Siang baru tiba, dan cahaya matahari sudah bersinar terik di dataran Nusa Ceningan, Kecamatan Nusa Penida. Sebuah pulau kecil di gugusan kepulauan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Bali, yang sudah berpuluh generasi selalu mengalami kekeringan. Krisis air bersih senantiasa membayangi kehidupan warga dari hari ke hari, bulan hingga berganti tahun.

Siang ini, pada penghujung Juni 2016, tak seperti biasanya, di mana dahulu sering kali terlihat penduduk berjalan kaki berduyun-duyun menenteng jerigen menuju mata air Guyangan dengan ekspresi letih. Mata air ini terletak di tebing curam, yang menjadi salah satu tumpuan penduduk Nusa Ceningan untuk keperluan minum, memasak dan kebutuhan hidup sehari-hari.

Namun kali ini, penduduk Nusa Ceningan justru menampakkan wajah cerah dan berseri, dan datang berkumpul untuk menyaksikan peresmian Sistem Penyediaan Air Bersih (SPAM), yang menggunakan teknologi Sea Water Reserse Osmosis. Suatu teknologi penyulingan air laut menjadi air tawar, agar siap dikonsumsi penduduk Nusa Ceningan.

"PDAM Klungkung yang bertugas untuk mengelola Seaweter Reserse Osmosis (SWRO) ini. Hendaknya dikelola dengan sebaik-baiknya," ujar Bupati Klungkung I Nyoman Suwirta didampingi rombongan sejumlah pihak terkait dan sejumlah media, ketika melakukan serah terima SPAM di Nusa Ceningan.

Bupati Suwirta mengatakan, seluruh managemen PDAM Klungkung harus segera bergerak cepat. Hal ini dikarenakan proyek SPAM ini memerlukan investasi yang bernilai besar, sehingga harus segera menghasilkan manfaat bagi masyarakat.

Sebelumnya, sumber air bagi masyarakat Nusa Penida berasal dari air hujan, mata air Guyangan maupun air bawah tanah. Pemanfaatan air hujan dimanfaatkan penduduk yang tinggal di kawasan perbukitan. Sementara itu, pemanfaatan air bawah tanah masih digarap oleh perusahaan daerah air minum (PDAM).

"Mayoritas warga Nusa Ceningan mempunyai cubang, atau bak untuk menampung air hujan. Namun jika musim kemarau berkepanjangan, sudah tentu persediaan air warga mulai menipis sehingga mengalami krisis air bersih," ujar Camat Nusa Penida I Ketut Sukla, yang ikut menghadiri acara serah terima SPAM.

Ketersediaan air bersih, lanjut Sukla, bagi masyarakat Nusa Penida sangat tergantung dari air hujan yang ditampung masyarakat dalam cubang. Musim kemarau yang mulai melanda sejumlah daerah di Indonesia, termasuk kawasan Nusa Ceningan, menimbulkan problematika tersendiri bagi masyarakat yang terpisah dengan daratan Bali itu.

Permasalahan air menjadi soal krusial di Nusa Ceningan, mengingat pulau seluas 300,6 hektare ini belakangan tengah gencar menjadi objek wisata untuk berlibur. Keindahan panorama Nusa Ceningan, dengan wisata mangrove, eksotisme bawah laut dan geliat ekonomi warga yang mengandalkan rumput laut sebagai mata pencaharian, menjadi terkendala dengan minimnya air untuk menopang kebutuhan keseharian. Padahal air memiliki fungsi tak tergantikan dalam kehidupan manusia.

Di tempat yang sama, Kepala Satuan Kerja Sistem Pengembangan Air Minum Strategis Kasatker PAM Strategis T Bandeso menyampaikan, Undang-Undang Dasar 1945 dalam pasal 33 ayat (3) menyatakan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

SPAM SWRO Nusa Ceningan dibangun oleh menggunakan dana APBN pada tahun 2013/2014, untuk mengolah air laut menjadi air minum bagi kebutuhan masyarakat di Desa Lembongan dan Desa Jungut Batu.

Dengan kapasitas produksi 5 Lt/detik, SPAM SWRO dapat memenuhi kebutuhan air minum bagi kurang lebih 1.500 Sambungan Rumah (SR) dengan amunisi kebutuhan 30 Lt/orang/hari.

"Saat ini, jumlah SR yang sudah terpasang berjumlah 240 unit, dengan jaringan distribusi utama yang sudah mencakup hampir seluruh wilayah Desa Lembongan dan Desa Jungut Batu," ujar Bandeso.

Serah terima pengelolaan SPAM SRWO Nusa Ceningan ini bertujuan untuk pemanfaatan produksi SPAM bagi pemenuhan kebutuhan masyarakat. Diharapkan masyarakat dapat menikmati air minum langsung dari kran di sambungan rumah masing-masing, dan jaringan distribusi pendukungnya dapat dimanfaatkan secara optimal.

