Badung (Antara Bali) - Kerajinan kaca yang dirangkai dengan kayu artistik di kawasan Kerobokan, Badung, Bali, terkendala bahan baku, mengingat gamal sudah semakin sulit didapatkan di alam.

"Bahan baku kayu gamal selama ini diperoleh dari pegunungan Buleleng. Sekarang jumlahnya semakin sedikit di alam, mungkin kami beralih ke kayu jati," kata Moh Ihsan, pengelola usaha kerajinan kaca di Kerobokan, Jumat.

Dia mengatakan, usaha kaca yang dirangkai dengan kayu ini sudah dimulai sekitar tiga tahun lalu dan hingga kini masih sedikit pebisnis yang menekuninya.

Sedikitnya pebisnis, dikarenakan di seluruh Bali, hanya ada lima perajin saja yang bisa mengerjakan pembuatan kaca yang dipadukan dengan kayu artistik. Lima perajin ini sebelumnya belajar dari orang Jepang, yang pernah tinggal di Bali.

"Kalau untuk bahan kaca, dulu menggunakan kaca pecah yang dibeli dari toko bangunan. Belakangan sudah semakin didapatkan pecahan kaca, sehingga kami membeli lembaran kaca untuk kemudian dilebur menjadi bahan kerajinan ini," ujar dia.

Proses pembuatan kerajinan, dimulai dengan mencuci kaca, kemudian dioven untuk dilelehkan menjadi kental dan diberi campuran bahan kimia. Usai pencampuran, kaca yang sudah mengental ditaruh di ujung pipa, kemudian ditiup menjadi bentuk yang diinginkan.

Adanya proses peniupan dalam pembuatan kerajinan kaca, membuat hasil produk tidak bisa berbentuk sama persis satu sama lain. Selalu ada sedikit perbedaan, khususnya untuk ukuran produk ketika sudah dingin dan terbentuk.

Selama ini, bentuk kerajinan kaca yang dibuat mayoritas berbentuk gelas, vas bunga, akuarium, tempat lilin atau dekorasi gantung. Harga produk kerajinan antara Rp75 ribu hingga Rp900 ribu.

Untuk mempercantik tampilan, produk kerajinan sengaja diberi warna bervariasi, seperti biru atau hijau muda. Proses pewarnaan diberikan ketika kaca sudah meleleh.

"Produk yang banyak peminatnya, salah satunya adalah gelas putri duyung atau lintah, yang bentuknya berlekuk. Harga gelas ini Rp140 ribu dan biasa digunakan untuk dekorasi," ucap lelaki asal Lombok Tengah ini.

Peminat kerajinan kaca, mayoritas adalah konsumen mancanegara yang berasal dari Australia. Setiap bulan, selalu ada permintaan pengiriman sekitar 60-100 pieces produk berbagai jenis ke Australia.

Menyinggung kendala, Iksan menyebutkan keberadaan gas elpiji ukuran maksimal 100 kg kadang sulit didapatkan. Padahal gas elpiji itu mutlak diperlukan untuk proses pemanasan untuk melelehkan kaca.

"Harga kaca juga selalu naik dari tahun ke tahun. Tapi mau bagaimana lagi, terpaksa harga produk menyesuaikan. Yang penting ada pesanan saja, karena baru-baru sepi ketika ada bom di Jakarta, sempat sepi sebulan penjualan," ujar dia. (WDY)

Pewarta: Pewarta: Tri Vivi Suryani

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016