Jakarta (Antara Bali) - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai penetapan harga eceran tertinggi gula bisa memberikan kepastian kepada konsumen yang selama ini sering mengeluhkan kenaikan harga komoditas tersebut.

"Dari sisi konsumen, penetapan harga eceran tertinggi sangat menguntungkan karena ada kepastian harga tertinggi. Tidak seperti harga cabai yang sewaktu-waktu bisa sangat tinggi harganya," ujar Koordinator Bidang Pengaduan dan Hukum Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sularsi di Jakarta, Minggu.  
  
Sularsi menyakini penetapan harga gula eceran tertinggi Rp12.500 per kilogram bisa mengantisipasi kenaikan harga gula melebihi kewajaran sehingga mampu memberikan perlindungan terhadap konsumen
  
Namun, menurut dia, penetapan harga gula itu harus diikuti dengan perbaikan mekanisme pengawasan pengadaan komoditas pangan, yang belum sepenuhnya optimal, oleh pemerintah.

"Caranya, dengan wajib melakukan operasi pasar apabila muncul harga melebihi harga eceran tertinggi yang telah ditetapkan," kata Sularsi.  
  
Selain itu, Sularsi juga meminta penetapan harga gula itu bisa menguntungkan petani lokal melalui pengawasan peredaran produk lokal dan memperbaiki tata niaga impor.

"Jangan sampai justru petani yang terancam dengan penetapan harga eceran tertinggi ini. Itu harus selesai. Petani juga harus diuntungkan," ujarnya.

Sementara itu, Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (DPP IKAPPI) Abdullah Mansuri menyambut positif penerapan harga eceran gula tersebut karena bisa membuat para spekulan berhati-hati.

"Gula ini pemainnya banyak sekali, dan tahapannya cukup 'ribet', menurut saya. Jadi dengan adanya harga eceran ini lebih bagus. Ini demi kebaikan bersama. Agar harga gula juga bisa dikendalikan," kata Abdullah.

Meski demikian, Abdullah mengingatkan kondisi yang terjadi di lapangan masih belum sepenuhnya sesuai harapan, karena masih ditemukan gula yang dijual seharga Rp14.500 per kilogram.

Untuk itu, ia meminta pemerintah terus mengawasi dan campur tangan dalam proses produksi dan distribusi gula.

"Tidak fair kalau pedagang ditekan, tetapi pemerintah tidak bisa menjamin bahwa harga gula yang sampai di pedagang Rp11.000 atau Rp11.500, sehingga pedagang bisa menjual Rp12.500. Ini harus dijamin oleh pemerintah," ujarnya.

Sebelumnya, pedagang kebutuhan pokok di Pasar Kramat Jati, Jakarta Timur, Heri mengungkapkan kebijakan harga eceran tertinggi untuk gula, membuat harga komoditas ini relatif stabil dibandingkan sebelumnya.

Berdasarkan pengalaman, tambah Heri, stabilitas harga komoditas itu bisa mempengaruhi kualitas daya beli masyarakat.

"Kalau harga tidak stabil, terus ada kenaikan yang cukup tinggi, daya beli masyarakat akan berpengaruh. Meski gula termasuk kebutuhan pokok, yang pasti ada pembelinya, tapi kami bisa rasakan perubahan daya beli masyarakat, ada pengurangan," jelasnya.

Heri mengatakan penurunan kualitas daya beli masyarakat tersebut sempat terlihat menjelang perayaan tahun baru, akibat harga gula yang sempat mencapai Rp16.000 per kilogram. (WDY)

Pewarta: Pewarta: Satyagraha

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017