Singaraja (Antara Bali) - Warga yang tanahnya akan digunakan untuk pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) di Dusun Pungkukan, Desa Celukan Bawang, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, menilai harga tanah yang ditetapkan investor terlalu murah.

Ketut Mangku Wijana alias Kui, salah satu juru bicara pemilik tanah saat ditemui di lokasi, Selasa menyebutkan bahwa sampai saat ini ia belum mau melepaskan tanah yang dijadikan tempat usaha montir di sebelah timur jalan masuk proyek.

"Kami menyesalkan harga tanah yang murah dan juga sikap PT General Energy Bali (GEB) yang menggunakan jasa spekulan dalam melakukan negosiasi untuk menentukan harga tanah dengan warga sebagai pemilik," katanya.

Ia mengaku sama sekali tidak pernah bertemu dengan PT GEB yang selama ini menjadi harapan sejumlah pemilik tanah. Sejumlah lahan tersebut akan tetap dipertahankan sampai pimpinan perusahaan tersebut turun langsung untuk bertemu dan melakukan negosiasi dengan warga.

Terkait dengan keberadaan para spekulan tanah yang dikatakan ikut bermain, Kui mengatakan sudah ada sejumlah pengalaman yang betul-betul membuat sejumlah pemilik tanah merasa kecewa.

Ia memberi contoh, saat pertemuan dengan para pemilik lahan, Ny Indri dan Candra, masing-masing mengaku sebagai sekteratis dan direktur PT GEB padahal hal itu tidak benar.

"Bukan hanya pembohongan kepada warga yang dilakukan para spekulan itu dengan mengaku-ngaku sekretaris dan direktur PT GEB. Bahkan, sampai saat ini masih ada pemilik tanah yang sudah melepaskan haknya ternyata belum mendapat pembayaran penuh dan itu terjadi lebih dari setahun," ujar Kui.

Menurutnya, harga yang menjadi kesepakatan yang disebutkan investor, yakni Rp25 juta, saat ini tidak sesuai dengan harga berlaku di pasaran, khususnya lahan yang terletak di pinggir jalan.

Berdasarkan keterangan Kui, harga yang ditentukan oleh para spekulan saat itu betul-betul di bawah harga pasaran karena hanya menggunakan dasar analisa NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) sebagai barometer.

"Katanya investor dari luar negeri dan tujuan investasi tentunya untuk memperbaiki tingkat ekonomi serta mengembangkan SDM lokal. Tapi, kenapa malah mencekik masyarakat yang lahannya akan digunakan? Apa akan kembali ke zaman kolonialisme?" kata Kui.

Ia menegaskan bahwa nilai jual tanah yang ditawarkan para pemilik sudah menjadi harga mati dan mereka berharap negosiasi tidak melewati para spekulan, melainkan langsung dengan pihak yang berkepentingan.(*)

Pewarta:

Editor : Masuki


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2010