Negara (Antara Bali) -  Pada hari Rabu (10/2) atau Budha Kliwon wuku Dungulan seluruh umat Hindu di nusantara merayakan Galungan yang kemudian perayaannya dilanjutkan dengan perayaan Kuningan pada sepuluh harinya Sabtu (20/2) atau Saniscara Kliwon wuku Kuningan yang lebih dikenal dengan Tumpek Kuningan.

Menurut lontar Purana Bali Dwipa, disebutkan "Punang aci galungan ika ngawit bu, ka, dungulan sasih kacatur tanggal 25, isaka 804, bangun indra bhuwana ikang bali rajya"  yang artinya perayaan hari suci Galungan pertama adalah pada hari Rabu Kliwo wuku Dungulan sasih kapat tanggal 25 (purnama) Tahun 804 Saka, keadaan Pulau Bali bagaikan Indra Loka.

Dalam rangkaian peringatan Galungan, umat didatangi dan digoda oleh Sang Kala Tiga Wisesa yaitu Sang Bhuta Galungan, Sang Bhuta Dungulan dan Sang Bhuta Amangkurat.

Mereka adalah simbol keangkaraan. Jadi esensinya adalah umat berperang bukanlah melawan musuh secara fisik, tetapi berperang dan berjuang melawan bhuta kala keangkaraan atau adharma yang menggoda umat dengan dharma yang dimiliki umat. Dalam hal inilah Lontar Sundari Gama mengajarkan agar pada hari-hari menjelang Galungan umat hendaknya meneguhkan hati agar jangan sampai terpengaruh oleh bhuta-bhuta hati tersebut.

Bupati Jembrana I Putu Artha, saat ditemui di kediamannya Senin (8/2) menyebutkan, kekuatan dharma yang ada didalam hati dan jiwa umat hendaknya tidak hanya dilaksanakan pada hari Galungan dan Kuningan saja, melainkan diresapi dan dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari.

Artha mengungkapkan, pada hakekatnya Hari Suci Galungan dan Kuningan telah mengumandang di masyarakat sebagai kemenangan dharma melawan adharma. Dalam konteks ini menurut Artha, umat hendaknya mampu introspeksi diri, siapa sesungguhnya jati diri kita.

"Sebab manusia juga sering disebut dewa ya, manusa ya dan bhuta ya yang selalu ada dalam dirinya. Untuk mengetahui hakekat dirinya yang sejati, maka proses pendakian spiritual penting dilakukan seperti halnya dalam Hari Suci Galungan dan Kuningan," katanya.

Menurutnya, dari sebelum  Galungan Kuningan, saat Galungan Kuningan dan setelah Galungan Kuningan, umat tetap teguh dengan kesucian hati dari godaan Sang Kala Tiga Wisesa musuh dalam dirinya, dalam upaya menegakkan dharma dalam diri maupun diluar dirinya.

Sementara itu Wakil Bupati Jembrana I Made Kembang Hartawan menyebutkan, dharma dan adharma itu adalah dua kenyataan yang berbeda (rwa bhineda) yang selalu ada di dunia. Sifat-sifat adharma (bhuta) didalam dirinya dan diluar dirinya di ‘somya’ (lebur) agar menjadi dharma (dewa). Sehingga terjadi keseimbangan agar evolusi di dunia bisa berjalan.

Selain itu baik Bupati Artha maupun Wabup Kembang mengajak seluruh umat Hindu untuk memaknai dan mensyukuri anugerah kekuatan sradha (iman) dan kesucian batin yang diturunkan Ida Sanghyang Widhi Wasa untuk memenangkan dharma melawan adharma.

“ Patutlah kita berterima kasih dengan ketulusan atas anugerah Hyang Widhi yang diberikan kepada kita sehingga mampu merayakan Galungan dan Kuningan dengan baik “ kata Artha.

Di hari yang penuh makna kesucian ini, Artha dan Kembang menyampaikan Selamat merayakan Hari Suci Galungan dan Kuningan kepada seluruh umat Hindu di Bali, khususnya di Jembrana. Mereka mengajak untuk melaksanakan dharma setiap harinya dan senantiasa memohon anugerah kepada Hyang Widhi agar diberikan keselamatan, kedirgayusan, perlindungan dan tuntunan lahir bathin. (GBI)

Pewarta: Pewarta: Gembong Ismadi

Editor : Gembong Ismadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016