Jambi (Antara Bali) - Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) menyebutkan dampak dari upaya restorasi lahan gambut terdegradasi diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di tingkat desa.

"Kami menekankan upaya mengembangkan ekonomi desa bersinergi dengan restorasi lahan gambut, agar masyarakat desa bisa merasakan potensinya yang menyejahterakan," kata Direktur Jenderal Pengembangan Daerah Tertentu, Kemendes PDTT, Suprayoga Hadi, dalam pembukaan "Jambore Masyarakat Gambut 2016" di GOR Kota Baru, Jambi, Sabtu.

Terkait hal tersebut, Kemendes PDTT mengupayakan dapat bersinergi dengan program-program restorasi lahan gambut yang telah diinisiasi oleh Badan Restorasi Gambut (BRG), seperti misalnya program Desa Peduli Gambut.

Suprayoga berpendapat program Desa Peduli Gambut dapat disinergikan dengan pengembangan badan usaha milik desa (BUMDes), atau dengan kata lain menjalankan restorasi ekosistem gambut berbasis komunitas untuk menciptakan kegiatan perekonomian produktif.

BUMDes dapat diberdayakan dalam konteks bidang usaha pengelolaan hasil dan penjualan komoditas hasil bumi dari lahan gambut, seperti pinang dan kelapa.

"Kami akan mulai dengan sederhana misalnya simpan pinjam. BUMDes bisa mengambil bagian dana desa, karena sekarang pembentukannya juga cukup ditetapkan dalam peraturan desa, antara kades dan badan permusyarawatan desa," kata Suprayoga.

Selain pengembangan kegiatan perekonomian produktif, sinergi upaya restorasi gambut dan desa dapat dilakukan dalam konteks desa rawan kebakaran hutan dan lahan mengingat berdasarkan kasus kebakaran 2015, titik api kebanyakan di ekosistem gambut.

"Kami memfasilitasi desa dan daerah yang memiliki ekosistem rawan kebakaran hutan atau lahan gambut, misalnya irigasi, sumur bor, dan hal lain yang sifatnya sistem peringatan dini," kata Suprayoga.

Dia mengatakan pihaknya juga telah mendapatkan banyak permintaan dan usulan dari pihak daerah, khususnya kabupaten di daerah tertinggal, mengenai bagaimana mengurangi risiko mengurangi dampak kebakaran lahan.

Menurut data BRG, terdapat 2.945 desa berada di area gambut di Sumatera, Kalimantan, dan Papua seluas 12,7 juta hektare, dan 1.205 desa diantaranya terindikasi berada di area restorasi gambut.

Sebagian besar desa-desa gambut tersebut memiliki status tertinggal.

"Sebagaimana arah kebijakan pembangunan nasional yang meletakkan desa pada garda terdepan, maka restorasi gambut berjalan beriringan dengan pembangunan pedesaan," kata Ketua BRG Nazir Foead.

Terkait pelaksanaan "Jambore Masyarakat Gambut 2016" pada 5-7 November 2016, Nazir berharap acara tersebut dapat menjadi wadah bagi masyarakat petani gambut, masyarakat peduli api, perangkat desa, inovator, dan organisasi masyarakat sipil untuk saling bersinergi.

"Jambore ini menjadi wadah memantau bersama-sama terhadap pelaksanaan restorasi gambut oleh masyarakat," ucap dia. (WDY)

Pewarta: Pewarta: Calvin Basuki

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016