Amlapura (Antara Bali) - Jasad Ir Putu Sudarsana (44), pengusaha warga Jalan Tukad Batanghari XI No.II A Denpasar yang dibunuh oleh sopirnya akhirnya ditemukan dan berhasil diangkat dari dalam "septictank" atau cubluk di Karangasem.

Polisi menemukan dan berhasil memngangkat mayat Sudarsana dari cubluk penampung kotoran sedalam enam meter itu, Kamis menjelang subuh, setelah melakukan penggalian sejak malam harinya.

"Pembunuhan itu dilakukan oleh sopir korban, tersangka I Komang Sadia alias Ucil alias Brono (22), asal Banjar Manik, Desa Muncan, Kecamatan Selat," kata Kasat Reskrim Polres Karangngasem AKP Made Mundra, SH.

Saat dikonfirmasi setelah menemukan jasad korban, ia mengatakan bahwa pembunuhan terhadap Sudarsana dilakukan terencana pada Senin (25/10) siang di dalam kamar rumah pelaku di Banjar Manik, Muncan, menggunakan sebatang kayu jambu.

Ia menjelaskan, sebelum korban ditemukan dikubur di dalam cubluk di rumah paman pelaku, I Ketut Miasih, tersangka Ucil pada Selasa (26/10) sempat ikut mengantarkan istri korban, Ni Kadek Susi Widiastuti, melapor ke Mapolsek Karangasem.

Laporan itu menyebutkan bahwa Sudarsana tidak pulang ke rumah setelah berangkat mengambil uang penjualan truk ke rumah Ucil di Banjar Manik, Muncan tersebut.

Berdasarkan laporan tersebut, jelas Mundra, polisi mulai melakukan penyelidikan. Orang yang sempat berhubungan dengan korban langsung dimintai keterangan.

"Kami dari awal langsung mencurigai Sadia alias Ucil. Kecurigaan kami tersebut cukup beralasan karena pelaku adalah orang terakhir yang bertemu korban," ujarnya.

Namun saat dimintai keterangan, Ucil sempat berkilah. Bahkan dia mengaku sempat menawari untuk mengantarkan Sudarsana pulang ke rumahnya di Denpasar. "Namun kami tidak kehilangan akal, hingga akhirnya pelaku mengakui telah membunuh bosnya itu di kamar rumahnya," kata Mundra.

Kepada penyidik di Mapolres Karangasem, pelaku mengaku membunuh lantaran sakit hati terhadap bosnya itu yang menjual mobil truk Toyota New Dyna 130 HT yang biasa dikemudikannya.

"Tersangka mengakui bahwa kayu yang digunakan untuk membunuh Sudarsana sudah disiapkan dan disimpan di bawah kasur di tempat tidur kamar rumahnya," ucapnya.

Menurut pengakuan pelaku, kata Mundra, truk milik korban berhasil dijual kepada Ketut Agus Suratna dan Wayan Nemu Antara pada Sabtu (23/10).

Harga jual-beli disepakati Rp180 juta, namun uang muka tanda jadi yang dibayarkan oleh pihak pembeli baru Rp50 juta. Sisanya dijanjikan dibayar pada Senin (25/10).

Pelaku yang sudah merencanakan niat untuk membunuh sejak lama, begitu jatuh tempo pembayaran langsung menuju rumah pembelinya dan mengambil sisa uang penjualan truk tersebut.

Siang harinya, jelas Mundra, korban Sudarsana langsung menuju rumah pelaku untuk mengambil uang penjualan mobil truknya. Sebelum masuk rumah, korban sempat mandi di kamar mandi di depan rumah pelaku. Sementara pelaku sudah masuk rumah lebih dulu.

Ia menyebutkan, usai mandi, korban Sudarsana langsung masuk ke kamar pelaku untuk mengambil uang. Saat menghitung uang di dalam kamar, tiba-tiba kepala belakangnya dipukul dengan kayu oleh pelaku.

"Begitu menoleh, pelaku kembali memukul kepala sampingnya hingga setengah sadar. Untuk meyakinkan korbannya sudah tewas, pelaku kembali memukul kemaluan korban," ucap Mundra.

Dijelaskan, setelah yakin korbannya tewas, pelaku langsung menggulungnya menggunakan karpet berwarna hijau yang menjadi alas duduk. Untuk menghilangkan jejak pembunuhan tersebut, pelaku menyewa sebuah mobil Avanza di wilayah Sanur.

Mayat korban sempat hendak dibuang ke Desa Pula Sari, Kecamatan Bangli namun batal. Mobil yang digunakan mengangkut mayat korban kembali dibelokkan ke rumah paman tersangka di Muncan.

Kebetulan, di rumah paman tersangka ada "spiteng" atau cubluk sedalam enam meter. "Menurut pengakuan tersangka, mayat Sudarsana diangkatnya sendiri tanpa ada yang membantu," ujar Mundra.

Tersangka pelaku juga mengubur kasur miliknya yang banyak bercak darah, termasuk selimut dan barang lainnya.

Tidak ketinggalan, sepeda motor yang digunakan korban juga ikut dicemplungkan ke dalam spiteng atau cubluk itu.

Sementara Miasih, mengaku tidak tahu kalau yang dibuang ke spiteng itu mayat Sudarsana. Orang tua pelaku adalah I Ketut Dudun (52). "Setelah mayat dibuang, barulah spiteng tersebut ditutup dengan adukan semen, sehingga agak sulit membongkarnya," tambah Mundra.(*)

Pewarta:

Editor : Masuki


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2010