Denpasar (Antara Bali) - Bali membutuhkan investor dalam menanamkan modalnya mampu menerapkan konsep Tri Hita Karana yakni hubungan yang harmonis dan serasi sesama manusia, lingkungan dan Tuhan Yang Maha Esa.

"Bisnis tidak hanya mengandalkan individualitas, tetapi juga komunalitas," kata Guru Besar Universitas Udayana Prof Dr Wayan Windia di Denpasar, Rabu.

Ia menegaskan, Bali tidak lagi memerlukan investor dari kalangan pemilik modal kapitalistis, karena ketimpangan yang terjadi di Pulau Dewata sudah di atas "lampu merah" dengan indeks gini ratio berbanding 0,42.

"Hal itu menunjukkan bahwa pembangunan di Bali saat ini sudah sangat kapitalistis, orang (grup) yang kaya akan semakin kaya, dan yang miskin akan semakin miskin," ujar Windia.

Untuk itu jangan harap di Bali bisa terjadi proses tetesan manfaat dari adanya kapitalisasi, karena sekitar 35-50 persen pendapatan (profit) sudah lari dari Bali.

Oleh sebab itu di Bali kini perlu adanya pelaksanaan pemerataan melalui pemberdayaan masyarakat.

Windia mengingatkan, di kawasan Warisan Budaya Dunia (WBD) Subak Jatiluwih, Kabupaten Tabanan yang kondisinya semakin amburadul, karena pola pikir pengembangannya adalah pola pikir kapitalis.

Padahal seharusnya kawasan Jatiluwih dikembangkan rumah-rumah penduduk untuk bisa sebagai rumah penginapan (home stay), bukan mengembangkan hotel-hotel kapitalistis di sekitar kawasan itu. Pembangunan di kawasan Bali juga demikian adanya. Bali bagian selatan yang sudah sesak dan sudah tidak lagi berwajah Bali, terus saja dikembangkan. Bahkan dipaksakan dengan proyek reklamasi di Teluk Benoa.

"Perpres dengan mudah saja dirubah-rubah. Tentu saja pihak investor yang kapitalis bersedia melakukan reklamasi, karena mereka sudah disediakan disekitarnya fasilitas jalan tol, pelabuhan Benoa, Bandara Ngurah Rai, kawasan Nusa Dua, jalan by pass Ngurah Rai dan Tahura Ngurah Rai," ujar Prof Windia.

Kondisi demikian akan memberikan keuntungan bagi investor kapitalis berlipat beribu-ribu persen. Namun pada sisi lain masa depan Bali diluluh-lantakkan yang akhirkan akan menimbulkan konflik sosial berkepanjangan sekaligus kehancuran Bali, ujar Windia yang juga ketua pusat penelitian Subak Universitas Udayana.(APP)

Pewarta: Pewarta : IK Sutika

Editor : Adi Purnama Putra


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015