Proses pengolahan air dengan teknologi SWRO, dimulai dengan melakukan penggalian lubang di areal lahan milik pemerintah.

Letaknya berdekatan dengan Pantai Dusun Ceningan. Untuk kedalaman yang mencapai 50 meter, diangkat dengan pipa 6 dim. Setelah air laut itu naik, akan disaring dengan beberapa proses hingga kandungan garam itu benar-benar hilang.

"Bahkan, bakteri terkecil sejenis mikroba pun akan lenyap. Hal itu sudah diuji langsung oleh tim ahlinya," katanya.

Diharapkan mesin ini bisa mengatasi krisis air di wilayah ini. Selama ini ada sejumlah warga Nusa Ceningan yang memanfaatkan sumur bor, namun rasa airnya asin. Selanjutnya kalau diolah dengan mesin SWRO, maka rasa asin air dari sumur bor itu akan hilang.

Mata Air Guyangan

Perjalanan rombongan kemudian dilanjutkan, dengan mengelilingi area Nusa Ceningan. Pulau kecil ini tergolong kawasan pesisir berupa dataran yang memiliki kemiringan lereng bervariasi, dengan kondisi tanah bergelombang dan berbukit.

Pulau ini dihuni sekitar 300 kepala keluarga (KK) dengan mata pencaharian utama di sektor pertanian dan perikanan. Budi daya rumput laut, adalah alternatif lain yang dikembangkan warga untuk mengais rupiah, mengingat kondisi dan potensi kelautan di daerah tersebut. Akhir-akhir ini, sektor pariwisata mulai mengeliat, sehingga warga bisa intensif mengolah rumput laut menjadi jajanan untuk dijual ke wisatawan. Penduduk juga tertarik untuk melirik prospek penginapan, yang ditawarkan kepada wisatawan yang bertandang.

Seiring berkembangnya kepariwisataan di wilayah ini, berimbas meningkatnya kebutuhan air bersih di Nusa Ceningan. Realitanya, jika tidak ada air hujan, maka warga bertumpu ada air suplai PDAM dan mata air Guyangan, untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Mata air Guyangan terletak di Dusun Antapan, Desa Batukandik. Dibutuhkan nyali cukup untuk bisa mencapai Guyangan, karena terletak di tebing curam dan warga harus meniti anak tangga yang kondisinya mulai aus termakan usia. Kemiringan anak tangga menuju Guyangan mencapai kemiringan 80 derajat, dan jarak turun ke bawah mata air sekitar 450 meter.

Perjuangan berat untuk mendapatkan air bersih, nekad dijalani sebagian warga Nusa Ceningan beberapa waktu lalu. Sempat dilakukan upaya pipanisasi mata air Guyangan, sayangnya kadang kala yang keluar bukanlah air. Melainkan justru angin.

Camat Nusa Penida I Ketut Sukla menyebutkan, mata air Guyangan yang debit airnya 179 liter/detik, hanya bisa dimanfaatkan 30 liter/detik. "Pemanfaatannya pun sering tidak tepat sasaran, karena banyak warga yang memanfaatkan situasi dengan menjualnya pada pihak yang membutuhkan," ujar Sukla.

Dikatakan dia, apalagi memasuki musim kemarau panjang maka warga sangat susah mencari air. Tak pelak, sebagian warga harus merogoh koceknya dalam-dalam untuk membeli air.

Persoalan sulitnya mendapatkan air, sebelumnya juga disampaikan Perbekel Desa Batukandik I Wayan Katon, bahwa banyak warga yang mengeluhkan hal ini. "Justru Batukandik yang menjadi sentral mata air Guyangan, malah mengalami kelaparan air," kata Katon dengan nada menyesalkan.

Kini dengan teknologi SWRO untuk menyuling air laut, mampu meredakan kesulitan penduduk Nusa Ceningan, yang biasanya harus melalui serangkaian perjuangan berat untuk mendapatkan air bersih. Desalinasi air laut menjadi air minum yang menggunakan teknologi Sea Water Reserse Osmosis, menjadi angin segar untuk menghapuskan rasa 'dahaga' warga Nusa Ceningan.

Teknologi untuk menyuling air laut menjadi air minum yang siap dikonsumsi penduduk ini, menjadi harapan baru warga Nusa Ceningan menuju hidup yang lebih baik dan bermakna. Air adalah urat nadi kehidupan. Dan bagi warga Nusa Ceningan, keberadaan air sulingan ini, benar-benar diharapkan dapat kian menggerakkan roda perekonomian warga setempat. (WDY)

Pewarta: Pewarta: Tri Vivi Suryani

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016