Denpasar (Antara Bali) - Kantor Bantuan Hukum Bhakti Yustitia Denpasar dideklarasikan dalam upaya memberikan bantuan hukum kepada masyarakat, termasuk juga keluarga TNI yang mendapat masalah dengan hukum dan peradilan.

Ketua Persatuan Purnawirawan Angkatan Darat (PPAD) Bali sekaligus Ketua Pembina Bantuan Hukum Bhakti Yustitia, Pande Made Latra di sela acara deklarasi kantor bantuan tersebut di Denpasar, Selasa mengatakan pembentukan Kantor Bantuan Hukum Bhakti Yustitia (BHBY) bertujuan untuk memberikan bantuan kepada masyarakat umum, bukan semata-mata untuk kepentingan pensiunan TNI.

Ia menyebutkan dari 16 perkara yang ditangani, delapan di antaranya dari masyarakat umum. Khususnya kasus-kasus tanah di Bali.

Pande Made Latra menegaskan berharap dimasa mendatang PPAD semakin konsisten menjamin tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Ia mengatakan selama enam tahun memimpin PPAD, banyak para pensiunan TNI AD masih mengabdikan hidupnya di berbagai organisasi, termasuk terlibat di dalam politik praktis.

"Saya melihat banyak pensiunan TNI terlibat politik praktis," kata Made Latra yang juga mantan Bupati Badung dua periode itu.

Pande Made Latra berharap TNI sesuai dengan UU tidak dibenarkan berpolitik praktis tetapi pihaknya sebagai keluarga besar TNI tetap mengharapkan keberadaan TNI di atas segala-galanya. Dalam artian, netralitas TNI harus dipertahankan.

Ia menjelaskan, Bantuan Hukum Bhakti Yustitia didukung oleh tujuh pengacara, yakni I Dewa Putu Mertha SH, I Gusti Ngurah Made Arya SH, Gusti Ayu Ketut Sariani SH, I Made Wijaya SH, I Ketut Nurja SH, I Wayan Sugiarta SH dan I Wayan Suniata SH.

Pande Made Latra menambahkan, saat ini banyak peraturan perundang-undangan bertentangan dengan pelaksanaan di lapangan. Ini akan menyulitkan pemerintah dan rakyat itu sendiri.

Hal itu terbukti banyak Perda yang belum disahkan karena masih diaudit. Ini membuktikan hukum itu belum tuntas semua.

Bahkan Pande Made Latra mempertanyakan, apakah itu latar belakang kepentingan politik ansih, tidak berpikir untuk negara.

"Nah itulah yang kita pikirkan sekarang melalui lembaga bantuan hukum ini," ujar pria asal Desa Beng, Kabupaten Gianyar.

Made Latra lebih lanjut mengatakan pihaknya sebagai pensiunan tentara berharap hukum itu pada suatu saat tetap. Dia juga menyebut MPR pernah mengeluarkan keputusan tentang empat pilar.

Sementara Pande Made Latra mengaku tahu persis Pancasila itu Dasar Negara. Tidak mungkin harus dijadikan pilar. Kalau Pancasila itu dianggap seperti tiang maka suatu saat bisa digusur atau rubuh.

"Kalau hal ini berlanjut maka akan menyulitkan kita. Tetapi saya bersyukur Mahkamah Konstitusi (MK) sudah menganulir keputusan itu," katanya. (WDY)

Pewarta: Pewarta: I Komang Suparta

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015