Chantal, Haiti/Port-Au-Prince (Antara Bali) - Topan Matthew yang menghantam Haiti hingga Jumat telah menyebabkan 842 orang tewas di negara tersebut dan puluhan ribu orang kehilangan tempat tinggal.
Sementara itu, sejumlah orang juga meninggal akibat wabah kolera.
Informasi berdatangan dari daerah-daerah terpencil, yang sebelumnya aksesnya terputus karena topan. Melalui informasi tersebut, sedikitnya 175 orang dinyatakan meninggal dunia di desa-desa sekitar perbukitan serta di pantai ujung barat Haiti.
Klinik-klinik kesehatan di perdesaan dibanjiri para pasien yang mengalami luka, termasuk patah tulang, dan belum mendapat perawatan sejak topan menghantam pada Selasa (4/10).
Makanan langka sementara sekurangnya tujuh orang dilaporkan meninggal karena terkena kolera, kemungkinan karena air banjir yang bercampur dengan kotoran.
Setidaknya tiga kota melaporkan bahwa puluhan warga tewas, termasuk di desa pertanian berbukit, Chantal. Wali kota di wilayah itu mengatakan 85 orang meninggal dunia, sebagian besar ketika rumah mereka tertimpa pohon. Ia mengatakan 20 orang masih hilang.
Puluhan orang juga hilang, banyak di antaranya merupakan penduduk di kabupaten GrandAnse di bagian utara.
"Kami terbang di atas daerah-daerah GrandAnse. Ini adalah bencana kemanusiaan," kata Frenel Kedner, seorang pejabat pemerintah kota Jeremie di Haiti barat daya.
"Warga sangat membutuhkan makanan, air, obat-obatan segera," katanya.
Di kota Anse-dHainault, tujuh orang meninggal karena kolera.
Sebanyak 17 kasus kolera lainnya dilaporkan muncul di Chardonnieres di pantai selatan.
"Akibat banjir bandang dan dampaknya terhadap air serta fasilitas kebersihan, jumlah kasus kolera diperkirakan akan melonjak setelah Topan Matthew dan melewati musim hujan normal hingga awal 2017," kata Pan American Health Organization dalam suatu pernyataan.
Dengan terus bertambahnya korban jiwa, berbagai lembaga pemerintah memberikan data berbeda.
Menurut hitungan Reuters berdasarkan data yang berikan oleh para pejabat daerah dan perlindungan sipil, jumlah korban tewas adalah 842 orang. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016
Sementara itu, sejumlah orang juga meninggal akibat wabah kolera.
Informasi berdatangan dari daerah-daerah terpencil, yang sebelumnya aksesnya terputus karena topan. Melalui informasi tersebut, sedikitnya 175 orang dinyatakan meninggal dunia di desa-desa sekitar perbukitan serta di pantai ujung barat Haiti.
Klinik-klinik kesehatan di perdesaan dibanjiri para pasien yang mengalami luka, termasuk patah tulang, dan belum mendapat perawatan sejak topan menghantam pada Selasa (4/10).
Makanan langka sementara sekurangnya tujuh orang dilaporkan meninggal karena terkena kolera, kemungkinan karena air banjir yang bercampur dengan kotoran.
Setidaknya tiga kota melaporkan bahwa puluhan warga tewas, termasuk di desa pertanian berbukit, Chantal. Wali kota di wilayah itu mengatakan 85 orang meninggal dunia, sebagian besar ketika rumah mereka tertimpa pohon. Ia mengatakan 20 orang masih hilang.
Puluhan orang juga hilang, banyak di antaranya merupakan penduduk di kabupaten GrandAnse di bagian utara.
"Kami terbang di atas daerah-daerah GrandAnse. Ini adalah bencana kemanusiaan," kata Frenel Kedner, seorang pejabat pemerintah kota Jeremie di Haiti barat daya.
"Warga sangat membutuhkan makanan, air, obat-obatan segera," katanya.
Di kota Anse-dHainault, tujuh orang meninggal karena kolera.
Sebanyak 17 kasus kolera lainnya dilaporkan muncul di Chardonnieres di pantai selatan.
"Akibat banjir bandang dan dampaknya terhadap air serta fasilitas kebersihan, jumlah kasus kolera diperkirakan akan melonjak setelah Topan Matthew dan melewati musim hujan normal hingga awal 2017," kata Pan American Health Organization dalam suatu pernyataan.
Dengan terus bertambahnya korban jiwa, berbagai lembaga pemerintah memberikan data berbeda.
Menurut hitungan Reuters berdasarkan data yang berikan oleh para pejabat daerah dan perlindungan sipil, jumlah korban tewas adalah 842 orang. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016