Denpasar (Antara Bali)- Penyerangan sekelompok organisasi masyarakat atau ormas sehingga terjadi keributan mencekam masih membekas di antara korban luka yang selamat, bahkan mereka kini trauma pascakejadian berdarah, dan berharap semua pelaku dihukum seberat-beratnya.

Ferdian, seorang korban selamat saat peristiwa berdarah 17 Desember 2015, di Denpasar, Selasa, mengakui dirinya diserang oleh segerombolan ormas dengan samurai dan sempat berusaha lari sampai kawasan Puri Mas.

Namun mereka dikeroyok ditendang dan kepalanya dipukul dengan kayu dan besi, sehingga luka di kepala dan mengalami luka tebas di tangan.

"Saya tidak tahu diserang tiba-tiba. Banyak yang pada lari sembunyi karena memakai baju hitam ormas tiba-tiba dikeroyok usai pulang menengok teman di Lapas Kerobokan. Sekarang saya trauma akibat musibah ini. Saya harap pelaku bisa ditangkap semua dan dihukum seberat-beratnya," katanya.

Begitu juga saksi korban yang diserang sekelompok ormas yang selamat lainnya bernama Dewa Kadek menjelaskan bahwa saat kejadian di Jalan Teuku Umar dirinya baru saja usai datang dari menenggok teman di LP Kerobokan dan pulangnya melewati Jalan Teuku Umar bertemu gerombolan ormas sekitar lima mobil dan beberapa ormas memakai sepeda motor.

"Mereka langsung menabrak saya dan karena saya direbut tiga orang tangan saya luka karena menangkis pedang samurai. Untung saya ketemu gang dan bisa lari meskipun sempat dikejar sampai 20 meter akhirnya bisa lolos dari kejaran oknum ormas tersebut. Kita tidak bisa melawan jika diserang mendadak," kata Kadek menuturkan.

"Kita hanya memakai baju ormas dan tidak membawa senjata apapun. Mereka turun dari mobil dan menyerbu. Saat itu ada yang tewas dua orang dan luka-luka sekitar tujuh orang," ujarnya.

Sementara itu, paman korban yang tewas dibantai sekelompok orang (ormas) yakni Putu Sumariana alias Robot, I Made Suwenta didampingi kakak sepupu korban Nyoman Yudiarta mengaku saat itu perasaannya sangat terkejut karena beritanya sangat mendadak.

Kini, pihak keluarga mengharapkan pelaku dihukum seberat-beratnya, sebab korban laki-laki yang merupakan satu-satunya tanpa punya orang tua yang menghidupi kedua adiknya.

"Katanya sore itu ada titipan tahanan di LP, saat itu Robot disuruh menjemput ke depan pada saat itu malah diserang secara membabi buta," kata Yudiarta.

Begitu juga mengakuan I Made Landra selaku paman korban tewas, yaitu Made Mertayasa alias Donal (28) mewakili keluarga menuntut agar para pelaku dihukum seberat-beratnya dan bila perlu dihukum mati karena menghilangkan nyawa orang lain.

"Apalagi anak satu-satunya, Sampai ayahnya mau bakar rumahnya. Mau dikasi siapa rumahnya sekarang dan mereka menangis terus. Saya hanya bisa berdoa agar Robot bisa mendapat tempat yang layak. Saya kasian menantu saya, belum punya anak sudah ditinggal baru setengah tahun menikah. Uang bisa dicari tapi anak tidak bisa dicari," ujarnya dengan berlinang airmata.

Kesedihan yang sama juga dirasakan istri korban bernama Made Widia Astuti. Ia kini hanya berharap agar semua pelaku pembunuhan saat penyerangan itu bisa diganjar dengan hukuman berat.

"Siapa saja yang bunuh suami saya, saya ingin mereka semua dihukum seberat-beratnya. Saya hanya meminta itu. Dan berharap aparat hukum adil memberi sanksi pelaku," katanya.(I020)

Pewarta: Pewarta : I Komang Suparta

Editor : I Komang Suparta


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016