Denpasar (Antara Bali) - PT Bali Sri Organik (BSO) menggalang kerja sama dengan ekowisata di kawasan Subak Sembung, Peguyangan, Kota Denpasar, untuk menciptakan dan memberdayakan petani organik di wilayah setempat.
"Pemberdayaan ini bertujuan untuk meningkatkan harkat dan martabat petani Indonesia, khususnya di Bali. Program pemberdayaan dengan petani yang tergabung di ekowisata sudah berjalan setahun terakhir dan sudah mengalami masa panen. Hasil panen padi organik amat memuaskan dan lebih sehat dikonsumsi," kata IB Gede Arsana di Denpasar, Selasa.
Dia melanjutkan, dalam pemberdayaan itu, petani diedukasi bertanam padi dengan metode `system of rice intensification` (SRI). Petani yang diajak kerja sama berjumlah 23 orang pada lahan seluas 2,45 hektare, dengan penerapan budidaya yang benar.
"Bertani secara organik ini sudah ada sejak zaman Majapahit, dan memang sudah waktunya kita menjaga ibu pertiwi. Menjaga lingkungan dengan cara bertani secara organik," ujar lelaki yang akrab dipanggil Gusde.
Bertani secara organik akan menghasilkan produk pertanian yang sehat dan berkualitas bagi semua kalangan masyarakat. Sekaligus untuk meningkatkan harkat dan martabat petani di Indonesia.
Petani, lanjutnya, bisa diartikan sebagai pembela tanah air Indonesia. Sejak dulu petani sering dilihat sebagai kaum termarjinalkan, padahal perannya luar biasa bagi ketahanan pangan di Indonesia.
"Metode bertanam organik dilakukan dengan memaksimalkan perakaran tanaman. Tanah pun diberi `makanan` dengan pupuk organik," ucap dia.
Dikatakan Gusde, apabila petani bekerja sama dengan PT BSO dalam penanaman padi organik, maka akan disediakan bibit padi unggul. Tenaga kerja petani akan diberikan pendamping untuk meminimalisir kegagalan pertanian.
Ketika panen, maka dibeli PT BSO dalam bentuk gabah kering panen. Harganya Rp5 ribu - Rp6 ribu per kilogram. Kalau sampai paceklik harga gabah dapat mencapai Rp7 ribu per kilogram.
"Kami harap suatu saat bisa menjadikan Bali yang berarti bantu ayah lindungi ibu. Ayah bermakna angkasa,sedang ibu diartikan pertiwi, tanah dan air, sehingga Bali bisa menjadi Organic Island," ujarnya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015
"Pemberdayaan ini bertujuan untuk meningkatkan harkat dan martabat petani Indonesia, khususnya di Bali. Program pemberdayaan dengan petani yang tergabung di ekowisata sudah berjalan setahun terakhir dan sudah mengalami masa panen. Hasil panen padi organik amat memuaskan dan lebih sehat dikonsumsi," kata IB Gede Arsana di Denpasar, Selasa.
Dia melanjutkan, dalam pemberdayaan itu, petani diedukasi bertanam padi dengan metode `system of rice intensification` (SRI). Petani yang diajak kerja sama berjumlah 23 orang pada lahan seluas 2,45 hektare, dengan penerapan budidaya yang benar.
"Bertani secara organik ini sudah ada sejak zaman Majapahit, dan memang sudah waktunya kita menjaga ibu pertiwi. Menjaga lingkungan dengan cara bertani secara organik," ujar lelaki yang akrab dipanggil Gusde.
Bertani secara organik akan menghasilkan produk pertanian yang sehat dan berkualitas bagi semua kalangan masyarakat. Sekaligus untuk meningkatkan harkat dan martabat petani di Indonesia.
Petani, lanjutnya, bisa diartikan sebagai pembela tanah air Indonesia. Sejak dulu petani sering dilihat sebagai kaum termarjinalkan, padahal perannya luar biasa bagi ketahanan pangan di Indonesia.
"Metode bertanam organik dilakukan dengan memaksimalkan perakaran tanaman. Tanah pun diberi `makanan` dengan pupuk organik," ucap dia.
Dikatakan Gusde, apabila petani bekerja sama dengan PT BSO dalam penanaman padi organik, maka akan disediakan bibit padi unggul. Tenaga kerja petani akan diberikan pendamping untuk meminimalisir kegagalan pertanian.
Ketika panen, maka dibeli PT BSO dalam bentuk gabah kering panen. Harganya Rp5 ribu - Rp6 ribu per kilogram. Kalau sampai paceklik harga gabah dapat mencapai Rp7 ribu per kilogram.
"Kami harap suatu saat bisa menjadikan Bali yang berarti bantu ayah lindungi ibu. Ayah bermakna angkasa,sedang ibu diartikan pertiwi, tanah dan air, sehingga Bali bisa menjadi Organic Island," ujarnya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015