Denpasar (Antara Bali) - Konservasi Bali Elephant Camp (BEC) di Desa Carangsari, Kabupaten Badung, Bali menambah koleksi binatang gajah karena kelahiran dua bayi gajah di tahun 2016.

Pemilik Konservasi BEC IGA Agung Inda Trimafo Yudha di Carangsari, Bali, Sabtu mengatakan dua bayi gajah yang lahir di tahun ini dari induk yang berbeda.

"Bayi gajah yang lahir pertama pada Agustus bertepatan dengan suasana hari suci Saraswati. Oleh karena itu nama gajah itu diberi nama `Saraswati`. Sedangkan yang kedua lahir pada bulan peringatan Hari Pahlawan, November lalu," katanya.

Ia mengatakan untuk memberi sebuah nama kepada bayi gajah tersebut harus berkonsultasi dengan Badan Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA), karena instansi tesebut yang paling berhak mempublikasikan keberadaan gajah itu.

"Untuk bayi gajah kedua sampai saat ini belum diberi nama, karena kami masih berkonsultasi dengan pihak KSDA. Kalau sudah disetujui kami akan publis nama gajah tersebut," ucap Indah Trimafo yang juga Ketua Umum DPD Hipmi Bali.

Ia menjelaskan, di kawasan konservasi BEC, juga dikembangkan True Bali Experience adalah perusahaan swasta pariwisata berbasis petualangan alam, konservasi dan agrowisata.

Di dalamnya terdapat Bali Elephant Camp yang mulai berdiri sejak 2005 bekerja sama dengan pemerintah di tingkat pusat, khususnya di Kementerian Kehutanan dan KSDA.

"Kami menjadi partner diberikan hak untuk menjadi balai konservasi yaitu gajah. Sebanyak 13 gajah diadopsi dari Riau dan Lampung dengan misi utama merawat, melakukan konservasi, dan membantu proses regenerasi gajah," ujarnya.

Sejak tahun 2005, kata Inda Trimafo, pihaknya berusaha merawat gajah yang datang dalam usia cukup muda tersebut. Hal itu berhasil dilakukan, dibuktikan dengan berkembangbiaknya gajah.

"Salah satu ciri gajah yang hidupnya bahagia adalah bisa berkembangbiak seperti yang dialami gajah di Bali Elephant Camp," ucapnya.

Perusahaan True Bali Experience pertama kali, bergelut di bidang arung jeram pada tahun 1996. Kunjungan wisatawan untuk menikmati arung jeram semakin hari, semakin meningkat.

"Perusahaan pertama kami adalah `rafting`. Waktu itu belum banyak bergerak di arung jeram disini. Seiring berjalannya waktu, kami mulai mengantarkan orang melihat apa yang ada di desa ini, mulai dari naik sepeda, lanjut berwisata ke Bedugul, ke hutan, hingga trakking," ujar putri cucu Pahlawan Nasional I Gusti Ngurah Rai.

Inda Trimafo mengaku pihaknya terus melakukan usaha yang lain, seperti membuat pabrik coklat berkualitas ekspor dengan bahan baku yang di dapat dari petani di Bali.

"Kami saat ini juga mengembangkan pengelolaan coklat dalam kemasan, sehingga wisatawan yang berkunjung ke Bali, khususnya ke Carangsari memiliki kenangan sendiri dengan memperkaya kenangan, yakni coklat," katanya.

Dikatakan, coklat yang dikelola dan siap dijadikan sovenir bagi wisatawan kualitasnya premium. Bahkan coklat tersebut sudah di ekspor ke sejumlah negara. Dan permintaan coklat terus meningkat setiap bulannya.

"Kami sampai kewalahan menerima order (pesanan), sebab masih keterbatasan mesin pengelola dan sumber daya manusia. Dalam sebelum baru bisa mengelola biji coklat berkisar lima hingga tujuh ton," katanya. (WDY)

Pewarta: Pewarta: I Komang Suparta

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016