Denpasar (Antara Bali) - Dua seniman pria yang tergabung dalam Sekaa Ambek Suci, dari Banjar (dusun) Monang Maning, Kota Denpasar, dengan berdandan seperti penari Legong, membawakan tari Gandrung di ajang Bali Mandara Mahalango (BMM).

"Memang keunikan tari Gandrung ini adalah laki-laki yang membawakan tarian wanita. Tarian ini pun hanya dikenal di empat banjar (dusun) di Kota Denpasar, dan tidak ada di kabupaten lainnya di Bali," kata I Made Yudana, Koordinator Pementasan Tari Gandrung tersebut, di Taman Budaya Denpasar, Rabu.

Menurut dia, karena Gandrung di Denpasar itu penarinya laki-laki, hal itu pulalah yang membedakan dengan Tari Gandrung dari daerah Banyuwangi, Jawa Timur, maupun dari daerah lainnya.

Di samping itu, jika disandingkan dengan Joged Bumbung yang merupakan tari hiburan, dalam Gandrung ini bukan penari yang mencari "pengibing" atau pengiring tari, melainkan "pengibing" yang akan mencari penarinya.

"Tari Gandrung ini termasuk salah salah satu tari yang bersifat Balih-Balihan atau hiburan yang mengisahkan tentang cinta kasih dan romantika. Namun, di daerah kami, tari Gandrung juga sudah dijadikan Tari Wali karena hanya akan ditarikan di saat piodalan (upacara) pada Purnama Sasih Keenam di Pura Majapahit," ucapnya.

Yudana mengatakan, tari Gandrung di daerahnya menjadi disakralkan karena memiliki "gelungan" atau hiasan kepala khusus yang diupacarai. Saat Gandrung ditarikan, tidak jarang para "pengibingnya" mengalami "trance" atau istilah Balinya "kerauhan".

Tetapi untuk pementasan di ajang Bali Mandara Mahalango, para seniman dari Banjar Monang Maning tidak menggunakan "gelungan" yang disakralkan, yang dibawa hanya duplikatnya. Tari Gandrung di ajang BMM dibawakan oleh dua orang penari pria dan satu wanita.

Yudana menambahkan, tari Gandrung di daerahnya masih tetap eksis hingga saat ini, tidak terlepas karena penari awalnya dan penata tabuhnya masih hidup. Mereka ini juga ikut mendampingi dalam usaha pembinaan pada generasi muda.

"Tari Gandrung muncul sekitar 1915 dan sempat mencapai puncak kejayaan pada 1931 yang dibawakan oleh seniman Made Manda, dengan penata tabuh Ketut Godra. Hingga saat ini, penari Gandrung di daerah kami sudah mencapai generasi ketujuh," katanya.

Sedangkan para seniman yang tampil, baik itu yang menari maupun membawakan gamelan, menurut Yudana adalah yang termasuk generasi kelima, keenam, dan ketujuh.

"Kami sangat beruntung dapat berguru dari seniman aslinya sehingga Gandrung sebagai salah satu ikon Kota Denpasar tetap bisa lestari hingga saat ini," ucap Yudana.

Selain membawakan Tari Gandrung, duta seni dari Banjar Monang Maning juga membawakan Tari Legong Keraton Lasem dan beberapa jenis tabuh. (WDY)

Pewarta: Pewarta: Ni Luh Rhismawati

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016