Kepiawaian dan kharisma di atas pentas yang dimiliki maestro I Made Djimat (67), sosok pria berpenampilan sederhana itu, mengantarkannya menjelajahi berbagai negara di belahan dunia.
Sejumlah negara yang pernah dikunjungi antara lain Brazil, Malaysia, Singapura, Jepang, India, Belanda, Kolombia, Australia, Denmark, Austria, Korea, Argentina, Jerman, Prancis dan terakhir Italia.
Berkat kemampuan dalam bidang tabuh dan Tari Bali, ia pun beraksi dalam Festival Kesenian Rakyat di Kota Milano dan Bergamo, Italia, yang berlangsung pada 28 April hingga 28 Mei 2015.
"Seniman serba bisa asal Pulau Dewata itu menyuguhkan kesenian patopengan dan melakukan kolaborasi dengan seniman setempat Enrico Masserolli," tutur Yayasan Seni `Tri Pusaka Cakti` Batuan Sukawati, Gianyar, Bali I Nyoman Budi Artha, SS MSi.
Staf Dinas Kebudayaan Provinsi Bali yang juga salah seorang putra dari seniman yang pernah menerima Dharma Kusuma itu menyatakan dia mendapatkan penghargaan tertinggi dalam bidang seni dari Pemerintah Provinsi Bali, karena selama sebulan lawatannya telah mengadakan tujuh kali pementasan dengan iringan gamelan Gong Cenik dari Kota Bergamo Italia.
Selain itu juga, seniman itu memberikan latihan dalam bidang tabuh dan tari Bali kepada masyarakat Italia yang tertarik mempelajari dan mendalami seni budaya Bali.
Keberangkatannya ke Italia kali ini merupakan kesempatan yang sangat baik untuk mempromosikan kebudayaan, khususnya kesenian Bali ke dunia internasional, saat kurangnya perhatian pemerintah Bali dalam mempromosikan seni budaya Pulau Dewata.
Keberangkatan seniman I Made Djimat juga tanpa perhatian dan bantuan apapun dari pemerintah, padahal misi yang dibawa dan diperankan cukup penting dan strategis terhadap promosi Pulau Bali.
"Sangat disayangkan di tengah persaingan global sekarang ini, setidaknya setiap negara berlomba-lomba untuk bersaing dan meningkatkan mutu dengan memberikan berbagai bantuan moral dan finansial, bagi hal-hal yang menyangkut kesejahteraan dan meningkatkan harkat dan martabat bangsa, namun pemerintah Bali malah mengenyampingkan dan tutup mata sama sekali," ujar Nyoman Budi Artha.
Kendati tanpa perhatian dari pemerintah setempat, namun sosok I Made Djimat lewat bakat seninya telah mampu mengharumkan Bali di dunia internasional, meskipun tidak menamatkan pendidikan formal sekolah rakyat atau sekolah dasar (SD).
Ia sangat terampil dan lihai menarikan tari baris yang kemudian melangkah dengan tarian Jauk Manis yang mampu menyabet juara dalam berbagai kegiatan di Bali ketika masa mudanya.
Demikian pula dalam kegiatan nasional dan internasional, bahkan sosok pria sederhana dan penuh humoris itu malah sudah bisa tampil menularkan kemampuannya sebagai seorang guru tari ternama yang laris dan diburu-buru untuk menyisihkan waktunya mengajar tari.
Penari istana
Sosok Made Djimat ketika masih remaja pernah menjadi penari istana pada zaman pemerintahan Presiden Ir Soekarno, yang setiap saat berangkat ke Jakarta maupun istana Tampaksiring untuk menghibur tamu-tamu negara.
Pria kelahiran Banjar Batuan, Desa Sukawati, Kabupaten Gianyar tahun 1948 itu hidup dalam lingkungan keluarga seniman, karena ayahnya I Nyoman Reneh telah tiada tahun 1967 sempat memberikan aliran darah seni.
Sementara ibunya Ni Ketut Cenik (alm) juga dikenal sebagai seniman serba bisa yang secara tulus iklas menularkan keahliannya kepada masyarakat yang berminat, termasuk putra-putrinya sendiri I Made Djimat yang memang memiliki bakat seni yang luar biasa.
Ia sejak kecil sudah menunjukan kemampuannya dalam bidang seni tari pada usia lima tahun mampu menguasai tarian yang diajarkan ibunya Ni Ketut Cenik yang dikenal sebagai seniman besar Joged Pingitan.
Djimat bocah juga menimba ilmu seni tari dari Anak Agung Raka, seorang seniman andal dan belajar tari kebyar duduk dari seniman terkenal Mario.
"Hanya dengan melihat-lihat saja ketika ibunya memberikan bimbingan tari di beberapa tempat di Bali seperti Bangli, Jembrana dan Karangasem, I Made Djimat mampu menguasai berbagai seni tari saat itu," tutur I Nyoman Budi Artha.
