Denpasar (Antara Bali) - Keinginan mendatangkan sebanyak mungkin wisatawan lanjut usia dari Jepang yang tinggal lama guna menikmati masa pensiun di Bali maupun daerah Indonesia lainnya, masih terhambat ketidakpastian sistem dan tarif layanan keimigrasian maupun di kepolisian.
"Potensi besar lansia Jepang banyak yang memilih menikmati masa tuanya di Malaysia dan Thailand. Rupanya karena urusan keimigrasian dan kepolisian kita masih sering merepotkan. Waktu penyelesaian perizinan tidak jelas, tarifnya bisa melambung," kata pejabat Konsul Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Osaka Mozes Tandung Lelating di Denpasar, Minggu.
Selain itu, juga belum ada kawasan atau kompleks perumahan khusus di lokasi strategis dengan beragam fasilitas pendukung yang diperlukan, seperti keberadaan minimarket dan "klinik Jepang", katanya kepada ANTARA.
Ia menyampaikan hal itu setelah mengantar rombongan 15 pengusaha dari negeri matahari terbit tersebut untuk investasi bidang perikanan di Jawa Timur, dan menyempatkan singgah ke Bali kurang dari 24 jam guna bertemu perwakilan wisatawan lansia Jepang.
Wisatawan lansia Jepang itu di antaranya mengeluhkan proses pengurusan kartu izin tinggal terbatas (Kitas) yang sampai dua bulan dan biaya jutaan rupiah. Kemudian izin keluar-masuk (re-entry) Indonesia baru terbit dua bulan kemudian dengan biaya ratusan ribu hingga Rp1,8 juta.
Selain itu, pengurusan surat keterangan lapor diri (SKLD) di Kepolisian RI Jakarta juga tidak ada kepastian waktu maupun biaya. Anehnya, ketika SKLD dalam proses pengurusan, para lansia itu sering kali harus terkena biaya tertentu karena dianggap melanggar ketentuan yang berlaku.
Terkait sejumlah urusan tersebut, tidak jarang wisatawan lansia itu merasa menjadi "permainan" dengan konsekuensi biaya yang tidak jelas dasar aturannya. Demikian pula saat mereka lupa membawa salah satu dokumen perizinan itu, juga dikenakan biaya untuk pembuatan perizinan yang baru.
Setelah memperoleh berbagai informasi tersebut, Mozes berjanji untuk menyusun permasalahan yang ada guna diteruskan ke Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, Direktorat Jenderal Imigrasi dan Kepolisian RI melalui Kementerian Luar Negeri RI.
Pejabat konsul jenderal yang telah bertugas di beberapa negara dan pada 2007 bersama rombongan Garuda Indonesia sempat dijamu Gubernur Bali di Denpasar ini juga merencanakan menggelar seminar di Osaka, dengan mendatangkan wisatawan lansia Jepang yang sudah lama tinggal di Bali.
"Kami ingin menggali lebih banyak lagi pengalaman lansia Jepang yang tinggal di Bali. Apa saja kelebihan dan kekurangannya, sehingga nantinya bisa dibuatkan rekomendasi untuk perbaikannya agar mereka semakin tertarik menikmati masa tua di Indonesia," katanya didampingi seorang kenalannya, Hadi Yuwono, pengusaha bidang energi.
Gosuke Oishi, pemilik PT Maasar di Bali yang banyak mendatangkan wisatawan lansia asal Jepang sekaligus menjadi rujukan saat para pensiunan itu menemui masalah, mengatatakan, di Pulau Dewata kini terdapat sekitar 2.000 wisatawan tua dari negeri matahari terbit tersebut.
Oishi yang memasuki 2011 nanti genap 10 tahun tinggal di Bali, mengakui potensi wisatawan lansia di negaranya sangat besar, baik dari sisi jumlah maupun kemampuan keuangan yang bisa dibelanjakan untuk menikmati masa pensiun.
Mereka yang bisa menikmati masa tua dengan pelesir bertahun-tahun di beberapa negara itu, umumnya memperoleh tunjangan pensiun sekitar Rp2 miliar, dengan uang pensiun bulanan berkisar Rp20 juta - Rp25 juta.
Namun mereka memiliki karakteristik tersendiri, yakni memerlukan sarana akomodasi yang strategis, seperti di kompleks perumahan dekat bandar udara yang suasananya tenang, aman dan nyaman, dengan fasilitas pendukung sesuai kebutuhan.
"Malaysia, Thaliand dan juga Vietnam, sudah sejak lama membidik segmen pasar wisataan lansia itu, sehingga banyak yang memilih ke sana," ujarnya didampingi stafnya, Ayu.(*)
Potensi Lansia Jepang Terhambat Imigrasi dan Kepolisian
Minggu, 28 November 2010 19:01 WIB