Denpasar (ANTARA) - Provinsi Bali adalah salah satu wilayah yang memiliki sektor industri kecil kreatif yang terus berkembang sampai saat ini. Banyak produk dari industri kreatif yang dihasilkan oleh tangan-tangan orang Bali yang bertalenta.
Sebut saja berbagai alat musik tabuh atau musik lainnya, ukiran kayu dan batu, lukisan, serta berbagai bentuk kerajinan tangan lainnya.
Terlebih karena mayoritas penduduk Pulau Dewata ini adalah penganut agama Hindu sehingga banyak bermunculan usaha-usaha mikro, kecil dan menengah atau UMKM yang memproduksi alat-alat kelengkapan untuk menggelar upacara atau sembahyang seperti dulang yang digunakan untuk menaruh sesajen atau banten.
Dulang mempunyai peran penting sebagai salah satu alat kelengkapan upacara agama Hindu di Bali, yang berfungsi sebagai alas banten atau gebogan. Dulang merupakan nampan yang bentuknya lingkaran dengan permukaan datar dan biasanya berbibir pada tepinya.
Di Kabupaten Gianyar terdapat beberapa industri kerajinan dulang yang ditekuni oleh masyarakat setempat. Dulang biasanya terbuat dari kayu, bambu, rotan, atau kuningan. Namun saat ini, masyarakat banyak meminati dulang yang terbuat dari bahan fiber.
Permintaan pasar yang semakin tinggi membuat banyak perajin beralih membuat dulang dengan bahan dari fiber karena biaya produksi yang relatif lebih murah.
Pusat kerajinan dulang, khususnya yang terbuat dari bahan fiber, berada di Banjar Gadungan, Desa Bresela, Kecamatan Payangan, Kabupaten Gianyar. Kerajinan Dulang yang berbahan fiber menjadi sumber mata pencaharian utama warga desa tersebut. Sekitar 90 hingga 100 Kepala Keluarga di Desa Bresela menekuni kerajinan dulang fiber ini.
Dulang yang dihasilkan di desa tersebut merupakan kerajinan dulang dengan teknik ukir menggunakan alat cetakan atau master karet.
Dulu, sebelum diproduksinya kerajinan dulang berbahan fiber, mayoritas warga Desa Bresela menekuni atau memproduksi kerajinan tempat lilin berbahan kayu.
Seiring dengan berjalannya waktu dan perkembangan zaman, minat konsumen terhadap kerajinan tempat lilin mulai berkurang karena kerajinan tersebut bukan merupakan kebutuhan utama bagi mereka. Kondisi tersebut menyebabkan pendapatan sejumlah perajin menurun drastis.
Melihat perekonomian masyarakat Desa Bresela yang semakin menurun, itu memicu seorang perajin bernama Ngakan Made Swastawa untuk bergerak memperbaiki kondisi tersebut.
Dia berinisiatif dengan kreativitasnya membuat kerajinan dulang yang terbuat dari bahan fiber karena dulang yang terbuat dari fiber selain ongkos produksinya lebih kecil, dari sisi lama produksi dan berat kerajinannya juga lebih singkat dan lumayan ringan.
Semenjak kerajinan dulang fiber ini mulai diproduksi, minat konsumen pun semakin meningkat dibandingkan dulang yang berbahan kayu. Kerajinan dulang fiber ini merupakan terobosan baru yang mulai digencarkan sekitar tahun 2003 hingga sekarang dan terus berkembang.
Proses produksi
Sebelum warga Desa Bresela menggeluti usaha kerajinan dulang berbahan fiber tersebut, mereka sempat memproduksi berbagai kerajinan ukiran kayu yang bahkan sempat diekspor hingga ke luar negeri. Akibat pesanan kerajinan kayu semakin menurun, akhirnya sebagian besar beralih ke usaha kerajinan dulang fiber.
Menurut Made Swastawa, proses pembuatan satu buah atau satu set kerajinan dulang berbahan fiber hanya membutuhkan waktu sekitar 30 menit.
“Prosesnya sangat singkat dibandingkan pakai kayu dulu. Cuma butuh waktu 30 menit, selesai,” ungkap Made Swastawa di Gianyar, pekan lalu.
Made Swastawa menerangkan proses produksinya diawali dengan proses cetak, di mana bahan-bahan dasar yang digunakan seperti resin, talek, katalis, dicampur dan diaduk selama 2 menit.
Selanjutnya adonan dituangkan atau dioleskan di atas master karet (cetakan yang dibuat khusus oleh para perajin berbentuk produk yang akan dibuat). Setelah dioleskan secara rata, hasil cetakan ditunggu kurang lebih selama 15 menit hingga betul-betul kering. Untuk bagian perekat digunakan bahan baku yang disebut met. Hasil cetakan yang telah kering selanjutnya dihaluskan menggunakan kertas ampelas serta didempul sebelum masuk ke proses akhir atau finishing.
Perajin dulang berbahan fiber lainnya, I Wayan Yadnya Putra, menjelaskan proses akhir yakni seluruh bagian dulang diberi cat dasar merah, biasanya menggunakan cat pasko. Setelah cat dasar berwarna merah kering, selanjutnya dicat dengan warna emas (prada) sesuai dengan desain dan permintaan dari konsumen, lalu semua produk yang sudah melalui proses akhir kemudian dikeringkan dengan sinar matahari atau menggunakan oven bila tidak ada sinar Matahari.
Untuk harga, dulang berbahan dari fiber ini lebih terjangkau, pada kisaran Rp300 ribu sampai Rp1 juta per dulang, tergantung jenis dan modelnya. Adapun dulang yang berbahan kayu harganya bisa mencapai Rp1,5 juta per buah bahkan lebih.
Salah seorang pembeli yang mendatangi salah satu lokasi pembuatan dulang berbahan fiber di Desa Bresela, Ni Luh Putu Eka Widiastuti, menyatakan kebingungan saat hendak membeli dulang tersebut. Kebingungannya tersebut beralasan karena saat ini dulang berbahan fiber begitu banyak pilihan model, motif, dan bentuk.
Putu Eka mengaku mengetahui tempat pembuatan dan perajin dulang berbahan Fiber tersebut berawal dari informasi yang didapat dari kerabatnya. Informasinya mengatakan kerajinan dulang berbahan fiber di Banjar Gadungan, Desa Bresela dapat dilihat secara langsung proses pembuatannya dan bisa lebih bebas untuk memilih.
“Sebenarnya agar dapat banyak pilihan dan langsung harga pabrik saja, maka saya tertarik untuk datang langsung ke sini. Ternyata saya sangat bingung untuk memilih, saking banyak model, motif dan bentuk dulang di sini,” tutur perempuan asal Kota Denpasar tersebut.