Denpasar (Antara Bali) - Ketua Forum Pembauran Kebangsaan (FPK) Provinsi Bali I Gusti Made Bagus Wiradharma MSi mendorong pemerintah menyelesaikan kericuhan di kawasan Garuda Wisnu Kencana karena berdampak terhadap keberlanjutan pariwisata di Pulau Dewata.

"Saya mendorong pemerintah daerah dan pusat menyelesaikan kericuhan antara pengelola GWK yakni PT Garuda Adimatra Indonesia (GAIn) dengan pemilik pertokoan Plaza Amata, karena menuju pertokoan itu akses jalannya dihalang-halangi dan sekitar pertokoan dipagari beton cukup tinggi," katanya di Denpasar, Selasa.

Menurut mantan Ketua DPD KNPI Bali itu, permasalahannya tidak saja terhadap kompleks pertokoan Plaza Amata, investor baru yakni PT Alam Sutera Realty Tbk telah melakukan perubahan konsep dasar dari rencana awal kawasan GWK.

"Kita menyikapi kekisruhan di GWK tidak semata-mata melihat perseteruan dengan Plaza Amata, tapi juga investor baru justru melakukan perubahan mendasar dari konsep awal berdirinya kawasan GWK, yaitu kawasan taman budaya (culture park)," ujar Wiradharma yang juga dosen tersebut.

Ia mengatakan semua komponen masyarakat Bali dan pemerintah pusat harus menengok ke belakang tujuan dari dibangunnya destinasi baru dengan ikon berdirinya patung GWK. Namun cita-cita luhur untuk membangun patung GWK yang telah mangkrak sekitar 16 tahun, sampai saat ini belum ada perkembangan signifikan.

"Bahkan kami lihat dari masterplan awal justru berubah total. PT ASR menjadikan kawasan itu sebagai realestat terpadu. Ini jelas sudah melenceng dari perizinan dan konsep awal," ucapnya.

Dikatakannya, kalau dicermati dari konsep awal hingga menjadi kawasan realestat terpadu, jelas terjadi pelanggaran perizinan. Semestinya pemerintah melakukan langkah penyetopan pembangunan yang dilakukan PT ASR.

"Pemerintah harus peka terhadap pembangunan di Bali. Masak pelanggaran di depan mata tidak dilihat. Karena itu perlu dipertanyakan sejauh mana pengawasan pemerintah terhadap peraturan tersebut. Sudah jelas-jelas ada pelanggaran mengapa tidak ditindak?," katanya.

Hal senada disampaikan pengamat sosial dan politik dari Universitas Pendidikan Nasional Denpasar Dr Nyoman Subanda, ketika ada pelanggaran dari perizinan awal di GWK dilakukan investor baru harus dilakukan penyetopan.

"Sikap pemerintah harus tegas terhadap setiap pelanggaran fasilitas pendukung pariwisata di Bali. Kalau melanggar ya harus dihentikan. Kalau ini terus dibiarkan akan menjadi pemicu keributan mendalam dan merembet ke sektor lain," ujar pria asal Kabupaten Buleleng itu.

Ia mengatakan langkah investor baru harus mengikuti perencanaan (masterplan) awal untuk bisa melanjutkan pembangunan GWK ke depannya. Bukan sebaliknya membuat tatanan lingkungan berubah total.

Dikatakannya, sekuat apapun investor tersebut harus tunduk terhadap peraturan pemerintah. Sebab dalam melaksanakan pembangunan ada aturan yang dibuat oleh negara.

"Khusus di Bali, investor harus menaati semua aturan, karena Bali mengembangkan pariwisata budaya. Karena itu investor wajib bisa membangkitkan sektor lainnya. Bukan sebaliknya membunuh sektor kecil," katanya.

Oleh karena itu, kata dia, jika investor itu tetap tidak mengindahkan aturan yang ada, maka pemerintah daerah dan pusat harus bisa mengambil alih dan mencarikan investor yang mengerti dan memahami tujuan dari pariwisata Bali itu.***2***









(T.I020/B/I007/I007) 07-07-2015 17:36:02

Pewarta: Pewarta : I Komang Suparta

Editor : I Komang Suparta


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015