Tabanan (Antara Bali) - Petani padi di Kabupaten Tabanan, Bali, harus mengeluarkan biaya ekstra untuk mengatasi serangan hama tungro yang mulai menyerang sejak turun hujan terus menerus di daerah itu.
"Biaya ekstra itu untuk mengatasi serangan hama tanaman padi yang mengalami kelembaban akibat hujan dan kurang sinar matahari," kata Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Kabupaten Tabanan Nengah Mawan di Tabanan, Sabtu.
Ia mengatakan, untuk itu petani dituntut untuk merawat tanaman padinya secara ekstra hingga musim panen yang diperkirakan Maret mendatang.
Padi yang sedang menghijau itu memerlukan biaya ekstra untuk perawatan, karena intensitas tanaman semakin meningkat seiring dengan tingginya kelembaban pada pada tanaman padi tersebut, sehingga musim hujan mulai memberikan dampak negatif.
"Musim hujan tidak hanya berpengaruh pada tanaman padi, namun juga terhadap tanaman hortikultura yang dapat berpengaruh terhadap menurunnya produksi, hingga kemunduran musim panen tahun ini," ujar Nengah Mawan.
Ia mengatakan ancaman serangan penyakit Tongro sebenarnya sudah terjadi secara kecil-kecilan sejak awal musim tanam lalu, yakni sekitar Desember 2016, namun petani dengan dibantu Dinas Pertanian setempat telah melakukan upaya penanggulangan.
Upaya penanggulangan tersebut kini lebih ditintensifkan dengan harapan dapat menyelamatkan tanaman padi yang kini masih berumur di bawah 40 hari. Upaya tersebut untuk menjaga kualitas produksi agar tetap baik pada panen yang akan datang.
"Saat umur padi di bawah 40 hari memang masih memiliki risiko tinggi untuk gagal tanam, terlebih lagi dengan kondisi hujan yang turun secara terus menerus. Oleh sebab itu, saat musim hujan ini selang tujuh hari sekali petani harus melakukan penyemprotan dengan zat kimia sebagai upaya antisipasi," ujar Nengah Mawan.
Petani mengeluarkan biaya untuk penyemprotan antisipasi hama mencapi Rp 300.000 per hektare untuk sekali penyemprotan, sementara untuk memaksimalkan hasil setidaknya dibutuhkan tiga kali penyemprotan.
Pengeluaran petani itu tentu lebih besar jika dibandingkan dengan kondisi normal sebelumnya itu petani tidak mengeluarkan biaya untuk itu.
Prediksinya, meski tingkat ancaman serangan penyakit mengalami peningkatan, namun kondisi itu diyakini tidak akan berdampak signifikan terhadap menurunnya produktivitas yang dihasilkan petani pada musim panen nanti.
Sebaliknya, ia optmis produktivitas yang dihasilkan petani di tengah musim hujan itu akan mampu dalam kisaran yang tinggi yakni mencapai sembilan ton per hektare.
"Keyakinan itu kami lihat dari pengalaman sebelumnya dengan kondisi yang sama, biasanya akan mampu mendongkrak produksi padi lebih tinggi dari rata-rata normal yang hanya 6,2 ton per hektare," ujar Nengah Mawan.
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Tabanan Nyoman Budana dalam kesempatan terpisah mengungkapkan, penyakit akibat virus tersebut hampir merata ditemukan di seluruh wilayah Tabanan. Pemicunya karena cuaca ekstrim, sehingga membuat populasi penyakit tungro menjadi meningkat.
Menyikapi hal itu pihaknya melakukan dua langkah yakni dengan penanaman ulang atau pemberian pestisida.
Untuk membantu petani menghadapi penyakit tungro, pihaknya menyediakan pestisida gratis yang bisa dimanfaatkan bagi petani yang tanaman padinya terkena tungro.
Selain itu, petani harus memberikan perhatian lebih terhadap tanaman padinya guna menjaga kualitas hasil panen yang akan datang, ujar I Nyoman Budana. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017
"Biaya ekstra itu untuk mengatasi serangan hama tanaman padi yang mengalami kelembaban akibat hujan dan kurang sinar matahari," kata Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Kabupaten Tabanan Nengah Mawan di Tabanan, Sabtu.
Ia mengatakan, untuk itu petani dituntut untuk merawat tanaman padinya secara ekstra hingga musim panen yang diperkirakan Maret mendatang.
Padi yang sedang menghijau itu memerlukan biaya ekstra untuk perawatan, karena intensitas tanaman semakin meningkat seiring dengan tingginya kelembaban pada pada tanaman padi tersebut, sehingga musim hujan mulai memberikan dampak negatif.
"Musim hujan tidak hanya berpengaruh pada tanaman padi, namun juga terhadap tanaman hortikultura yang dapat berpengaruh terhadap menurunnya produksi, hingga kemunduran musim panen tahun ini," ujar Nengah Mawan.
Ia mengatakan ancaman serangan penyakit Tongro sebenarnya sudah terjadi secara kecil-kecilan sejak awal musim tanam lalu, yakni sekitar Desember 2016, namun petani dengan dibantu Dinas Pertanian setempat telah melakukan upaya penanggulangan.
Upaya penanggulangan tersebut kini lebih ditintensifkan dengan harapan dapat menyelamatkan tanaman padi yang kini masih berumur di bawah 40 hari. Upaya tersebut untuk menjaga kualitas produksi agar tetap baik pada panen yang akan datang.
"Saat umur padi di bawah 40 hari memang masih memiliki risiko tinggi untuk gagal tanam, terlebih lagi dengan kondisi hujan yang turun secara terus menerus. Oleh sebab itu, saat musim hujan ini selang tujuh hari sekali petani harus melakukan penyemprotan dengan zat kimia sebagai upaya antisipasi," ujar Nengah Mawan.
Petani mengeluarkan biaya untuk penyemprotan antisipasi hama mencapi Rp 300.000 per hektare untuk sekali penyemprotan, sementara untuk memaksimalkan hasil setidaknya dibutuhkan tiga kali penyemprotan.
Pengeluaran petani itu tentu lebih besar jika dibandingkan dengan kondisi normal sebelumnya itu petani tidak mengeluarkan biaya untuk itu.
Prediksinya, meski tingkat ancaman serangan penyakit mengalami peningkatan, namun kondisi itu diyakini tidak akan berdampak signifikan terhadap menurunnya produktivitas yang dihasilkan petani pada musim panen nanti.
Sebaliknya, ia optmis produktivitas yang dihasilkan petani di tengah musim hujan itu akan mampu dalam kisaran yang tinggi yakni mencapai sembilan ton per hektare.
"Keyakinan itu kami lihat dari pengalaman sebelumnya dengan kondisi yang sama, biasanya akan mampu mendongkrak produksi padi lebih tinggi dari rata-rata normal yang hanya 6,2 ton per hektare," ujar Nengah Mawan.
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Tabanan Nyoman Budana dalam kesempatan terpisah mengungkapkan, penyakit akibat virus tersebut hampir merata ditemukan di seluruh wilayah Tabanan. Pemicunya karena cuaca ekstrim, sehingga membuat populasi penyakit tungro menjadi meningkat.
Menyikapi hal itu pihaknya melakukan dua langkah yakni dengan penanaman ulang atau pemberian pestisida.
Untuk membantu petani menghadapi penyakit tungro, pihaknya menyediakan pestisida gratis yang bisa dimanfaatkan bagi petani yang tanaman padinya terkena tungro.
Selain itu, petani harus memberikan perhatian lebih terhadap tanaman padinya guna menjaga kualitas hasil panen yang akan datang, ujar I Nyoman Budana. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017