Merauke (Antara Bali) - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir
Effendy mengakui sebagian besar guru belum profesional dalam
melaksanakan tugas dan kini Kemendikbud sedang mendorong profesionalisme
guru ditingkatkan melalui berbagai upaya.
"Sampai sekarang sebagian besar belum profesional walaupun tunjangan profesinya sudah diterima," kata Muhadjir di Merauke, Papua, Kamis.
Tunjangan profesi yang bertujuan menjadikan guru lebih semangat dan profesional, menurut dia, ternyata salah ditafsirkan oleh tenaga pendidik.
"Dulu sebelum dia profesional sudah dikasih tunjangan supaya dia lebih profesional, ternyata lupa, dia menikmati tunjangan tapi tidak profisional juga," ujar Muhadjir.
Sejak penetapan tunjangan profesi oleh mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pesertanya hanya tujuh persen dari jumlah guru yang ada saat itu sehingga APBN yang dikeluarkan untuk membayar tunjangan hanya Rp7 triliun.
"Kepemimpinan Jokowi sekarang menanggung beban kebijakan Pak SBY dulu, sekarang menjadi Rp72 lebih triliun," kata Muhadjir.
Ia menambahkan, dari total tiga juta guru yang ada, baru 61 persen yang mendapat tunjangan profesi sehingga jika memproyeksikan seluruh guru menerima tunjangan maka dana yang dikeluarkan oleh negara cukup besar.
"Pemerintah harus menyiapkan setidaknya Rp110 triliun. Bisa dibayangkan kalau uang ini dipakai untuk membangun sekolah di Papua, berapa ratus sekolah yang dibangun dari tunjangan profesi itu. Tunjangan sangat mahal, tetapi profesi gurunya tidak profesional-profesional dan ini menjadi tantangan kita," kata dia.
Kunjungan tiga hari Mendikbud ke Papua dari 6 Oktober adalah untuk melihat secara dekat kondisi fisik, keadaan guru dan mempelajari peta pendidikan di Papua.
"Ini daerah Indonesia Timur yang oleh Presiden Jokowi dipesankan sebagai bagian dari prioritas pembangunan pendidikan," kata Muhadjir. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016
"Sampai sekarang sebagian besar belum profesional walaupun tunjangan profesinya sudah diterima," kata Muhadjir di Merauke, Papua, Kamis.
Tunjangan profesi yang bertujuan menjadikan guru lebih semangat dan profesional, menurut dia, ternyata salah ditafsirkan oleh tenaga pendidik.
"Dulu sebelum dia profesional sudah dikasih tunjangan supaya dia lebih profesional, ternyata lupa, dia menikmati tunjangan tapi tidak profisional juga," ujar Muhadjir.
Sejak penetapan tunjangan profesi oleh mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pesertanya hanya tujuh persen dari jumlah guru yang ada saat itu sehingga APBN yang dikeluarkan untuk membayar tunjangan hanya Rp7 triliun.
"Kepemimpinan Jokowi sekarang menanggung beban kebijakan Pak SBY dulu, sekarang menjadi Rp72 lebih triliun," kata Muhadjir.
Ia menambahkan, dari total tiga juta guru yang ada, baru 61 persen yang mendapat tunjangan profesi sehingga jika memproyeksikan seluruh guru menerima tunjangan maka dana yang dikeluarkan oleh negara cukup besar.
"Pemerintah harus menyiapkan setidaknya Rp110 triliun. Bisa dibayangkan kalau uang ini dipakai untuk membangun sekolah di Papua, berapa ratus sekolah yang dibangun dari tunjangan profesi itu. Tunjangan sangat mahal, tetapi profesi gurunya tidak profesional-profesional dan ini menjadi tantangan kita," kata dia.
Kunjungan tiga hari Mendikbud ke Papua dari 6 Oktober adalah untuk melihat secara dekat kondisi fisik, keadaan guru dan mempelajari peta pendidikan di Papua.
"Ini daerah Indonesia Timur yang oleh Presiden Jokowi dipesankan sebagai bagian dari prioritas pembangunan pendidikan," kata Muhadjir. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016