Bangli (Antara Bali) - Wakil Gubernur Bali Ketut Sudikerta menggugah kepedulian masyarakat untuk membantu pemerintah dalam program bedah rumah, sebagai upaya mempercepat pengentasan kemiskinan di Pulau Dewata.
"Upaya pengentasan kemiskinan di Bali tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah semata, namun juga seluruh komponen masyarakat," kata Sudikerta di sela-sela peletakan batu pertama pembangunan bedah rumah bantuan Disdikpora Bali, di Bangli, Minggu.
Dalam kesempatan itu, dia menyambut baik langkah yang dilakukan Disdikpora Bali yang telah mengumpulkan dana untuk pembangunan bedah rumah bagi warga kurang mampu Kadek Ardi dari Desa Batudinding, Kabupaten Bangli.
"Hal ini tidak saja sebagai bentuk tanggung jawab, namun juga kepedulian untuk turut berpartisipasi terhadap pengentasan kemiskinan di Bali seperti visi pembangunan Pemprov Bali dalam mewujudkan masyarakat Bali yang maju, aman , damai dan sejahtera (Mandara)," ujarnya.
Menurut dia, selama ini Pemprov Bali tiap tahunnya sudah menggelontorkan bantuan bedah rumah sekitar 1.500 unit, namun dengan adanya bantuan dan kepedulian dari berbagai pihak ia yakin masalah kemiskinan di Bali akan lebih cepat dituntaskan.
Untuk itu, Sudikerta mengimbau seluruh masyarakat agar terus meningkatkan semangat gotong royong dan rasa "menyama beraya" atau persaudaraan dan ikut berperan serta memberikan bantuan bagi sesama yang membutuhkan.
"Jika hanya dibebankan kepada pemerintah, kemiskinan akan lambat tertangani. Oleh karena itu, mari bersama-sama entaskan kemiskinan di Bali. Bagi yang mampu punya materi silahkan sumbangan materi, bagi yang punya barang-barang dan tenaga juga bisa. Membantu mediasi yang membutuhkan bantuan kepada orang yang bisa memberikan bantuan itu juga penting," ucapnya.
Hal senada disampaikan Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Provinsi Bali, TIA Kusuma Wardhani yang mengatakan bahwa bantuan bedah rumah yang tersebut merupakan hasil urunan seluruh pegawai di instansi yang dipimpinnya, sebagai bentuk kepedulian kepada sesama yang membutuhkan dan ikut menyukseskan program pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan.
Anggaran yang disiapkan untuk bantuan bedah rumah tersebut sebesar Rp30 juta, namun tak menutup kemungkinan akan ditambah apabila bangunan belum rampung dengan dana sebesar itu.
Tidak hanya bantuan bedah rumah, ia juga mengaku menyalurkan 39 paket sembako, 40 tas sekolah, dan tempat tidur bagi keluarga penerima bantuan bedah rumah.
Penerima bantuan bedah rumah Kadek Ardi (36) hidup serba kekurangan dengan istri dan 5 orang anaknya. Sehari-hari Kadek Ardi menggantungkan hidupnya sebagai buruh pembuat peti pengemas buah yang dengan penghasilan sekitar Rp25 ribu, dan istrinya pun turut membantu menafkahi keluarganya sebagai buruh cangkul yang berpenghasilan sekitar Rp20 ribu sehari.
Penghasilan yang sangat minim tersebut hanya cukup untuk makan sehari-hari bersama keluarganya, sedangkan untuk tempat tinggal pun Kadek Ardi mengaku masih menumpang dirumah kedua orang tuanya.
Bahkan karena ketidakmampuannya, dua orang putrinya terpaksa harus putus sekolah. Anak pertama Ardi, Ni Luh Juwita Asih (13) tidak bisa melanjutkan ke jenjang pendidikan SMP, dan anak ketiganya, Komang Ratna Ningsih (6) juga terpaksa putus sekolah setelah 6 bulan mengikuti pendidikan kelas 1 SD
Dengan bantuan bedah rumah yang diterimanya, Ardi sangat berterima kasih karena dapat memperingan beban keluarganya. Ia pun berharap program bedah rumah dapat terus dilanjutkan, agar dapat dinikmati keluarga-keluarga kurang mampu lainnya di Bali. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016
"Upaya pengentasan kemiskinan di Bali tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah semata, namun juga seluruh komponen masyarakat," kata Sudikerta di sela-sela peletakan batu pertama pembangunan bedah rumah bantuan Disdikpora Bali, di Bangli, Minggu.
