Negara (Antara Bali) - Petani di Kabupaten Jembrana mengeluhkan penebas yang memborong padi mereka, mengingkari janji harga yang sudah disepakati, karena padi yang belum dipanen rebah diterjang angin.

"Sudah biasa terjadi, meskipun sudah tercapai kesepakatan harga, saat padi yang belum dipanen rebah karena angin, penebas minta harga diturunkan," kata salah seorang petani, di Desa Pohsanten, Kecamatan Mendoyo, Senin.

Adanya penurunan harga dari penebas, yang biasanya tidak bisa ditolak petani ini dibenarkan oleh Wakil Ketua DPRD Jembrana I Wayan Wardana, yang sering menerima pengaduan dan menengahi masalah ini.

Menurutnya, meskipun sudah memberikan panjar harga, penebas berani tidak menagihnya jika petani bersangkutan tidak mau dengan harga baru yang ditawarkan.

"Biasanya petani mau saja, karena mencari penebas yang lain harganya juga sama, atau bisa lebih rendah. Apalagi saat panen raya, petani tambah tidak berdaya," katanya.

Ia mengatakan, saat panen raya, penebas yang memegang peranan dalam menentukan harga, karena lahan yang siap panen sangat luas, sementara petani butuh padinya terjual cepat.

Kepala Dinas Pertanian, Perkebunan Dan Peternakan Jembrana I Ketut Wiratma saat dikonfirmasi mengakui kondisi ini, namun pihaknya tidak bisa berbuat banyak, khususnya dalam menangani padi petani yang rebah diterjang angin.

"Itu merupakan faktor alam yang tidak bisa kami kendalikan. Memang kalau padi rebah apalagi terendam air, kualitasnya turun. Mungkin itu yang membuat penebas juga menurunkan harga," katanya.

Meskipun belum melakukan pendataan, menurutnya, angin kencang yang bertiup belakangan ini, membuat banyak padi rebah dengan lokasi yang berbeda.

"Padi yang rebah ini tempatnya sporadis. Tidak mesti satu petak rebah semua, tapi hampir merata terjadi di seluruh kawasan pertanian. Bahkan padi demplot di Balai Benih Pembantu di Desa Pohsanten juga ambruk," katanya.(GBI)

Pewarta: Oleh Gembong Ismadi

Editor : Gembong Ismadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015