Jakarta (Antaranews Bali) - Seorang dokter mengatakan jumlah penderita insomnia di Indonesia mencapai 10 persen dari jumlah populasi atau sekitar 28 juta orang.
"Insomnia bukanlah suatu penyakit melainkan suatu gejala kelainan yang ada dalam tidur, kesulitan atau gangguan tidur. Insomnia terjadi karena masalah psikologis misalnya seperti kecemasan, depresi dan stress yang berkepanjangan," kata seorang dokter Welly kepada ANTARA, di Jakarta, Selasa.
Selain faktor psikologis, Welly juga mengatakan insomnia terjadi karena gaya hidup yang buruk seperti pola tidur yang tidak teratur, sering mengonsumsi alkohol dan minuman yang berkafein.
Selain itu, insomnia ditandai dengan karakteristik berupa kesulitan memulai tidur, tidak mampu tidur terlelap, bangun terlalu pagi dan sering terbangun di malam hari sehingga mengganggu kualitas dan kuantitas tidur itu sendiri.
"Setiap individu dapat mengalami dan menderita insomnia. Hal itu dapat berlangsung sementara atau dalam jangka panjang. Kalau yang sementara hanya berlangsung beberapa hari, sementara insomnia kronis ditandai dengan kesulitan tidur minimal tiga hari per-minggu selama satu bulan atau lebih," kata Welly.
Welly juga mengatakan wanita lebih dominan menderita insomnia dari pria, karena faktor hormonal, mudah depresi, cemas, karena wanita lebih memiliki rasa peka dibandingkan pria dan cenderung melakukan aktivitas hingga larut malam.
"Insomnia dapat digolongkan secara primer dan sekunder. Insomnia primer yakni tidak mampu tidur, bukan disebabkan oleh masalah kesehatan, sedangkan insomnia sekunder ditandai gangguan kesehatan, yang mempengaruhi waktu tidur. Gangguan sekunder ini sering disebut juga insomnia komorbiditas," ujar Welly.
Insomnia yang berkepanjangan juga dapat membahayakan kesehatan. Bila sudah kronis dan tidak terkontrol akan timbul penyakit seperti gangguan pernapasan, hipo atau hipertensi, kanker dan stroke.
"Untuk itu, pengobatan pada insomnia kronis dapat dilakukan secara non-farmakologis dan farmakologis, dengan tujuan utama meningkatkan atau memperbaiki fase tidur," lanjut Welly.
Pengobatan insomnia non-farmakologis diantaranya yang pertama mengubah jam tidur menjadi teratur, bisa dengan meminum susu sebelum tidur dan menciptakan suasana kamar senyaman mungkin, yang kedua, berada di tempat tidur disaat benar-benar mengantuk serta hindari aktivitas yang mengganggu tidur seperti nonton televisi dan telepon, ketiga terapi relaksasi dengan meditasi atau yoga, bisa juga melalui hipnosis dan yang kelima bisa dengan konseling.
Sedangkan terapi farmokologis pada insomnia kronis bisa di peroleh dengan obat bebas yang dapat dibeli tanpa resep dokter dan dengan resep dokter. (WDY)