Sosok I Made Djimat dikenal sebagai anak yang tekun memperhatikan seni, sehingga betah berjam-jam menunggu dan menyaksikan ibunya Ni Ketut Cenik mengajar tari. dengan bakatnya itu Djimat mampu mencari bentuk ciri khas tari yang dikuasainya.
Bahkan mampu menarikan tari klasik, penggambuhan, calonarang, topeng dan sejumlah tarian lainnya dengan sempurna.
Dari umur bocah lima tahun, suami dari Ketut Pinti (Alm) terus menekuni seni tiada henti, bahkan kiprahnya di dunia seni tari meraih berbagai juara yang menjadi modal untuk terus berkarya.
Keindahan budaya
I Made Djimat lewat bakat seninya itu mampu mengharumkan Bali di dunia internasional, terakhir di Italia meskipun tidak menamatkan pendidikan formal sekolah rakyat atau sekolah dasar (SD).
Namun sangat terampil dan lihai menarikan tari baris yang kemudian melangkah dengan tarian Jauk Manis yang mampu menyabet juara dalam berbagai kegiatan dalam kurun waktu tahun 1961-1964, antara lain juara pertama tari Baris di Denpasar.
Bahkan dalam usianya 12 tahun, Made Djimat terjun ke dunia seni penggambuhan dengan mengambil peran sebagai Tari Patek (antek-antek Prabu Prabangsa).
Waktu senggang juga senantiasa dimanfaatkan untuk belajar seni tari pada sang ibu Ni Ketut Cenik, sehingga tidak mengherankan hingga sekarang sosok Made Djimat menjadi penari yang sangat digandrungi para pencinta tari tradisional di Pulau Dewata.
"Berkat kepopulerannya, sosok I Made Djimat sampai harus melanglang buana ke sejumlah negara yang pernah disinggahi," tutur I Nyoman Budi Artha.
Sosok I Made Djimat dalam usia 15 tahun pada tahun 1963 mulai menampakkan dan memperlihatkan keindahan seni budaya Bali kepada masyarakat internasional. Kesempatan pentas ke mancanegara itu setiap tahunnya antara 4-5 kali.
Lawatan ke luar negeri itu dilakoninya sampai sekarang, hampir tidak ada satu negarapun yang dilewatkan di lima benua di dunia. Semua itu dilakoni untuk menunjukkan keindahan dan pesona kesenian Bali kepada masyarakat internasional.
Selain itu juga mengajar kepada sejumlah seniman asing yang ingin mempelajari dan mendalami tabuh dan Tari Bali. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015
Sejumlah negara yang pernah dikunjungi antara lain Brazil, Malaysia, Singapura, Jepang, India, Belanda, Kolombia, Australia, Denmark, Austria, Korea, Argentina, Jerman, Prancis dan terakhir Italia.
Berkat kemampuan dalam bidang tabuh dan Tari Bali, ia pun beraksi dalam Festival Kesenian Rakyat di Kota Milano dan Bergamo, Italia, yang berlangsung pada 28 April hingga 28 Mei 2015.
"Seniman serba bisa asal Pulau Dewata itu menyuguhkan kesenian patopengan dan melakukan kolaborasi dengan seniman setempat Enrico Masserolli," tutur Yayasan Seni `Tri Pusaka Cakti` Batuan Sukawati, Gianyar, Bali I Nyoman Budi Artha, SS MSi.
Staf Dinas Kebudayaan Provinsi Bali yang juga salah seorang putra dari seniman yang pernah menerima Dharma Kusuma itu menyatakan dia mendapatkan penghargaan tertinggi dalam bidang seni dari Pemerintah Provinsi Bali, karena selama sebulan lawatannya telah mengadakan tujuh kali pementasan dengan iringan gamelan Gong Cenik dari Kota Bergamo Italia.
Selain itu juga, seniman itu memberikan latihan dalam bidang tabuh dan tari Bali kepada masyarakat Italia yang tertarik mempelajari dan mendalami seni budaya Bali.
Keberangkatannya ke Italia kali ini merupakan kesempatan yang sangat baik untuk mempromosikan kebudayaan, khususnya kesenian Bali ke dunia internasional, saat kurangnya perhatian pemerintah Bali dalam mempromosikan seni budaya Pulau Dewata.
Keberangkatan seniman I Made Djimat juga tanpa perhatian dan bantuan apapun dari pemerintah, padahal misi yang dibawa dan diperankan cukup penting dan strategis terhadap promosi Pulau Bali.
"Sangat disayangkan di tengah persaingan global sekarang ini, setidaknya setiap negara berlomba-lomba untuk bersaing dan meningkatkan mutu dengan memberikan berbagai bantuan moral dan finansial, bagi hal-hal yang menyangkut kesejahteraan dan meningkatkan harkat dan martabat bangsa, namun pemerintah Bali malah mengenyampingkan dan tutup mata sama sekali," ujar Nyoman Budi Artha.
