Nusa Dua (Antara Bali) - Duta Besar Australia untuk Masalah Penyelundupan Manusia Andrew Goledzinoswki mengatakan negaranya akan mendukung rekomendasi mekanisme respon situasi darurat "Bali Process" karena relevan terhadap tantangan yang dihadapi kawasan saat ini.

"Dalam konteks agenda dalam pertemuan ini, saya pikir saat ini lebih ambisius dari sebelumnya, tetapi itu memang perlu karena dunia semakin menuntut kita untuk lebih fleskibel dan lebih cepat dalam merespon tantangan di kawasan," kata Goledzinoswki di Ruang Nusantara Hotel Westin, Nusa Dua, Bali, Selasa.

Goledzinowski yang menjadi wakil Australia dalam keketuaan bersama Indonesia pada Pertemuan Tingkat Pejabat Tinggi (SOM) Bali Process ke-6, menjelaskan bahwa Australia dan Indonesia akan berjalan beriringan untuk menggalang dukungan dari para anggota untuk menyepakati rekomendasi tersebut.

"Mekanisme konsultatif ini untuk memastikan bahwa Bali Process tetap relevan dan responsif terhadap kebutuhan anggota-anggotanya," ucapnya.

Usulan tentang mekanisme konsultatif untuk merespon situasi darurat tersebut, didorong oleh Indonesia dalam pertemuan sepuluh grup 'ad hoc Bali process' di Bangkok, Thailand, awal Februari 2016.

Rekomendasi tersebut dilatarbelakangi kehadiran 1.800 pengungsi dari Myanmar dan Bangladesh yang menyeberang melalui Laut Andaman dan Laut Bengal pada Mei 2015 lalu.

Saat itu, meskipun Bali Process tidak memiiki sistem untuk merespon situasi tersebut, namun Indonesia berinisiatif melakukan pertemuan tiga pihak dengan Malaysia dan Thailand di Putrajaya, Malaysia.

Setelah disepakati dalam pertemuan ad hoc, usulan tersebut akan dibahas dalam "SOM Bali Process" dan setelah disepakati, dapat diteruskan dalam pertemuan tingkat menteri untuk disahkan pada Rabu.

"Oleh karena itu, kami (keketuaan bersama Indonesia-Australi) membutuhkan dukungan Anda semua bagi rekomendasi ini," kata dia.

Per Selasa (22/3) siang, Kemlu RI menerima enam belas konfirmasi kehadiran tingkat menteri, enam wakil menteri dan delegasi pejabat tinggi dari 46 negara anggota, enam organisasi internasional, serta 17 negara peninjau.

Enam organisasi internasional tersebut adalah Komisioner Tinggi PBB untuk Urusan Pengungsi (UNHCR), Organisasi Migrasi Internasional (IOM), Kantor PBB untuk Urusan Obat-obatan dan Kejahatan Lintas Negara (UNODC), Interpol, Organisasi Buruh Internasional (ILO), dan Program Pembangunan PBB (UNDP). (WDY)

Pewarta: Pewarta: Azizah Fitriyanti

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016