Denpasar (Antara Bali) - Paguyuban Merah Putih Bali (PMPB) mendorong pemerintah melalui badan usaha milik desa (Bumdes) membangun bisnis Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) yang pemanfaatannya digunakan sendiri oleh masyarakat dan atau dijual kepada PLN.
"Daya listrik PLTS dapat menjadi komoditas ekonomi kerakyatan, usaha rakyat di tingkat desa dan kabupaten dalam format Bumdes dan badan usaha milik daerah," kata Ketua Dewan Pembina PMPB, Putera Astaman dalam sebuah diskusi terkait daya listrik PLTS di Denpasar, Selasa.
Menurut dia, Indonesia yang memiliki iklam tropis dengan cuaca panas yang cukup panjang menjadi sumber daya utama dalam PLTS yang melimpah di seluruh pelosok Tanah Air.
Apalagi, lanjut dia, melalui Peraturan Menteri ESDM Nomor 17 tahun 2003 tentang Pembelian Tenaga Listrik oleh PLN ditetapkan patokan harga tertinggi (Feed in tarif) sebesar 25 sen dolar AS per kwh.
Sementara itu terkait penyediaan sarana dan prasarana PLTS, Putera mengklaim alokasi anggaran tersebut tidak akan mengganggu APBD daerah karena mengandalkan LPD untuk pembangunan satu unit PLTS dengan daya yang dihasilkan sebesar seperempat megawatt menelan biaya investasi sekitar Rp5 miliar.
"Saya sudah cek, tidak usah mengganggu APBD, cukup sampai LPD saja. Desa itu diuntungkan. Lima tahun, sudah kembali (modal). Sudah ada hitung-hitungannya," ucapnya.
Putera lebih lanjut menghitung, bila 400 desa di Bali saja membangun PLTS dengan masing-masing kapasitas sebesar 0,25 megawatt maka akan dihasilkan listrik sebesar 100 megawatt dengan total nilai penjualan mencapai sekitar Rp40 miliar per bulan.
Putera menyatakan bahwa PLTS di Indonesia masih jauh tertinggal dibandingkan negara di Asia bahkan untuk negara yang rata-rata tidak memiliki musim panas panjang, telah melampaui pembangunan PLTS.
Ia menyontohkan Jepang telah memiliki kapasitas PLTS sebesar 23.300 megawatt, Jerman sebear 25.000 megawatt, Thailand sebesar 2.500-2.800 megawatt sedangkan Indonesia baru mencapai 142 megawatt.
Nilai pembelian daya listrik oleh pemerintah yang ditetapkan sebesar 25 sen dolar AS, kata dia, juga dinilai masih rendah dibandingkan negara lain.
"Thailand sebesar 27 sen dolar AS, Malaysia sebesr 33 sen dolar AS, Filipina 48 sen dolar AS dan negara lain umunya lebih tinggi dari 25 sen dolar AS." imbuhnya.
Ia mengharapkan dengan peluang itu, Bali menjadi contoh dan teladan bagi daerah lain.
"Desa dengan Bumdes-nya berberak bisnis PLTS. Ini diharapkan sebagai embrio gerakan nasional membangun PLTS," katanya.(WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016
"Daya listrik PLTS dapat menjadi komoditas ekonomi kerakyatan, usaha rakyat di tingkat desa dan kabupaten dalam format Bumdes dan badan usaha milik daerah," kata Ketua Dewan Pembina PMPB, Putera Astaman dalam sebuah diskusi terkait daya listrik PLTS di Denpasar, Selasa.
Menurut dia, Indonesia yang memiliki iklam tropis dengan cuaca panas yang cukup panjang menjadi sumber daya utama dalam PLTS yang melimpah di seluruh pelosok Tanah Air.
Apalagi, lanjut dia, melalui Peraturan Menteri ESDM Nomor 17 tahun 2003 tentang Pembelian Tenaga Listrik oleh PLN ditetapkan patokan harga tertinggi (Feed in tarif) sebesar 25 sen dolar AS per kwh.
Sementara itu terkait penyediaan sarana dan prasarana PLTS, Putera mengklaim alokasi anggaran tersebut tidak akan mengganggu APBD daerah karena mengandalkan LPD untuk pembangunan satu unit PLTS dengan daya yang dihasilkan sebesar seperempat megawatt menelan biaya investasi sekitar Rp5 miliar.
"Saya sudah cek, tidak usah mengganggu APBD, cukup sampai LPD saja. Desa itu diuntungkan. Lima tahun, sudah kembali (modal). Sudah ada hitung-hitungannya," ucapnya.
Putera lebih lanjut menghitung, bila 400 desa di Bali saja membangun PLTS dengan masing-masing kapasitas sebesar 0,25 megawatt maka akan dihasilkan listrik sebesar 100 megawatt dengan total nilai penjualan mencapai sekitar Rp40 miliar per bulan.
Putera menyatakan bahwa PLTS di Indonesia masih jauh tertinggal dibandingkan negara di Asia bahkan untuk negara yang rata-rata tidak memiliki musim panas panjang, telah melampaui pembangunan PLTS.
Ia menyontohkan Jepang telah memiliki kapasitas PLTS sebesar 23.300 megawatt, Jerman sebear 25.000 megawatt, Thailand sebesar 2.500-2.800 megawatt sedangkan Indonesia baru mencapai 142 megawatt.
Nilai pembelian daya listrik oleh pemerintah yang ditetapkan sebesar 25 sen dolar AS, kata dia, juga dinilai masih rendah dibandingkan negara lain.
"Thailand sebesar 27 sen dolar AS, Malaysia sebesr 33 sen dolar AS, Filipina 48 sen dolar AS dan negara lain umunya lebih tinggi dari 25 sen dolar AS." imbuhnya.
Ia mengharapkan dengan peluang itu, Bali menjadi contoh dan teladan bagi daerah lain.
"Desa dengan Bumdes-nya berberak bisnis PLTS. Ini diharapkan sebagai embrio gerakan nasional membangun PLTS," katanya.(WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016