Denpasar (Antara Bali) - Bali Sebagai daerah tujuan wisata utama di Indonesia, identik dengan gemerincingan dolar yang dibelanjakan wisatawan mancanegara saat berliburan sambil menikmati panorama alam dan keunikan seni budaya Pulau Dewata, sehingga masyarakatnya terkesan hidup sejahtera.

Kondisi demikian tidak sepenuhnya sesuai dengan kenyataan masyarakat, karena kantong-kantong kemiskinan masih terdapat di sejumlah banjar dan desa di Kabupaten Karangasem, Buleleng, Klungkung, Bangli, Jembrana dan Tabanan.

Kantong-kantong kemiskinan tersebut sebagian besar dihuni para petani, peternak maupun nelayan yang bermukim di daerah pesisir, meskipun kawasan pantai sebagian besar berkembang menjadi kawasan wisata dengan sarana dan prasarana pendukung yang memadai.

Puluhan hotel dan restoran yang berjejer di sepanjang pantai dengan berbagai atraksi wisata yang sanggup menjadi daya tarik pelancong untuk mengunjungi Bali berulang kali tanpa merasa jenuh itu ternyata masih mempunyai keluarga-keluarga miskin yang tidak berdaya dalam bidang ekonomi, tutur Gubernur Bali Made Mangku Pastika ketika melakukan kunjungan kerja ke Kabupaten Karangasem.

Gubernur Pastika yang didampingi Wakil Gubernur Ketut Sudikerta langsung menginstruksikan para kepala desa agar bekerja secara jujur dan bersungguh-sungguh dalam melakukan verifikasi data tentang warganya yang masih miskin.

Data siapa yang masih miskin, dimana letaknya, apa penyebabnya dan carikan solusi untuk keluar dari kemiskinan tersebut. Untuk itu semua harus fokus, kerja keras, dan kerahkan segala daya dan upaya pada kemiskinan.

Sementara Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali Adi Nugroho menjelaskan, penduduk miskin di daerah ini hingga September 2016 sebanyak 174.940 orang atau 4,15 persen dari jumlah penduduk, berkurang 3.240 orang dibanding bulan Maret 2016 tercatat 178.180 orang (4,25 persen.

Penduduk miskin selama periode Maret-September 2016 di daerah perkotaan berkurang 3.240 orang dari 96.980 orang pada Maret 2016 menjadi 93.740 orang pada September 2016.

Jumlah penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan untuk daerah perkotaan maupun pedesaan di Pulau Dewata mengalami penurunan.

Persentase penduduk miskin di daerah perkotaan di Bali pada Maret 2016 sebesar 3,68 persen, turun menjadi 3,53 persen pada Maret 2016.

Demikian pula persentas penduduk miskin di daerah pedesaan berkurang dari 5,23 persen pada Maret 2016 menjadi 5,21 persen pada September 2016.

Komoditas makanan berperan jauh lebih besar terhadap pembentukan garis kemiskinan dibandingkan dengan komoditas bukan makanan.

Sumbangan garis kemiskinan makanan terhadap garis kemiskinan pada September 2016 tercatat sebesar 68,94 persen, sedikit mengalami penurunan dari Maret 2016 yang tercatat sebesar 69,15 persen.

Pekerjaan Rumah

Gubernur Bali Made Mangku Pastika dalam mengentaskan masalah kemiskinan itu merangkul semua pihak dan memberikan pekerjaan rumah kepada kepala desa dan lurah untuk melakukan verifikasi data terhadap warganya yang memerlukan bantuan rumah.

Untuk itu dalam tahun 2017 mengalokasikan anggaran untuk membantu memperbaiki 1.100 unit rumah tidak layak huni bagi warga miskin dan penderita gangguan jiwa.

Menurut Kepala Dinas Sosial Provinsi Bali Nyoman Wenten, dari 1.100 unit rumah yang akan 'dibedah', sebanyak 1.000 unit untuk warga miskin dan 100 rumah untuk penderita gangguan kejiwaan.

Alokasi dana untuk pembangunan satu unit rumah sebesar Rp30 juta, masih sama dengan tahun sebelumnya,
dengan mekanisme swakelola yakni dikerjakan oleh panitia di desa atau kelurahan bersangkutan.

Tiga kabupaten yang menjadi prioritas bedah rumah yakni Kabupaten Karangasem, Buleleng dan Bangli. Hal itu didasarkan pada hasil Pemuktahiran Basis Data Terpadu (PBDT) 2015 oleh Badan Pusat Statistik karena di tiga kabupaten tersebut tercatat paling banyak warganya yang harus tinggal menempati rumah tidak layak huni.

Mengacu pada PBDT 2015, di Bali ada 1.682 KK yang masih menempati rumah tidak layak huni. Dari jumlah tersebut, yang terbanyak di Kabupaten Karangasem (568 KK), Kabupaten Buleleng (566 KK), dan di Kabupaten Bangli (414 KK). Untuk enam kabupaten lain jumlahnya bervariasi, dan tidak mencapai 50 KK.

Dengan 1.000 bedah rumah dari pemerintah provinsi, ditambah dengan alokasi bedah rumah dari tiga kabupaten yakni Buleleng, Karangasem, dan Bangli masing-masing 100 unit.

Selain itu juga ada bantuan CSR (tanggung jawab sosial perusahaan), diharapkan persoalan rumah tak layak huni di Bali dapat segera dituntaskan, ujar Nyoman Wenten.

Sementara 100 unit bedah rumah untuk penderita gangguan kejiwaan di Bali dengan harapan mereka dapat bebas dari pemasungan.

Menurut Wenten, untuk bedah rumah 'khusus' ini, pada pintu dan jendelanya akan dipasang terali besi. Hal itu dimaksudkan agar mereka bisa lebih bebas bergerak dan bisa lepas dari pasungan, mudah-mudahan kesehatannya akan menjadi lebih baik dan mempercepat pemulihan kejiwaannya.

Bantuan bedah rumah untuk orang gila itu, bukan untuk pertama kalinya diluncurkan oleh Pemprov Bali. Bantuan serupa sudah pernah digulirkan pada 2011, 2012, dan 2013.

Pemprov Bali kembali memberikan bantuan bedah rumah untuk orang gila karena berdasarkan data yang diperoleh dari Lembaga Kesejahteraan Sosial dan berbagai yayasan, di Bali masih banyak orang gila yang dipasung, sehingga Gubernur Bali Made Mangku Pastika langsung merespons. (WDY)

Pewarta: Pewarta: I Ketut Sutika

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017