Nusa Dua, Bali (Antara Bali) - Pemerintah Indonesia berupaya memberantas penyebaran penyakit tifus yang saat ini masih menjadi ancaman terutama bagi negara-negara berkembang.

"Sampai saat ini (tifus) masih menjadi masalah seperti di negara berkembang," kata Direktur Pusat Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan pada Kementerian Kesehatan, Pretty Multihartina ditemui pada Konferensi Internasional tentang Tifus dan penyakit "non-typhoid salmonella" (iNTS) di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Jumat.

Menurut dia, kelompok usia yang paling rentan terkena penyakit tersebut adalah pada rentang usia lima hingga 24 tahun.

Berdasarkan hasil riset kesehatan dasar oleh Badan Litbang Kesehatan tahun 2007 pihaknya menemukan sebanyak 1,6 persen dari sekitar 900 ribu responden berbagai umur mengaku pernah didiagnosa penyakit tifus.

Proses riset tersebut dilakukan melalui wawancara melalui telepon di 33 provinsi saat itu.

Mengingat penyakit tifus dan invasive salmonela masih menjadi masalah kesehatan utamanya di negara berkembang di Asia dan Afrika, maka diharapkan perlu adanya kerja sama untuk mengembangkan alat diagnostik serta vaksin yang selektif untuk pengobatan yang mudah dijangkau.

Permasalahan ini mendasari kebutuhan untuk menggunakan vaksin tifus dalam jangka pendek meskipun Badan Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan untuk memprioritaskan penggunaan lebih awal vaksin itu.

Indonesia sendiri telah memiliki Bio Farma yang salah satunya memproduksi vaksin tifus atau vaksin konjugat dan bahkan telah dipasarkan ke seluruh dunia.

Vaksin tifoid konjugat diharapkan memberikan perlindungan yang efektif kepada kelompok risiko tinggi karena dapat diberikan kepada anak sejak usia enam bulan dengan memberikan perlindungan yang lebih lama.

Vaksin tersebut dinilai dapat mencegah hampir 90 persen kasus penyakit tifus dan perkiraan dapat menyelamatkan hingga 190.000 nyawa per tahun.

Para pakar kesehatan dari Coalition against Typhoid (CaT) yang berbasis di Sabin Vaccine Institute, Amerika Serikat menyebutkan bahwa penyakit tifus menyerang sekitar 21 juta orang di dunia yang menyebabkan kematian 216.000 per tahun dengan kasus terbanyak terjadi pada anak usia di bawah 15 tahun.

Sedangkan penyakit iNTS menyebabkan sekitar 3,4 juta kejadian dan 681.316 kematian per tahun. (WDY)

Pewarta: Oleh Dewa Wiguna

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015