Jakarta (Antara Bali) - Kementerian Perindustrian mengakui harga gas
yang mahal membuat utilisasi industri rendah sehingga membuat daya saing
produksi rendah.
Oleh karena itu, Pelaksana Tugas Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Haris Munandar berharap masalah harga gas bisa turun, seperti permintaan Presiden Jokowi.
"Utilisasi industri rendah karena harga gas mahal. Contohnya saja kapasitas produksi baja 10 juta ton, tapi karena harga gasnya mahal, utilisasi baru 48 persen. Industri lain utilisasinya juga masih di bawah 70 persen," kata Haris dalam diskusi bertajuk "Indonesia Economic Outlook 2017" di Jakarta, Selasa.
Haris menuturkan jika harga gas bisa ditekan, diharapkan dapat mendorong utilisasi produksi sehingga dapat meningkatkan daya saing.
Ia menambahkan tingginya harga gas di kalangan industri merupakan masalah lama. Harga gas di Indonesia, diakuinya memang lebih tinggi dibandingkan negara lain. Hal itu pulalah yang disinyalir menjadi penyebab rendahnya daya saing produk nasional.
Di Singapura, harga gas untuk dipasok ke industri hanya sekitar 4,5 dolar AS hingga 5 dolar AS per mmbtu. Di Vietnam, harga gas memang cukup tinggi mencapai 7,5 dolar AS per mmbtu. Sedangkan di Amerika Serikat yang terkenal dengan "shale gas", harga gasnya hanya 3,5 dolar AS per mmbtu.
"Sebenarnya kalau di mulut tambang, harga gas paling hanya 2 dolar AS per mmbtu. Tapi di Indonenesia ada harga pokok, margin, biaya lain seperti biaya pipa, biaya investasi, operasional. Terlebih trader-nya banyak sehingga harga mahal. Kita akan upayakan harga gas sama dengan negara lain," tuturnya.
Haris akan mendorong agar semua industri bisa mendapat harga gas yang lebih murah. Meski Presiden Jokowi sudah memerintahkan agar harga gas ditekan menjadi 6 dolar AS per mmbtu, namun kebijakan itu disebutnya hanya menyasar perusahaan milik negara (BUMN).
"Padahal swasta juga mau, terutama banyak juga dari industri keramik dan kaca," pungkasnya.
Saat ini baru ada tiga industri yang sudah mendapatkan fasilitas harga gas murah, yakni petrokimia, pupuk dan baja. Namun, berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi, ada tujuh industri yang dijanjikan mendapat fasilitas tersebut.
Penurunan harga gas untuk empat industri lainnya, yakni oleokimia,kaca, keramik dan sarung tangan karet masih akan dikaji oleh pemerintah.(WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017
Oleh karena itu, Pelaksana Tugas Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Haris Munandar berharap masalah harga gas bisa turun, seperti permintaan Presiden Jokowi.
"Utilisasi industri rendah karena harga gas mahal. Contohnya saja kapasitas produksi baja 10 juta ton, tapi karena harga gasnya mahal, utilisasi baru 48 persen. Industri lain utilisasinya juga masih di bawah 70 persen," kata Haris dalam diskusi bertajuk "Indonesia Economic Outlook 2017" di Jakarta, Selasa.
Haris menuturkan jika harga gas bisa ditekan, diharapkan dapat mendorong utilisasi produksi sehingga dapat meningkatkan daya saing.
Ia menambahkan tingginya harga gas di kalangan industri merupakan masalah lama. Harga gas di Indonesia, diakuinya memang lebih tinggi dibandingkan negara lain. Hal itu pulalah yang disinyalir menjadi penyebab rendahnya daya saing produk nasional.
Di Singapura, harga gas untuk dipasok ke industri hanya sekitar 4,5 dolar AS hingga 5 dolar AS per mmbtu. Di Vietnam, harga gas memang cukup tinggi mencapai 7,5 dolar AS per mmbtu. Sedangkan di Amerika Serikat yang terkenal dengan "shale gas", harga gasnya hanya 3,5 dolar AS per mmbtu.
"Sebenarnya kalau di mulut tambang, harga gas paling hanya 2 dolar AS per mmbtu. Tapi di Indonenesia ada harga pokok, margin, biaya lain seperti biaya pipa, biaya investasi, operasional. Terlebih trader-nya banyak sehingga harga mahal. Kita akan upayakan harga gas sama dengan negara lain," tuturnya.
Haris akan mendorong agar semua industri bisa mendapat harga gas yang lebih murah. Meski Presiden Jokowi sudah memerintahkan agar harga gas ditekan menjadi 6 dolar AS per mmbtu, namun kebijakan itu disebutnya hanya menyasar perusahaan milik negara (BUMN).
"Padahal swasta juga mau, terutama banyak juga dari industri keramik dan kaca," pungkasnya.
Saat ini baru ada tiga industri yang sudah mendapatkan fasilitas harga gas murah, yakni petrokimia, pupuk dan baja. Namun, berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi, ada tujuh industri yang dijanjikan mendapat fasilitas tersebut.
Penurunan harga gas untuk empat industri lainnya, yakni oleokimia,kaca, keramik dan sarung tangan karet masih akan dikaji oleh pemerintah.(WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017