Denpasar (Antara Bali) - Pengamat bisnis dan ekonomi sosial Nyoman Cakra mengatakan adanya pro dan kontra terhadap rencana megaproyek pembangunan reklamasi Teluk Benoa, Kabupaten Badung harus disikapi dengan kajian dan tidak bisa secara parsial.

"Tidak bisa rencana pembangunan reklamasi Teluk Benoa mencapai 700 hektare dilihat secara parsial, tetapi harus holistik," katanya di Badung, Bali, Jumat.

Menurut dia reklamasi terdiri dari berbagai sisi yang saling berkaitan satu sama lain. Memang ada dampak negatif dari reklamasi itu, tapi juga ada dampak positif.

Ia mengatakan di antara dampak positif dari reklamasi adalah dibuatnya destinasi wisata yang ikonik. Sehingga dengan destinasi tersebut, tentu akan banyak menarik wisatawan untuk datang ke daerah itu.

Kedatangan wisatawan menurut Cakra, akan berbanding lurus dengan meningkatnya tingkat hunian hotel, dan masyarakat yang akhirnya marasakan manfaat dari hal tersebut.

"Manfaat yang akan diperoleh masyarakat lokal ini sangat banyak, misalnya akan terbuka lapangan kerja yang baru, bertambah peluang bisnis dan investasi. Selain itu pemerintah mendapat penambahan pendapatan asli daerah (PAD)," ujarnya.

Dan yang terpenting masyarakat akan mengalami peningkatan pendapatan per kapita, karena berdasarkan penelitian setiap wilayah yang berkembang wisatanya, warga masyakarat mengalami peningkatan pendapatan per kapita sehingga daya beli masyarakat meningkat, dengan meningkatnya daya beli masyarakat maka perekonomian pun akan melaju dan bergairah.

Cakra lebih lanjut mengatakan pihaknya memberikan catatan khusus terkait dengan dampak negatif yang mungkin muncul dengan dilakukannya reklamasi, yakni persoalan lingkungan.

"Itu yang benar-benar harus dikaji, jangan sampai ada dampak negatif untuk lingkungan. Di sini dituntut para ahli harus benar-benar melakukan kajian terhadap dampaknya, kalau memang ada dampak negatif, apa solusinya," ucap mantan Direktur Operasional BTDC Nusa Dua.

Ia mengatakan selama ini melakukan penolakan terhadap rencana pembangunan proyek reklamasi di berbagai daerah, selain para aktivis lingkungan juga kebanyakan berasal dari masyarakat misalnya di Jakarta yang bergerak kelompok nelayan tradisional, di Bali awalnya bermula dari desa-desa adat.

"Pemrakarsa reklamasi harus bisa meyakinkan masyarakat bahwa ada solusi untuk dampak negatif yang mungkin timbul, caranya dengan banyak-banyak dialog dengan warga. Dengarkan aspirasi dan kekhawatiran mereka," ujarnya.

Selain itu, Cakra menyoroti persoalan izin pada proyek reklamasi. Karena itu para pengembang harus benar-benar mentaati proses perizinannya. Karena akan menjadi persoalan tambahan jika perizinan proyek ternyata bermasalah seperti yang terjadi di Jakarta, kelompok nelayan tradisional menggugat Gubernur DKI Jakarta karena izin reklamasi tiga pulau dianggap menyalahi aturan lantaran diterbitkan tanpa sepengetahuan publik.

"Dari sisi perizinan adalah urusan pemerintah. Ini harus melalui proses yang benar. Jadi berbagai macam persyaratan harus terpenuhi sebelum reklamasi dilaksanakan, ini sangat penting," katanya.

Menurut dia, sangat wajar jika ada pro dan kontra terjadi, namun pemerintah harusnya tidak membiarkan persoalan ini berlarut-larut, karena dikhawatirkan konflik sosial akan meluas.

"Apa pun yang dibuat pasti ada pro dan kontra. Karena dialog yang menjadi kuncinya. Semua pihak baik yang pro atau yang kontra terhadap reklamasi harus mau duduk bersama dengan kepala dingin, jangan sampai kita semua menjadi korban pihak ketiga, ini yang saya khawatirkan," katanya. (WDY)

Pewarta: Pewarta: I Komang Suparta

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016