Jakarta (Antara Bali) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum membuka penyidikan dugaan korupsi di PT Pelindo II (Persero) dan masih dalam tahap pengumpulan bahan dan keterangan.
"Memang KPK pernah menerima laporan pengaduan terkaitan dengan Pelindo II. Dalam proses itu oleh KPK ditindaklanjut, sampai hari ini saya belum tahu apakah yang ditangani Barekrim Pelindo II itu sama dengan pengaduan yang tahun lalu," kata Pelaksana Tugas (Plt) Wakil Ketua KPK Johan Budi Sapto Pribowo di gedung KPK Jakarta, Jumat.
Menurut Johan, laporan pengaduan yang diterima KPK berbeda dengan kasus yang saat ini diusut Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri. "Iya masih Pulbaket (pengumpulan bahan dan keterangan). Kalau yang saya tahu di dalam Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang disampaikan oleh Bareskrim itu pengadaan 'mobile crane' di Pelindo II, kalau tidak salah tahun 2012," jelas Johan.
Namun Johan tidak menjelaskan mengenai laporan pengaduan terkait Pelindo di KPK. "Nah itu tadi kan saya mau cek dulu," tambah Johan singkat.
Kabareskrim Polri Komisaris Jenderal (Komjen) Pol Anang Iskandar yang mendatangi KPK pada hari ini juga enggan mengungkapkan perkembangan kasus yang ditangani Bareskrim Polri tersebut. "Iya masih dalam proses, pokoknya sekarang masih dalam proses," kata Anang di gedung KPK.
Ia pun tidak menjawab mengenai siapa tersangka dalam kasus tersebut. "Masih dalam proses, kan itu baru," tambah Anang singkat.
KPK sebelumnya sudah menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan dugaan korupsi PT Pelindo II oleh Bareskrim Polri. Johan mengatakan SPDP itu merupakan pemberitahuan resmi baik oleh Polri maupun Kejaksaan kepada KPK akan dimulainya penyidikan sebuah perkara sejak 2 September lalu. Penyidik Bareskrim pada 28 Agustus 2015 sudah menggeledah kantor Pelindo II di Tanjung Priok.
Berdasarkan Laporan Polisi Nomor LP-A/1000VIII/2015/BARESKRIM/Tanggal 27 Agustus 2015, semestinya "mobile crane" yang dipesan 2012 dengan anggaran senilai Rp45 miliar itu seharusnya dikirimkan ke sejumlah pelabuhan seperti Bengkulu, Jambi, Teluk Bayur, Palembang, Banten, Panjang dan Pontianak. Namun sampai saat ini, "mobile crane" tersebut belum dikirim, dan setelah diselidiki ternyata pelabuhan tersebut tidak membutuhkan barang itu sehingga menimbulkan dugaan korupsi senilai Rp63,5 miliar. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015
"Memang KPK pernah menerima laporan pengaduan terkaitan dengan Pelindo II. Dalam proses itu oleh KPK ditindaklanjut, sampai hari ini saya belum tahu apakah yang ditangani Barekrim Pelindo II itu sama dengan pengaduan yang tahun lalu," kata Pelaksana Tugas (Plt) Wakil Ketua KPK Johan Budi Sapto Pribowo di gedung KPK Jakarta, Jumat.
Menurut Johan, laporan pengaduan yang diterima KPK berbeda dengan kasus yang saat ini diusut Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri. "Iya masih Pulbaket (pengumpulan bahan dan keterangan). Kalau yang saya tahu di dalam Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang disampaikan oleh Bareskrim itu pengadaan 'mobile crane' di Pelindo II, kalau tidak salah tahun 2012," jelas Johan.
Namun Johan tidak menjelaskan mengenai laporan pengaduan terkait Pelindo di KPK. "Nah itu tadi kan saya mau cek dulu," tambah Johan singkat.
Kabareskrim Polri Komisaris Jenderal (Komjen) Pol Anang Iskandar yang mendatangi KPK pada hari ini juga enggan mengungkapkan perkembangan kasus yang ditangani Bareskrim Polri tersebut. "Iya masih dalam proses, pokoknya sekarang masih dalam proses," kata Anang di gedung KPK.
Ia pun tidak menjawab mengenai siapa tersangka dalam kasus tersebut. "Masih dalam proses, kan itu baru," tambah Anang singkat.
KPK sebelumnya sudah menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan dugaan korupsi PT Pelindo II oleh Bareskrim Polri. Johan mengatakan SPDP itu merupakan pemberitahuan resmi baik oleh Polri maupun Kejaksaan kepada KPK akan dimulainya penyidikan sebuah perkara sejak 2 September lalu. Penyidik Bareskrim pada 28 Agustus 2015 sudah menggeledah kantor Pelindo II di Tanjung Priok.
Berdasarkan Laporan Polisi Nomor LP-A/1000VIII/2015/BARESKRIM/Tanggal 27 Agustus 2015, semestinya "mobile crane" yang dipesan 2012 dengan anggaran senilai Rp45 miliar itu seharusnya dikirimkan ke sejumlah pelabuhan seperti Bengkulu, Jambi, Teluk Bayur, Palembang, Banten, Panjang dan Pontianak. Namun sampai saat ini, "mobile crane" tersebut belum dikirim, dan setelah diselidiki ternyata pelabuhan tersebut tidak membutuhkan barang itu sehingga menimbulkan dugaan korupsi senilai Rp63,5 miliar. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015