Denpasar (Antara Bali) - Kabupaten Karangasem menjadi sentra pengembangan produksi cabai rawit, karena daerah itu mampu menghasilkan 12.260 ton atau 43,12 persen dari total produksi cabai rawit di Bali sebanyak 28.440 ton selama tahun 2014.

"Produksi cabai rawit di Bali itu meningkat sebesar 39,24 persen atau 8.010 ton dibandingkan tahun sebelumnya tercatat 20.430 ton," kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali Panasunan Siregar di Denpasar, Sabtu.

Ia mengatakan, Bali menghasilkan cabai rawit dalam bentuk buah segar dengan tangkai berupa cabai merah dan cabai hijau untuk memenuhi kebutuhan pasar yang menjadi konsumsi masyarakat setempat.

Kabupaten Karangasem mampu memberikan andil terbesar dalam produksi cabai rawit disusul posisi kedua ditempati Kabupaten Klungkung yang menghasilkan 8.070 ton atau kontribusi 28,37 persen dari total produksi cabai rawit Bali secara keseluruhan.

Posisi terbesar ketiga oleh Kabupaten Buleleng menghasilkan sebanyak 4.960 ton atau kontribusi 17,44 persen dari total produksi cabai rawit secara keseluruhan.

Sedangkan lima kabupaten lainnya yang meliputi Jembrana, Tabanan, Badung, Gianyar dan Bangli secara keseluruhan menghasilkan 3.150 ton dengan kontribusi 11,07 persen.

Panasunan Siregar menjelaskan, hanya Kota Denpasar yang sama sekali tidak memproduksi cabai rawit.

Peningkatan produksi cabai rawit dalam stahun terakhir (2013-2014) terjadi di Kabupaten Klungkung sebesar 3.790 ton(88,43 persen), Karangasem 3.260 ton (36,17 persen), Bangli 1.020 ton (197,54 persen) dan Badung 461 ton (443,70 persen).

Panasunan Siregar menambahkan, Bali juga memproduksi cabai besar sebanyak 20.350 ton selama tahun 2014 dan Kabupaten Bangli menjadi sentra pengembangan mampu menghasilkan 8.970 ton atau 44,07 persen dari total produksi cabai secara keseluruhan.

Pengembangan cabai besar terdiri atas cabai merah besar, cabai merah keriting dan cabai hijau keriting yang banyak ditanam petani di kawasan Kintamani yang berhawa sejuk.

Hasil Sensus Pertanian yang dilakukan BPS Bali menyebutkan, modal pengembangan usaha tanaman cabai merah untuk lahan seluas satu hektare dalam sekali musim tanam di Bali mencapai Rp48,29 juta.

Pengeluaran paling besar untuk upah pekerja Rp17,80 juta (36,86 persen). Biaya operasional tersebut juga untuk biaya pemupukan sebesar 21,28 persen, mulsa 10,28 persen, pestisida 8,65 persen dan sewa lahan 6,72 persen.

Sementara pengembangan tanaman cabai pada musim hujan biaya produksinya lebih mahal yakni mencapai Rp52,90 juta dibandingkan dengan musim kemarau Rp45.40 juta/hektare.

Perbedaan pengeluaran tersebut umumnya untuk upah pekerja yang ditanam pada musim kemarau dan musim hujan. Selain itu biaya pestisida pada musim kemarau lebih sedikit dibanding musim hujan, ujar Panasunan Siregar. (WDY)

Pewarta: Pewarta: I Ketut Sutika

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015