Dalam kesempatan itu, dia menyambut baik langkah yang dilakukan Disdikpora Bali yang telah mengumpulkan dana untuk pembangunan bedah rumah bagi warga kurang mampu Kadek Ardi dari Desa Batudinding, Kabupaten Bangli.
"Hal ini tidak saja sebagai bentuk tanggung jawab, namun juga kepedulian untuk turut berpartisipasi terhadap pengentasan kemiskinan di Bali seperti visi pembangunan Pemprov Bali dalam mewujudkan masyarakat Bali yang maju, aman , damai dan sejahtera (Mandara)," ujarnya.
Menurut dia, selama ini Pemprov Bali tiap tahunnya sudah menggelontorkan bantuan bedah rumah sekitar 1.500 unit, namun dengan adanya bantuan dan kepedulian dari berbagai pihak ia yakin masalah kemiskinan di Bali akan lebih cepat dituntaskan.
Untuk itu, Sudikerta mengimbau seluruh masyarakat agar terus meningkatkan semangat gotong royong dan rasa "menyama beraya" atau persaudaraan dan ikut berperan serta memberikan bantuan bagi sesama yang membutuhkan.
"Jika hanya dibebankan kepada pemerintah, kemiskinan akan lambat tertangani. Oleh karena itu, mari bersama-sama entaskan kemiskinan di Bali. Bagi yang mampu punya materi silahkan sumbangan materi, bagi yang punya barang-barang dan tenaga juga bisa. Membantu mediasi yang membutuhkan bantuan kepada orang yang bisa memberikan bantuan itu juga penting," ucapnya.
Hal senada disampaikan Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Provinsi Bali, TIA Kusuma Wardhani yang mengatakan bahwa bantuan bedah rumah yang tersebut merupakan hasil urunan seluruh pegawai di instansi yang dipimpinnya, sebagai bentuk kepedulian kepada sesama yang membutuhkan dan ikut menyukseskan program pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan.
Anggaran yang disiapkan untuk bantuan bedah rumah tersebut sebesar Rp30 juta, namun tak menutup kemungkinan akan ditambah apabila bangunan belum rampung dengan dana sebesar itu.
Tidak hanya bantuan bedah rumah, ia juga mengaku menyalurkan 39 paket sembako, 40 tas sekolah, dan tempat tidur bagi keluarga penerima bantuan bedah rumah.
Penerima bantuan bedah rumah Kadek Ardi (36) hidup serba kekurangan dengan istri dan 5 orang anaknya. Sehari-hari Kadek Ardi menggantungkan hidupnya sebagai buruh pembuat peti pengemas buah yang dengan penghasilan sekitar Rp25 ribu, dan istrinya pun turut membantu menafkahi keluarganya sebagai buruh cangkul yang berpenghasilan sekitar Rp20 ribu sehari.
Penghasilan yang sangat minim tersebut hanya cukup untuk makan sehari-hari bersama keluarganya, sedangkan untuk tempat tinggal pun Kadek Ardi mengaku masih menumpang dirumah kedua orang tuanya.
Bahkan karena ketidakmampuannya, dua orang putrinya terpaksa harus putus sekolah. Anak pertama Ardi, Ni Luh Juwita Asih (13) tidak bisa melanjutkan ke jenjang pendidikan SMP, dan anak ketiganya, Komang Ratna Ningsih (6) juga terpaksa putus sekolah setelah 6 bulan mengikuti pendidikan kelas 1 SD
Dengan bantuan bedah rumah yang diterimanya, Ardi sangat berterima kasih karena dapat memperingan beban keluarganya. Ia pun berharap program bedah rumah dapat terus dilanjutkan, agar dapat dinikmati keluarga-keluarga kurang mampu lainnya di Bali. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016