Singaraja (Antara Bali) - Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kabupaten Buleleng, Bali, mengharapkan umat melakukan pengendalian diri memaknai Hari Raya Kuningan.
"Dalam konteks saat ini, umat harus dapat membentengi diri, yakni dengan pengendalian diri," kata Ketua PHDI Buleleng Dewa Nyoman Suardana di Singaraja, Sabtu.
Menurut dia, pengendalian diri saat ini sangat dibutuhkan mengingat kehidupan masyarakat saat ini yang majemuk belum lagi sifat manusia yang beragam.
Untuk itu, umat manusia diingatkan untuk sadar bahwa dalam kehidupan saat ini umat berperang melawan musuh, terutama musuh dalam diri yang merupakan musuh terberat.
Filosofi itu, lanjut dia, dapat dilihat dari sarana upakara yang simbolis saat Hari Raya Kuningan, di antaranya "tamiang" dan "endongan".
Ia menjelaskan bahwa tamiang, hiasan janur berbentuk bulat layaknya tameng saat berperang itu dimaknai sebagai simbol perlindungan diri dari musuh khususnya musuh dalam diri.
"Hidup itu memang penuh berperang. Akan tetapi, bukan perang senjata, melainkan perang batin dalam diri, itulah perang terbesar," katanya.
Suardana menambahkan dalam Hindu dikenal enam musuh diri manusia atau disebut Sad Ripu, yakni kama (nafsu dan keinginan), lobha (tamak atau rakus), krodha (kemarahan), moha (kebingungan), mada (mabuk), dan matsarya (dengki atau iri hati).
Hari Raya Kuningan jatuh setiap 6 bulan sekali, 10 hari setelah Hari Raya Galungan, hari raya yang memaknai kemenangan dharma melawan adharma.
Umat Hindu sejak pukul 06.00 Wita melakukan persembahyangan ke sejumlah pura atau tempat suci baik pura keluarga maupun pura yang berada di teritorial dan pura kahyangan jagat. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016
"Dalam konteks saat ini, umat harus dapat membentengi diri, yakni dengan pengendalian diri," kata Ketua PHDI Buleleng Dewa Nyoman Suardana di Singaraja, Sabtu.
Menurut dia, pengendalian diri saat ini sangat dibutuhkan mengingat kehidupan masyarakat saat ini yang majemuk belum lagi sifat manusia yang beragam.
Untuk itu, umat manusia diingatkan untuk sadar bahwa dalam kehidupan saat ini umat berperang melawan musuh, terutama musuh dalam diri yang merupakan musuh terberat.
Filosofi itu, lanjut dia, dapat dilihat dari sarana upakara yang simbolis saat Hari Raya Kuningan, di antaranya "tamiang" dan "endongan".
Ia menjelaskan bahwa tamiang, hiasan janur berbentuk bulat layaknya tameng saat berperang itu dimaknai sebagai simbol perlindungan diri dari musuh khususnya musuh dalam diri.
"Hidup itu memang penuh berperang. Akan tetapi, bukan perang senjata, melainkan perang batin dalam diri, itulah perang terbesar," katanya.
Suardana menambahkan dalam Hindu dikenal enam musuh diri manusia atau disebut Sad Ripu, yakni kama (nafsu dan keinginan), lobha (tamak atau rakus), krodha (kemarahan), moha (kebingungan), mada (mabuk), dan matsarya (dengki atau iri hati).
Hari Raya Kuningan jatuh setiap 6 bulan sekali, 10 hari setelah Hari Raya Galungan, hari raya yang memaknai kemenangan dharma melawan adharma.
Umat Hindu sejak pukul 06.00 Wita melakukan persembahyangan ke sejumlah pura atau tempat suci baik pura keluarga maupun pura yang berada di teritorial dan pura kahyangan jagat. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016