Kendati tanpa perhatian dari pemerintah setempat, namun sosok I Made Djimat lewat bakat seninya telah mampu mengharumkan Bali di dunia internasional, meskipun tidak menamatkan pendidikan formal sekolah rakyat atau sekolah dasar (SD).
Ia sangat terampil dan lihai menarikan tari baris yang kemudian melangkah dengan tarian Jauk Manis yang mampu menyabet juara dalam berbagai kegiatan di Bali ketika masa mudanya.
Demikian pula dalam kegiatan nasional dan internasional, bahkan sosok pria sederhana dan penuh humoris itu malah sudah bisa tampil menularkan kemampuannya sebagai seorang guru tari ternama yang laris dan diburu-buru untuk menyisihkan waktunya mengajar tari.
Penari istana
Sosok Made Djimat ketika masih remaja pernah menjadi penari istana pada zaman pemerintahan Presiden Ir Soekarno, yang setiap saat berangkat ke Jakarta maupun istana Tampaksiring untuk menghibur tamu-tamu negara.
Pria kelahiran Banjar Batuan, Desa Sukawati, Kabupaten Gianyar tahun 1948 itu hidup dalam lingkungan keluarga seniman, karena ayahnya I Nyoman Reneh telah tiada tahun 1967 sempat memberikan aliran darah seni.
Sementara ibunya Ni Ketut Cenik (alm) juga dikenal sebagai seniman serba bisa yang secara tulus iklas menularkan keahliannya kepada masyarakat yang berminat, termasuk putra-putrinya sendiri I Made Djimat yang memang memiliki bakat seni yang luar biasa.
Ia sejak kecil sudah menunjukan kemampuannya dalam bidang seni tari pada usia lima tahun mampu menguasai tarian yang diajarkan ibunya Ni Ketut Cenik yang dikenal sebagai seniman besar Joged Pingitan.
Djimat bocah juga menimba ilmu seni tari dari Anak Agung Raka, seorang seniman andal dan belajar tari kebyar duduk dari seniman terkenal Mario.
"Hanya dengan melihat-lihat saja ketika ibunya memberikan bimbingan tari di beberapa tempat di Bali seperti Bangli, Jembrana dan Karangasem, I Made Djimat mampu menguasai berbagai seni tari saat itu," tutur I Nyoman Budi Artha.
Sosok I Made Djimat dikenal sebagai anak yang tekun memperhatikan seni, sehingga betah berjam-jam menunggu dan menyaksikan ibunya Ni Ketut Cenik mengajar tari. dengan bakatnya itu Djimat mampu mencari bentuk ciri khas tari yang dikuasainya.
Bahkan mampu menarikan tari klasik, penggambuhan, calonarang, topeng dan sejumlah tarian lainnya dengan sempurna.
Dari umur bocah lima tahun, suami dari Ketut Pinti (Alm) terus menekuni seni tiada henti, bahkan kiprahnya di dunia seni tari meraih berbagai juara yang menjadi modal untuk terus berkarya.
Keindahan budaya
I Made Djimat lewat bakat seninya itu mampu mengharumkan Bali di dunia internasional, terakhir di Italia meskipun tidak menamatkan pendidikan formal sekolah rakyat atau sekolah dasar (SD).
Namun sangat terampil dan lihai menarikan tari baris yang kemudian melangkah dengan tarian Jauk Manis yang mampu menyabet juara dalam berbagai kegiatan dalam kurun waktu tahun 1961-1964, antara lain juara pertama tari Baris di Denpasar.
Bahkan dalam usianya 12 tahun, Made Djimat terjun ke dunia seni penggambuhan dengan mengambil peran sebagai Tari Patek (antek-antek Prabu Prabangsa).
Waktu senggang juga senantiasa dimanfaatkan untuk belajar seni tari pada sang ibu Ni Ketut Cenik, sehingga tidak mengherankan hingga sekarang sosok Made Djimat menjadi penari yang sangat digandrungi para pencinta tari tradisional di Pulau Dewata.
"Berkat kepopulerannya, sosok I Made Djimat sampai harus melanglang buana ke sejumlah negara yang pernah disinggahi," tutur I Nyoman Budi Artha.
Sosok I Made Djimat dalam usia 15 tahun pada tahun 1963 mulai menampakkan dan memperlihatkan keindahan seni budaya Bali kepada masyarakat internasional. Kesempatan pentas ke mancanegara itu setiap tahunnya antara 4-5 kali.
Lawatan ke luar negeri itu dilakoninya sampai sekarang, hampir tidak ada satu negarapun yang dilewatkan di lima benua di dunia. Semua itu dilakoni untuk menunjukkan keindahan dan pesona kesenian Bali kepada masyarakat internasional.
Selain itu juga mengajar kepada sejumlah seniman asing yang ingin mempelajari dan mendalami tabuh dan Tari Bali. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015