Denpasar (Antara Bali) - Pengrajin perhiasan perak di Bali menjerit karena ekspor semakin lesu akibat kondisi ekonomi global yang belum kondusif, disamping harga perak bahan baku perhiasan semakin mahal sehingga sulit bersaing di pasaran luar negeri.

"Pengusaha perhiasan Bali umumnya sulit mendapatkan bahan baku berupa perak murni produksi dalam negeri dengan harga bersaing," kata Jro Mangku Kerti, seorang pengusaha sekaligus eksportir perhiasan perak dan emas di Denpasar, Selasa.

Pengrajin perhiasan perak umumnya menerima pesanan dari mitra usaha di mancanegara, dengan membawa rancangan yang disesuaikan pasar setempat, sekaligus membawa perak sebagai bahan baku sehingga pengusaha hanya memproduksinya saja.

Jro Mangku Kerti mengatakan, mitra usahanya membawa perak murni dari negerinya dengan bungkus warna biru konon produksi Indonesia yang selama ini dieskpor PT ANTAM (Pesero) Tbk UBPP Logam Mulia sebagai produsen emas dan perak di Indonesia.

Pengusaha perhiasan perak Bali umumnya membeli perak impor dengan harga sesuai tarif internasional yang jatuhnya jauh lebih murah dari pada harga di dalam negeri, maka mendatangkan perak bahan baku perhiasan dari luar negeri dengan harga bersaing.

"Kami tidak bisa membeli perak serupa di dalam negeri karena harganya lebih mahal dari impor," tutur Jro Mangku yang dibenarkan rekannya Made Subrata yang menyebutkan pasaran ekspor perhiasan belakangan ini mengalami sedikit lesu.

Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali mencatat perdagangan ekspor khusus perhiasan daerah ini berkurang terus, karena menghasilkan devisa 4,9 juta dolar AS selama April 2016, melorot hingga 24,71 persen jika dibandingkan periode yang sama 2015 mencapai 6,6 juta dolar.

Untuk bisa memulihkan kondisi perdagangan ekspor perhiasan di Nusantara termasuk Bali, maka perlu ada uluran tangan pemerintah untuk lebih menekan harga perak di dalam negeri paling sedikit sama dengan harga Internasional, harap pengusaha daerah ini.

Pimpinan Butik Emas Logam Mulia Denpasar, Nur Syahrini Dewi ketika dikonfirmasi membenarkan, perak produksi PT ANTAM lebih banyak memenuhi pasaran ekspor, jika dibandingkan permintaan dalam negeri tentu dengan harga yang standar internasional.

PT ANTAM (Pesero) Tbk mampu mengekspor sekitar sepuluh ton perak memenuhi permintaan yang datang dari Thailand, Singapura maupun Australia selama 2015, sedangkan selama Januari-Mei 2016, perak diperdagangkan ke luar negeri sudah delapan ton.

Nur Syahrini Dewi mengakui harga perak yang dilempar ke pasaran ekspor seharga Rp7 juta per kg ini sesuai dengan perkembangan harga internasional, sedangkan untuk di dalam baru 1,2 ton dengan harga Rp7,5 juta per kg.

Perusahaan sebenarnya menjual perak sesuai harga internasional, hanya saja pembelian perak di dalam negeri dikenakan pajak penambahan nilai (PPN) sehingga jatuhnya lebih mahal yang diterima para pengusaha perhiasan di Tanah Air.

PT ANTAM (Pesero) Tbk sebenarnya berupaya menjual perak sesuai harga internasional kepada semua pembeli, hanya saja pemerintah mengenakan pajak penambahan nilai (PPN) kepada pembeli di dalam negeri, sedangkan untuk ekspor tidak sehingga perak luar negeri kelihatan murah.

Untuk menggairahkan pengrajin dalam berproduksi memenuhi permintaan luar negeri, sudah saatnya pemerintah duduk bersama produsen dan pengusaha kerajinan untuk bisa menekan harga perak di dalam negeri dengan menghapus pajaknya. (WDY)

Pewarta: Pewarta: I Ketut Sutika

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016