London (Antara Bali) - Ketua delegasi RI, Dubes RI untuk Badan PBB di
Wina, Rachmat Budiman, mewakili Indonesia memimpin penyampaian posisi
bersama like-minded countries terkait hukuman mati pada pembukaan the
United Nations General Assembly Special Session on the World Drug
Problem (UNGASS) yang berlangsung di Markas PBB New York.
Selain Indonesia, negara-negara yang tergabung dalam like-minded countries tersebut adalah RRT, Singapura, Yaman, Malaysia, Brunei Darussalam, Pakistan, Mesir, Saudi Arabia, Oman, Uni Emirat Arab, Qatar, Kuwait, Bahrain, Iran, dan Sudan, demikian Minister Counsellor KBRI Wina, Dody Sembodo Kusumonegoro kepada Antara London, Kamis.
Pernyataan tersebut disampaikan sesaat setelah adopsi outcome document UNGASS sebagai respon atas pernyataan Uni Eropa, Swiss, Norwegia, Turki, Uruguay, Kosta Rika, Kanada, Meksiko, Kolombia, Brasil, Australia, dan Selandia Baru terkait kekecewaan atas tidak dimuatnya isu hukuman mati dalam outcome document UNGASS.
Negara-negara tersebut menegaskan kembali sikap mereka yang menentang hukuman mati dan terus mendesak negara-negara yang masih menerapkannya untuk melakukan moratorium menuju penghapusan hukuman mati
Hal-hal yang disampaikan Indonesia dalam pernyataan bersama tersebut antara lain tidak ada hukum internasional yang melarang pelaksanaan hukuman mati, pelaksanaan hukuman mati merupakan bagian dari implementasi sistem hukum pidana yang diputuskan oleh otoritas yang berwenang, setiap negara memiliki hak berdaulat untuk menentukan sistem politik, hukum, ekonomi dan sosial yang pantas sesuai kepentingan dan kondisi masing-masing negara, hukuman mati merupakan bagian penting komponen hukum yang dapat diterapkan terhadap tindak pidana yang sangat serius termasuk kejahatan narkoba dan pelaksanaan hukuman mati telah mempertimbangkan proper legal safeguard yang tepat dan adil.
Penunjukkan Indonesia mewakili like-minded countries dalam penyampaian posisi bersama merupakan kesepakatan dan bentuk kepercayaan negara like-minded countries mengingat peran Indonesia sebagai salah satu leading country yang selama ini secara aktif dan berpengaruh dalam menentang isu hukuman mati dalam forum multilateral, khususnya UNODC.
Pernyataan bersama tersebut juga sangat penting untuk menunjukkan bahwa masih terdapat perbedaan diantara negara-negara terkait pembahasan isu hukuman mati di forum multilateral.
UNGASS merupakan salah satu konferensi terbesar PBB dan memainkan peran penting dalam mendukung tercapainya tujuan dan target Political Declaration and Plan of Action on international cooperation toward an integrated and balanced strategy to counter the world drug problem tahun 2019.
Pertemuan tersebut berhasil mengadopsi outcome document UNGASS berisi rekomendasi-rekomendasi operasional guna mendukung pencapaian target Political Declaration pada tahun 2019.
Pertemuan tersebut dipimpin Presiden Majelis Umum PBB Mogens Lyketofft (Denmark) dan dihadiri beberapa kepala negara Amerika Latin antara lain Presiden Meksiko, Presiden Guatemela, dan Presiden Kolombia, para pejabat setingkat menteri dan lebih dari 3.000 delegasi negara anggota serta organisasi internasional dan NGO.
Selain itu, pertemuan juga dihadiri oleh Executive Director UNODC, Yuri Fedotov dan Presiden INCB serta WHO.Delegasi RI pada pertemuan ini dipimpin oleh Duta Besar/Watapri Wina didampingi Watapri New York serta beranggotakan pejabat Kemlu, Kemkeu, Kemenkes, Kemsos, Polri, BNN, Badan POM, KBRI/PTRI Wina, dan PTRI New York. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016
Selain Indonesia, negara-negara yang tergabung dalam like-minded countries tersebut adalah RRT, Singapura, Yaman, Malaysia, Brunei Darussalam, Pakistan, Mesir, Saudi Arabia, Oman, Uni Emirat Arab, Qatar, Kuwait, Bahrain, Iran, dan Sudan, demikian Minister Counsellor KBRI Wina, Dody Sembodo Kusumonegoro kepada Antara London, Kamis.
Pernyataan tersebut disampaikan sesaat setelah adopsi outcome document UNGASS sebagai respon atas pernyataan Uni Eropa, Swiss, Norwegia, Turki, Uruguay, Kosta Rika, Kanada, Meksiko, Kolombia, Brasil, Australia, dan Selandia Baru terkait kekecewaan atas tidak dimuatnya isu hukuman mati dalam outcome document UNGASS.
Negara-negara tersebut menegaskan kembali sikap mereka yang menentang hukuman mati dan terus mendesak negara-negara yang masih menerapkannya untuk melakukan moratorium menuju penghapusan hukuman mati
Hal-hal yang disampaikan Indonesia dalam pernyataan bersama tersebut antara lain tidak ada hukum internasional yang melarang pelaksanaan hukuman mati, pelaksanaan hukuman mati merupakan bagian dari implementasi sistem hukum pidana yang diputuskan oleh otoritas yang berwenang, setiap negara memiliki hak berdaulat untuk menentukan sistem politik, hukum, ekonomi dan sosial yang pantas sesuai kepentingan dan kondisi masing-masing negara, hukuman mati merupakan bagian penting komponen hukum yang dapat diterapkan terhadap tindak pidana yang sangat serius termasuk kejahatan narkoba dan pelaksanaan hukuman mati telah mempertimbangkan proper legal safeguard yang tepat dan adil.
Penunjukkan Indonesia mewakili like-minded countries dalam penyampaian posisi bersama merupakan kesepakatan dan bentuk kepercayaan negara like-minded countries mengingat peran Indonesia sebagai salah satu leading country yang selama ini secara aktif dan berpengaruh dalam menentang isu hukuman mati dalam forum multilateral, khususnya UNODC.
Pernyataan bersama tersebut juga sangat penting untuk menunjukkan bahwa masih terdapat perbedaan diantara negara-negara terkait pembahasan isu hukuman mati di forum multilateral.
UNGASS merupakan salah satu konferensi terbesar PBB dan memainkan peran penting dalam mendukung tercapainya tujuan dan target Political Declaration and Plan of Action on international cooperation toward an integrated and balanced strategy to counter the world drug problem tahun 2019.
Pertemuan tersebut berhasil mengadopsi outcome document UNGASS berisi rekomendasi-rekomendasi operasional guna mendukung pencapaian target Political Declaration pada tahun 2019.
Pertemuan tersebut dipimpin Presiden Majelis Umum PBB Mogens Lyketofft (Denmark) dan dihadiri beberapa kepala negara Amerika Latin antara lain Presiden Meksiko, Presiden Guatemela, dan Presiden Kolombia, para pejabat setingkat menteri dan lebih dari 3.000 delegasi negara anggota serta organisasi internasional dan NGO.
Selain itu, pertemuan juga dihadiri oleh Executive Director UNODC, Yuri Fedotov dan Presiden INCB serta WHO.Delegasi RI pada pertemuan ini dipimpin oleh Duta Besar/Watapri Wina didampingi Watapri New York serta beranggotakan pejabat Kemlu, Kemkeu, Kemenkes, Kemsos, Polri, BNN, Badan POM, KBRI/PTRI Wina, dan PTRI New York. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016