Jakarta (Antara Bali) - Dokter Spesialis Anak Konsultan Bidang Infeksi dan Penyakit Tropis dari FKUI Sri Rezeki Hadinegoro menganjurkan parasetamol sebagai jenis obat yang diberikan pada anak yang mengalami demam tinggi sebagai gejala infeksi virus demam berdarah dengue (DBD).

"Khusus untuk demam berdarah, yang paling aman untuk menurunkan demam adalah parasetamol karena jenis obat ini tidak menimbulkan komplikasi," kata Sri yang juga menjabat Guru Besar Divisi Infeksi dan Penyakit Tropis Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM pada sambutan Gerakan Nasional "Bersama Melawan Demam Berdarah" di Jakarta, Kamis.

Sri mengatakan parasetamol direkomendasikan oleh organisasi kesehatan dunia World Health Organization (WHO) untuk penanganan demam pada kasus dengue karena selain tidak berefek samping, parasetamol juga ringan dan tidak merangsang lambung.

Menurutnya, orangtua seringkali panik dalam memberikan obat ketika anak demam dan diduga DBD kemudian memberikan obat penurun panas yang merangsang lambung hingga menyebabkan anak mual dan muntah-muntah.

Selain parasetamol, anak juga perlu minum air putih yang banyak untuk mencegah dehidrasi saat demam atau perlu diberikan infus jika anak tidak bisa menelan cairan.

Sri juga menganjurkan orangtua untuk berwaspada jika anak mengalami demam tinggi lebih dari 38,5 derajat celcius selama tiga hari berturut-turut dan suhu tidak kunjung turun,

"Jika demam belum sembuh memasuki hari ketiga, perlu hati-hati. Tahap selanjutnya 3-4 hari memasuki masa kritis yang bisa terjadi pendarahan dan syok. Kematian biasanya terjadi pada fase ini," ujar Sri.

Untuk penanganan lebih lanjut, orangtua disarankan membawa anak berobat jika demam lebih dari tiga hari atau menunjukkan tanda bahaya, seperti tidak ada perbaikan setelah suhu turun, menolak makan dan minum, muntah terus-menerus, nyeri perut hebat, lemah dan lesu, pucat, kaki dan tangan dingin serta tidak buang air kecil lebih dari 4-6 jam.

Orangtua juga dituntut aktif untuk mengenali perubahan perilaku anak meskipun suhu sudah turun karena ini menandakan masih dalam fase kritis.

"Harus detail memerhatikan anak, misalnya sudah tidak panas tetapi masih loyo, tidak mau main, masih tidak nafsu makan. Anak itu tidak akan bisa mengeluh atau bicara ketika sakit, tapi bisa dilihat dari perubahan perilaku," ujar Sri.(WDY)

Pewarta: Pewarta: Mentari Dwi Gayati

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016