banyak juga yang tidak bisa divaksin karena anjing liar," ucapnya.
Masih sama dengan tahun-tahun sebelumnya, kata Sumantra, kalau nanti ada anjing yang tidak bisa divaksin, pihaknya akan menurunkan tim untuk melakukan eliminasi.
"Di samping itu, permasalahan rabies juga disebabkan karena masyarakat yang suka memindahkan anjing, misalnya anjing dari Kintamani, Bangli dibawa ke Denpasar, padahal mungkin saja sebelumnya di Denpasar tidak ada kasus," kata Sumantra.(WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017