Denpasar (Antara Bali) - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan Indonesia sebagai produsen minyak kelapa sawit terbesar harus mampu mengantisipasi tantangan dan peluang masa depan, khususnya menjaga perkebunan kelapa sawit.

"Indonesia harus memiliki pemikiran maju, bisa mengidentifikasi cara baru atau unik untuk memecahkan tantangan tersebut," kata Darmin pada acara pembukaan "Konferensi Sawit dan Lingkungan Ke-5" di Nusa Dua, Bali, Rabu.

Ia mengatakan "Conference on Parties (COP) ke-21 di Paris telah sepakat membatasi peningkatkan temperatur global di ambang dua derajat celsius, bahkan ada yang mendesak untuk membatasi kenaikan hingga 1,5 derajat celsius. Karena itu penting menegaskan kembali kewajiban yang mengikat negara-negara maju dibawah UNFCCC untuk mendukung upaya negara-negara berkembang.

"Saya ingin menegaskan negara-negara maju juga harus membantu negara-negara berkembang untuk mendukung upaya tersebut," ujarnya.

Menurut Darmin, negara-negara maju harus mengakui bahwa dalam jangka panjang, negara dengan produk yang kompetitif lebih mungkin untuk berhasil, lebih mungkin memberantas kemiskinan sehingga dapat menempatkan sumber daya tambahan untuk melindungi rakyat.

Selain itu juga melindungi lingkungan dan kepentingan ekonomi dibandingkan dengan negara-negara tanpa produk kompetitif.

"Karena itu setiap negara harus mencoba untuk mencari tahu produk yang kompetitif dan harus mengembangkan," ucapnya.

Darmin menegaskan, negara-negara maju juga harus mencoba untuk menyediakan dana ketimbang hanya bicara.

"Sebagai seorang ekonom, saya menggunakan istilah `kesediaan untuk membayar`. Karena itu harus mengubah pola pikir bahwa menjadi berkelanjutan bukan hanya tanggung jawab produsen, tetapi juga menjadi tanggung jawab konsumen," ujarnya.

Darmin lebih lanjut mengatakan untuk bekerja sama tidak hanya untuk mendorong praktik lingkungan di negara produsen tetapi lebih penting juga membantu membiayai praktik berkelanjutan dengan membayar secara premium prosuk yang berkelanjutan.

"Boikot produk seperti yang terjadi dalam kasus Iran, Korea Utara tidak akan menjadi `win-win solution`," katanya.

Ia mengatakan Indonesia telah berhasil meluncurkan inisiatif Biodiesel B-20 tahun 2015. Inisiatif ini merupakan dorongan utama untuk energi campuran, karena sebelumnya Indonesia sangat tergantung membutuhkan sumber energi yang lebih berkelanjutan.

"Adanya permintaan tambahan untuk CPO (minyak kelapa sawit) telah mampu mendongkrak harga harga CPO naik tipis menjadi 565 dolar AS per ton dari 535 dolar AS per ton ketika mulai mengumpulkan retribusi untuk program biodiesel," katanya. (WDY)

Pewarta: Pewarta: I Komang Suparta

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016