Bangli (Antara Bali)- Dalam upaya menyikapi dan sebagai tindak lanjut dari pemberitaan dan beberapa komentar di beberapa media massa tentang pelaksanaan tawur agung ke sanga merupakan Puncal walung, melalui Bagian Kesra Setda Kabupaten Bangli Sabtu (30/1) menggelar acara Paruman Sulinggih Parahito Provinsi Bali. Acara yang di pusatkan di Gedung BMB Setda Kabuapten Bangli di hadiri oleh kurang lebih 20 Sulinggih si Provinsi Bali, Ketua Saba Parahito Bali Ida Padanda Gede Puta Tembau, Ida Peranda Gede Putra Bajing, Yayasan Saba Budaya Hindu Bali Bali Dr. I Gusti Made Ngurah, Parisada Hidu Kabupaten Bangli dan para undangan lainnya dengan nara sumber Pengabih yayasan Saba Budaya bali Gede Narayana.
 
Bupati Bangli dalam sambutannya menyampaikan selamat datang dan apresiasi kepada Para sulinggih yang terhimpun dalam Saba Parahita Bali yang dinaungi oleh yayasan Saba Budaya Bali dimana telah memberi kesempatan pada kabupaten Bangli sebagai tuan rumah dalam penyelenggaraan kegiatan paruman hari ini.

Selaku Pelayan Masyarakat khususnya Kabupaten Bangli dalam menyikapi kondisi yang ada dan isu yang berkembang belakangan ini kaitannya dengan bagaimana pelaksanaan dari kegiatan upacara yang kita kenal dengan tawur agung/tawur kesanga tentunya tidak menjadi sesuatu yang kontroversial, dan secara pribadi juga berharap apa yang menjadi keputusan dalam forum  sulinggih Saba Parahito kali ini dapat menemukan sebuah keputusan yang dapat menjawab daripada kecemasan akan pelaksanaan Tawur kesanga yang notabena masih menajadi perdebatan dibeberapa media dimana pelaksanaan tawur tersebut masih dalam Puncal Walung.

"Sebagai manggala dalam Pemerintahan Kabupaten Bangli tentu akan sangat mendukung apapun yang menjadi keputusan dalam forum hari ini sehingga saat pelaksanaan dalam acara suci yang kita kenal dengan catur brata penyepian tidak lagiterganjal oleh hal-hal yang didak kita harapkan" Harap Dewa Mahendra.
 
Sementara Gede Narayana menyampaikan puncal walung adalah ala ayunya Dewa atau hari disaat pelaksanaan sebuah upacara sedangkan pangalantaka di Bali sudah lumrah dilaksanakan dengan menggunaka perhitungan Cakra Surya.

Pada hakekatnya tawur kasanga adalah sebuah pelasanaan dari kegiatan tutup tahun berdasarkan perhitungan saka, keesokan harinya adalan hari perenungan dengan melaksanakan catur brata penyepian bagi umat hindu di Bali dimana kita mengawali tahun dengan tidak melakukan kegiatan apapun baik itu Amati Karya, Amati Geni, amati Lelungan dan Amati Lelanguan.

Kalau diibaratkan dalam tahun saka adalah satu saka merupakan awal dari terciptanya dunia yang baru karena sebagai bentuk peghargaan kepada alam semesta untuk terbebas dari aktivitas sehingga mengawali tahun secara Hindu berbeda dengan perayaan tahun baru di dunia lainya.

Ditambah lagi kegiatan tawur kasanga yang menjadi perdebatan di media yang nota benenya masih dalam ala ayu Muncal Walung tidaklah menjadi persoalan Karena pada masa lalu juga telah dilaksanakan tawur kasanga pertama di Bali dan karya panca walikrama di Pura Besakih pada tahun 1978 dan seterusnya pada tahun 1989 juga dilaksanakan panca walikrama bertepatan denga tilem kesanga buda kliwon Pahang dan tahun 1994 juga terlaksana sebelum buda kliwon Pahang, seterusnya tahun 2005 dan tahun 2009.

Jadi bisa dikatakan pada pelaksanaan tawur kasanga nanti tidak lagi melihat apa yang disebut puncak walung dan keesokan harinya adalah mengawali tahun baru saka dengan dilaksanakan catur brata penyepian hanya saja saat pelaksanaan pemelastian menyesuaikan kondisi daerah masing-masing.
 
Manggala Paruman Sulinggih Saba Parahito Provinsi Bali Ida Padanda Gede Putra Tembau menyampaikan dalam usia Saba parahito Bali yang saat ini telah berusia kurang lebih 40 tahun dan sudah beberapa kali melaksanakan kegiatan seperti ini dan hari ini kembali dilaksanakan paruman karena dilatar belakangi oleh sesuatu hal yang sangat mendesak dan harus segera di komunikasikan sehingga tidak menjadi polemik berkepanjangan di masyarakat, kaitanya dengan pemberitaan dan perdebatan dibeberapa media massa dalam pelaksanaan tawur agung kasanga yang masih dalam kondisi yang disebut Puncal walung. Menyikapi hal tersebut maka paruman yang kita laksanakan di Kabupaten Bangli meskipun mendadak akan tetapi semangat para sulinggih yang bernaung dalam Saba Parahito Bali sangat memberi respon positif, terbukti dengan kehadiran beliau meski lokasi sangat jauh.

Dari persoalan yang disampaikan dalam paruman tadi dapat di tarik beberapa kesimpulan yaitu berdasarkan apa yang tertuang dalam sastra baik itu lontar Aji Siwa Mandala, Lontar Sundari Gama, Usana Bali Pawarah Batara Dalem ring Aji Kusuma dan masih banyak lainnya di putuskan bahwa pelaksanaan Tawur agung yang jatuh pada tilem Ka Sanga tepatnya tanggal 8 Maret tahun 2016 yang akan datang tetap akan dilaksanakan Tawur Agung /tawur kasanga sesuai dengan apa yang telah terlaksana dari masa lalu.

Hal ini sudah menjadi persetujuan dari para sulinggih yang terhimpun dalam Saba Parahito Bali, yang nantinya akan disampaikan ke Gubernur Bali dan kabupaten Kota se-Bali untuk disosialisasikan kepada masyarakat dan Umat Hindu di Bali.

"Pertimbangan di atas bukan hanya berpatokan pada aspek sastra saja akan tetapi juga ditinjau dari berbagai aspek, baik itu dari segi nilai filosofi dan kesakralan dari angga Sembilan (9) yang menjadi dewata nawasanga dengan angka tertinggi. Sekaligus sebagai pertimbangan bahwa Pelaksanaan Hari raya nyepi sudah tercatat secara nasional, dan umat kita yang di luar bali juga merayakan dihari yang sama sehingga aspek ini tidak bisa diabaikan begitu saja" tambahnya.

Mengenai pelaksanaan pemelastian ini menyesuaikan, dilihat dari sastra seharusnya pemelastian dilaksanakan dipagi hari saat tilem kesanga karena sesuatu hal ini tidak bias dilkukan seharian maka dapat dilakukan pada H-2, H-1 dan banyak juga yang melakukan pada pagi hari seperti Klungkung, ada juga yang melakukan setelah Hari raya Nyepi. Itu tidak menjadi persoalan selama sesuai dengan apa yang menjadi aturan desa kala patra. (*)

Pewarta:

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016