Denpasar (Antara Bali) - Gubernur Bali Made Mangku Pastika mengingatkan masyarakat di daerah itu untuk tidak terlena ketika berada dalam zona nyaman karena perubahan terjadi begitu cepat.
"Suka atau tidak suka kita akan menghadapi era globalisasi atau kesejagatan, di mana seolah-olah tidak ada batas antarbangsa dan antarnegara," kata Gubernur Pastika dalam acara simakrama (temu wicara) bulanan dengan masyarakat di Denpasar, Sabtu.
Era globalisasi, menurut dia, menyebabkan bumi semakin mengkerut dan seperti tanpa batas lagi. "Jadi jangan terlena dengan julukan yang diberikan kepada Bali. Julukan tidak seharusnya membuat kita mabuk," katanya.
Tidak saja terhadap perubahan di era global, namun juga perubahan iklim yang terjadi akhir-akhir ini diharapkan juga menyadarkan masyarakat agar siap menyikapi setiap guncangan.
Pastika mencontohkan suhu di Pakistan yang tinggi dan banjir di India, merupakan peristiwa yang disebabkan oleh perubahan iklim. Oleh karena itu diharapkan agar semua selalu mewaspadai semua perubahan yang ada dan terus menerus belajar guna mencapai kesejahteraan yang lebih baik.
Pada kesempatan simakrama tersebut sejumlah isu dan pertanyaan muncul dari 10 orang penanya yang berasal dari masyarakat yang hadir. Diantaranya Wayan Lanang Sudira dari Sukawati meminta penjelasan terhadap perkembangan penyelesaian kasus 22 orang KK yang tinggal di tepi Danau Tamblingan, Kabupaten Buleleng,
Pertanyaan ini ditanggapi langsung oleh Wakil Ketua DPRD Provinsi Bali Nyoman Sugawa Kori yang turut hadir. Menurutnya kasus Tamblingan memiliki dua sisi yang mesti diperhatikan. Sisi pertama adalah keinginan dari Pemkab Buleleng untuk menata kawasan Tamblingan, dan di sisi yang terdapat 22 KK yang sudah sejak tahun 1990 telah tinggal di sana dan telah dibina menjadi nelayan yang juga sempat berjasa membawa nama harum Buleleng sebagai nelayan berprestasi di tingkat nasional.
Sugawa menegaskan, pembangunan apapun yang dilakukan pemerintah tidak boleh mengabaikan masyarakat. Seperti sudah disampaikan Gubernur Pastika sebelumnya pihak Pemprov Bali sudah membentuk tim untuk turun menginvestigasi persoalan ini.
Sementara Dewan sendiri juga sudah membentuk tim dari Komisi 1, 3 dan 4 untuk menindaklanjutinya.
Sedangkan Pastika meminta masyarakat untuk sabar karena tim yang dikomandani Sekprov Cok Pemayun ini masih bekerja.
"Pemerintah pasti mencari solusi terbaik, tolong bersabar," ujarnya.
Warga lainnya yang ikut menyampaikan masukan adalah Wayan Suata. Warga asal Kuta meminta agar Bank Pembangunan Daerah (BPD) Bali dapat memberikan suku bunga kredit yang rendah untuk masyarakat. Dan masih banyak pertanyaan lain yang dikemukakan sejumlah warga yang hadir pada kesempatan itu. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015
"Suka atau tidak suka kita akan menghadapi era globalisasi atau kesejagatan, di mana seolah-olah tidak ada batas antarbangsa dan antarnegara," kata Gubernur Pastika dalam acara simakrama (temu wicara) bulanan dengan masyarakat di Denpasar, Sabtu.
Era globalisasi, menurut dia, menyebabkan bumi semakin mengkerut dan seperti tanpa batas lagi. "Jadi jangan terlena dengan julukan yang diberikan kepada Bali. Julukan tidak seharusnya membuat kita mabuk," katanya.
Tidak saja terhadap perubahan di era global, namun juga perubahan iklim yang terjadi akhir-akhir ini diharapkan juga menyadarkan masyarakat agar siap menyikapi setiap guncangan.
Pastika mencontohkan suhu di Pakistan yang tinggi dan banjir di India, merupakan peristiwa yang disebabkan oleh perubahan iklim. Oleh karena itu diharapkan agar semua selalu mewaspadai semua perubahan yang ada dan terus menerus belajar guna mencapai kesejahteraan yang lebih baik.
Pada kesempatan simakrama tersebut sejumlah isu dan pertanyaan muncul dari 10 orang penanya yang berasal dari masyarakat yang hadir. Diantaranya Wayan Lanang Sudira dari Sukawati meminta penjelasan terhadap perkembangan penyelesaian kasus 22 orang KK yang tinggal di tepi Danau Tamblingan, Kabupaten Buleleng,
Pertanyaan ini ditanggapi langsung oleh Wakil Ketua DPRD Provinsi Bali Nyoman Sugawa Kori yang turut hadir. Menurutnya kasus Tamblingan memiliki dua sisi yang mesti diperhatikan. Sisi pertama adalah keinginan dari Pemkab Buleleng untuk menata kawasan Tamblingan, dan di sisi yang terdapat 22 KK yang sudah sejak tahun 1990 telah tinggal di sana dan telah dibina menjadi nelayan yang juga sempat berjasa membawa nama harum Buleleng sebagai nelayan berprestasi di tingkat nasional.
Sugawa menegaskan, pembangunan apapun yang dilakukan pemerintah tidak boleh mengabaikan masyarakat. Seperti sudah disampaikan Gubernur Pastika sebelumnya pihak Pemprov Bali sudah membentuk tim untuk turun menginvestigasi persoalan ini.
Sementara Dewan sendiri juga sudah membentuk tim dari Komisi 1, 3 dan 4 untuk menindaklanjutinya.
Sedangkan Pastika meminta masyarakat untuk sabar karena tim yang dikomandani Sekprov Cok Pemayun ini masih bekerja.
"Pemerintah pasti mencari solusi terbaik, tolong bersabar," ujarnya.
Warga lainnya yang ikut menyampaikan masukan adalah Wayan Suata. Warga asal Kuta meminta agar Bank Pembangunan Daerah (BPD) Bali dapat memberikan suku bunga kredit yang rendah untuk masyarakat. Dan masih banyak pertanyaan lain yang dikemukakan sejumlah warga yang hadir pada kesempatan itu. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015