Jakarta (Antara Bali) - Ketua Umum Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) M Riza Damanik menyatakan pengesahan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Nelayan yang sedang dibahas DPR sangat mendesak dilakukan untuk menjawab persoalan kelautan dan perikanan.
"Pengesahan RUU Nelayan tidak saja mendesak, tetapi menjawab tantangan transisi pengelolaan perikanan dan pergaraman kita yang membutuhkan terobosan berbasis masyarakat dan inovasi," kata Riza Damanik, Minggu.
Menurut dia, kualitas kesejahteraan nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam juga dipengaruhi dinamika ekonomi global, perubahan lingkungan, dan akhir-akhir ini sangat rentan terhadap dinamika kebijakan nasional itu sendiri.
Padahal, ia mengingatkan bahwa sebanyak 54 persen dari kebutuhan protein hewani rakyat Indonesia bersumber dari perikanan, di mana 75 persennya adalah hasil tangkapan nelayan kecil.
Namun, lanjutnya, minimalisnya perlindungan dan pemberdayaan terhadap 13 juta pekerja di sektor perikanan, pembudidya ikan, pemasaran, dan pengolahan ikan telah menyebabkan kita tersandera pada pengelolaan perikanan eksploitatif.
Sebelumnya, anggota DPR RI sekaligus Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Jazuli Juwaini menilai Rancangan Undang-Undang Perlindungan Nelayan merupakan langkah strategis dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat pesisir di berbagai daerah di Tanah Air.
"RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam yang masuk dalam Prioritas Prolegnas 2016, adalah hal yang strategis untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat," kata Jazuli Juwaini dalam siaran pers di Jakarta, Rabu (17/2).
Menurut dia, RUU tersebut sangatlah strategis guna memformulasikan kebijakan untuk melindungi, menguatkan, dan memberdayakan nelayan untuk peningkatan kesejahteraan mereka.
Ia berpendapat keberadaan moratorium izin kapal eks asing dan tindak tegas dari KKP pada masa Menteri Susi Pujiastuti terhadap praktek pencurian ikan belum cukup untuk memperbaiki kesejahteraan nelayan skala kecil di Indonesia.
"Terbukti nilai tukar nelayan (NTN) yang masih menjadi indikator kesejahteraan nelayan menunjukkan tren penurunan pada enam bulan terakhir," ujarnya.
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti di Jakarta, Rabu (27/1), menyatakan pembahasan RUU tersebut juga penting dalam membangun strategi pembangunan nasional yang salah satu tujuannya adalah untuk mengentaskan angka kemiskinan yang banyak terdapat di kawasan desa-desa pesisir. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016
"Pengesahan RUU Nelayan tidak saja mendesak, tetapi menjawab tantangan transisi pengelolaan perikanan dan pergaraman kita yang membutuhkan terobosan berbasis masyarakat dan inovasi," kata Riza Damanik, Minggu.
Menurut dia, kualitas kesejahteraan nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam juga dipengaruhi dinamika ekonomi global, perubahan lingkungan, dan akhir-akhir ini sangat rentan terhadap dinamika kebijakan nasional itu sendiri.
Padahal, ia mengingatkan bahwa sebanyak 54 persen dari kebutuhan protein hewani rakyat Indonesia bersumber dari perikanan, di mana 75 persennya adalah hasil tangkapan nelayan kecil.
Namun, lanjutnya, minimalisnya perlindungan dan pemberdayaan terhadap 13 juta pekerja di sektor perikanan, pembudidya ikan, pemasaran, dan pengolahan ikan telah menyebabkan kita tersandera pada pengelolaan perikanan eksploitatif.
Sebelumnya, anggota DPR RI sekaligus Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Jazuli Juwaini menilai Rancangan Undang-Undang Perlindungan Nelayan merupakan langkah strategis dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat pesisir di berbagai daerah di Tanah Air.
"RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam yang masuk dalam Prioritas Prolegnas 2016, adalah hal yang strategis untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat," kata Jazuli Juwaini dalam siaran pers di Jakarta, Rabu (17/2).
Menurut dia, RUU tersebut sangatlah strategis guna memformulasikan kebijakan untuk melindungi, menguatkan, dan memberdayakan nelayan untuk peningkatan kesejahteraan mereka.
Ia berpendapat keberadaan moratorium izin kapal eks asing dan tindak tegas dari KKP pada masa Menteri Susi Pujiastuti terhadap praktek pencurian ikan belum cukup untuk memperbaiki kesejahteraan nelayan skala kecil di Indonesia.
"Terbukti nilai tukar nelayan (NTN) yang masih menjadi indikator kesejahteraan nelayan menunjukkan tren penurunan pada enam bulan terakhir," ujarnya.
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti di Jakarta, Rabu (27/1), menyatakan pembahasan RUU tersebut juga penting dalam membangun strategi pembangunan nasional yang salah satu tujuannya adalah untuk mengentaskan angka kemiskinan yang banyak terdapat di kawasan desa-desa pesisir. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016