Denpasar (Antara Bali) - Kapendam IX/Udayana Letkol Art I Kadek Arya Atmawijaya menyatakan, Batalyon Infantri 742/Satya Wira Yudha telah digantikan mitranya, Yonif 743/Pradnya Samapta Yudha sebagai Satgas Pengamanan Perbatasan Indonesia-Timor Leste (STPPIT) Markas Besar TNI sejak awal Januari ini.

"Pasukan Yonif 742 telah digeser ke Pelabuhan Tenau, Kupang untuk diberangkatkan memakai kapal perang kita menuju markasnya di Mataram, NTB. Penggantinya, Yonif 743 kebetulan ada di Pulau Timor, jadi pergeserannya bisa lebih lancar," katanya saat berkunjung ke Kantor Berita ANTARA Biro Bali di Denpasar, Kamis.

Arya menyatakan, sejak Yonif 742/SWY ditugaskan sebagai STPPIT Markas Besar TNI awal tahun lalu, relatif tidak ada masalah. "Tiap tahun selalu dievaluasi terhadap kualitas dan kemajuan pelaksanaan tugas pengamanan perbatasan negara kita ini. Oleh pimpinan, hasil evaluasi itu lalu disosialisasikan dan disempurnakan lagi," katanya didampingi sejumlah staf dan Kapenrem 163/Wira Satya Mayor Art Syafei.

Sejak empat tahun lalu, STPPIT Markas Besar TNI dipercayakan kepada satuan di lingkungan Komando Daerah Militer IX/Udayana dengan kekuatan hanya satu batalyon infantri didukung sejumlah satuan lain yang terkait. Sebelumnya, tugas pengamanan perbatasan itu dibebankan kepada satuan TNI-AD berkekuatan tiga batalyon.

Satuan TNI-AD pertama yang dipercayakan menjadi STPPIT Markas Besar TNI dengan kekuatan satu batalyon itu adalah Batalyon Infantri 742/SWY pada periode penugasan September 2006-September 2007.

Dalam perjalanannya, STPPIT Markas Besar TNI berkekuatan tiga battalyon itu berasal bukan cuma dari lingkungan Komando Daerah Militer IX/Udayana saja, melainkan dari komando utama lain, di antaranya Divisi II Kostrad yang bermarkas di Malang, Jawa Timur.

Menurut Arya, sebelum benar-benar ditempatkan ke medan penugasan itu, pasukan pengganti telah dilatih sejumlah kemampuan dasar dan tambahan. Selain kemampuan dasar kemiliteran, mereka juga harus mampu mengetahui prosedur keimigrasian, kebeacukaian, sosiologi, dan lain sebagainya.

"Dengan begitu, diharapkan kualitas pelaksanaan tugas bisa semakin baik. Yang ideal memang masa penugasan cuma enam bulan saja karena secara psikologis kemampuan manusia dalam penugasan seperti itu memang demikian. Namun karena menggeser pasukan itu perlu biaya mahal maka bisa tidak demikian," katanya.

Perbatasan negara Indonesia-Timor Leste adalah satu-satunya garis perbatasan Indonesia yang paling mudah diakses. Dari Atambua, ibukota Kabupaten Belu, hanya memerlukan waktu perjalanan sekitar 40 menit berkendara untuk bisa tiba di Pintu Lintas Batas (PLB) Utama Mota Ain yang berbatasan dengan Distrik Bobonaro, Timor Leste.

Wilayah perbatasan negara yang harus dikawal oleh STPPIT Markas Besar TNI itu juga memiliki keunikan karena ada satu enklav Timor Leste yang berada di wilayah Indonesia, yaitu Distrik Oekusi yang berbatasan dengan Kabupaten Kupang dan Kabupaten Timor Tengah Utara, Provinsi NTT.

Jika ada warga Timor Leste atau WNA lain yang ingin memasuki Distrik Oekusi dari PLB Utama Mota Ain, maka dia harus melintasi jalan penghubung yang membentang di Kabupaten Belu dan Kabupaten Timor Tengah Utara, menuju PLB Wini di Kabupaten TTU itu.

Di laut perbatasan Kabupaten Kupang dan Distrik Oekusi ini terdapat Pulau Batek, pulau karang tidak berpenghuni yang menjadi batas laut terluar Indonesia dengan distrik itu.

"Di seluruh wilayah tanggung jawab Kodam IX/Udayana ini terdapat 600 pulau besar dan kecil, berpenghuni dan masih kosong. Khusus Pulau Batek, dijaga bersama oleh jajaran kami dan jajaran TNI-AL, sedangkan Pulau Dana Rote sepenuhnya dijaga Korps Marinir TNI-AL," kata Arya.(*)

Pewarta:

Editor : Nyoman Budhiana


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2011