Jakarta (ANTARA) - Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyerahkan penanganan perkara dugaan keterlibatan anggota pengurusnya, Ahmad Zain An-Najah, yang terlibat dalam jaringan Jamaah Islamiyah (JI) ke kepolisian, namun MUI telah menonaktifkannya sebagai pengurus sampai ada keputusan berkekuatan hukum tetap.
Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri menangkap Ahman Zain karena dia diduga terlibat dalam kegiatan jaringan JI. "Kami tentunya menghormati proses hukum dan menyerahkan sepenuhnya kepada kepolisian, kepada Densus 88," kata Ketua MUI Cholil Nafis dalam siaran video MUI yang diterima ANTARA di Jakarta, Rabu.
"MUI menyerahkan sepenuhnya kepada penegak hukum untuk ditindak setegas-tegasnya ketika bersalah, dan diproses hukum seadil-adilnya dan setegas-tegasnya," kata dia.
Cholil menekankan pentingnya penerapan asas praduga tak bersalah dalam perkara Ahmad Zain dan menyatakan bahwa Ahmad Zain berhak didampingi oleh kuasa hukum.
Baca juga: Polri ungkap peran tiga terduga teroris pengurus JI Bekasi
Baca juga: Wakil ketua MUI prihatin penangkapan ulama oleh Densus 88
MUI menyatakan mendukung penegakan hukum mengenai penanggulangan terorisme serta berkomitmen mendukung upaya untuk melawan segala ancaman teror di Indonesia.
Cholil mengatakan bahwa MUI pada tahun 2004 sudah mengeluarkan fatwa mengenai haramnya terorisme. MUI juga sudah membentuk badan penanggulangan ekstremisme dan terorisme.
"MUI secara kelembagaan jelas, mendukung adanya penegakan hukum dan pencegahan terhadap ekstremisme dan terorisme," kata Cholil.
Selain menonaktifkan Ahmad Zain An-Najah sebagai pengurus, MUI mengimbau masyarakat untuk menahan diri, tidak terprovokasi oleh kelompok-kelompok yang ingin memanfaatkan situasi untuk kepentingan tertentu.
"MUI mendorong semua elemen bangsa agar mendahulukan kepentingan yang lebih besar, yaitu kepentingan keutuhan dan kedamaian bangsa dan negara," demikian antara lain isi Bayan MUI yang ditandatangani oleh Ketua Umum MUI Miftachul Akhyar dan Sekretaris Jenderal MUI Amirsyah Tambunan.