Gianyar (Antara Bali) - Pelukis dan fotografer Mario Blanco melestarikan satwa langka jalak bali (Leucopsar rothschildi) di lingkungan Museum Antonia Blanco yang terletak di Campuhan, Desa Sayan, Ubud, Gianyar, Bali.
"Penampilan burung ini sangat memukau dan pada awal tahun 2000-an, jalak bali sangat langka ditemui di habitatnya, yakni Taman Nasional Bali Barat. Kondisi ini membuat saya tertarik melestarikannya," kata Mario Blanco di Ubud, Kamis.
Sampai suatu ketika, ada orang Jerman yang berhasil menangkarkan burung itu, kemudian menjual hasil tangkarannya kepada kenalannya dari Jepang. Pihak orang dari Jepang itu yang kemudian membawa kembali burung itu ke Indonesia hingga berkembang sampai sekarang.
Dikatakan Mario, delapan tahun lalu dirinya membeli burung itu dengan harga Rp45 juta/pasang. Mario kemudian mendapatkan kembali dua pasang jalak bali dengan cara membarter dengan lukisan.
Belakangan harga jalak bali sudah turun, dikarenakan sudah ada penangkar yang berhasil mengembangbiakkan dalam jumlah banyak dan berhasil menekan harga jalak bali dengan harga Rp12,5 juta/pasang. Penekanan harga ini dilakukan dengan harapan tidak ada lagi pencurian burung jalak bali di habitatnya.
"Kalau berdasar persepektif saya, lebih baik hukuman bagi pencuri burung di alam bebas itu ditinggikan agar ada efek jera. Dan biar saja harga jalak bali tetap tinggi, agar burung itu tetap eksklusif. Kalau harganya mahal, tentu burung itu lebih dihargai orang," kata Mario.
Dikatakannya, pemeliharaan burung jalak bali itu tidak menuntut perawatan yang rumit. Kandang yang disediakan bisa berukuran 2x2 m atau 1x1 m sudah cukup memadai dengan pakan pelet, pisang kepok dan jangkrik, jika burung memasuki usia siap kawin.
Keintensifan pemeliharaan satwa ini, membuat jalak bali di lingkungan museum kian bertambah jumlahnya, hingga kini mencapai 250 ekor. Keberhasilan penangkaran ini membuat burung-burung peliharaan Mario banyak dilirik hobis burung langka.
Namun, Mario dengan teguh bersikap untuk tidak memperjualbelikan, melainkan menerapkan sistem adopsi, sehingga yang berminat pada burung jalak bali peliharaannya otomatis akan menjadi bapak angkat dan mesti memenuhi beberapa persyaratan yang ditetapkan Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA).
"Saya berharap suatu hari nanti akan melepasliarkan burung-burung di alam. Nantinya pepohonan di lingkungan Ubud akan menjadi habitat satwa itu untuk tumbuh dan berkembang," ucapnya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016
"Penampilan burung ini sangat memukau dan pada awal tahun 2000-an, jalak bali sangat langka ditemui di habitatnya, yakni Taman Nasional Bali Barat. Kondisi ini membuat saya tertarik melestarikannya," kata Mario Blanco di Ubud, Kamis.
Sampai suatu ketika, ada orang Jerman yang berhasil menangkarkan burung itu, kemudian menjual hasil tangkarannya kepada kenalannya dari Jepang. Pihak orang dari Jepang itu yang kemudian membawa kembali burung itu ke Indonesia hingga berkembang sampai sekarang.
Dikatakan Mario, delapan tahun lalu dirinya membeli burung itu dengan harga Rp45 juta/pasang. Mario kemudian mendapatkan kembali dua pasang jalak bali dengan cara membarter dengan lukisan.
Belakangan harga jalak bali sudah turun, dikarenakan sudah ada penangkar yang berhasil mengembangbiakkan dalam jumlah banyak dan berhasil menekan harga jalak bali dengan harga Rp12,5 juta/pasang. Penekanan harga ini dilakukan dengan harapan tidak ada lagi pencurian burung jalak bali di habitatnya.
"Kalau berdasar persepektif saya, lebih baik hukuman bagi pencuri burung di alam bebas itu ditinggikan agar ada efek jera. Dan biar saja harga jalak bali tetap tinggi, agar burung itu tetap eksklusif. Kalau harganya mahal, tentu burung itu lebih dihargai orang," kata Mario.
Dikatakannya, pemeliharaan burung jalak bali itu tidak menuntut perawatan yang rumit. Kandang yang disediakan bisa berukuran 2x2 m atau 1x1 m sudah cukup memadai dengan pakan pelet, pisang kepok dan jangkrik, jika burung memasuki usia siap kawin.
Keintensifan pemeliharaan satwa ini, membuat jalak bali di lingkungan museum kian bertambah jumlahnya, hingga kini mencapai 250 ekor. Keberhasilan penangkaran ini membuat burung-burung peliharaan Mario banyak dilirik hobis burung langka.
Namun, Mario dengan teguh bersikap untuk tidak memperjualbelikan, melainkan menerapkan sistem adopsi, sehingga yang berminat pada burung jalak bali peliharaannya otomatis akan menjadi bapak angkat dan mesti memenuhi beberapa persyaratan yang ditetapkan Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA).
"Saya berharap suatu hari nanti akan melepasliarkan burung-burung di alam. Nantinya pepohonan di lingkungan Ubud akan menjadi habitat satwa itu untuk tumbuh dan berkembang," ucapnya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016