Wisatawan mancanegara ikut ambil bagian dalam prosesi ritual penyucian diri (melukat) pada 30 buah pancuran yang berderet di tepi kolam, kawasan suci Pura Tirta Empul, Kabupaten Gianyar, Bali.

Turis dengan mengenakan busana adat Bali ringan (kain) berbaur dengan warga masyarakat setempat yang datang dari sejumlah desa di Bali "melukat" pada hari-hari baik, seperti hari purnama dan tilem (bulan mati).

Banyak wisatawan mancanegara dalam menikmati keindahan alam Pulau Dewata ikut serta mandi bersama dengan masyarakat setempat hanya ingin merasakan aura kesucian "tirta pamarisudha" di kawasan Pura Tirtha Empul Tampaksiring, Kabupaten Gianyar, tutur pemandu wisata Made Sudana.

Pelancong dari berbagai negara, termasuk dari India membaur dengan umat Hindu yang melakukan mandi yang sebelumnya telah mempersembahkan sesajen di pancoran sumber air suci yang ada di sana, berjarak sekitar 65 km timur Kota Denpasar.

Orang asing banyak yang ingin tahu dan merasakan apa yang menjadi kegiatan masyarakat setempat, seperti mandi di tempat-tempat suci di Tirta Empul, bahkan banyak juga ingin tahu menikmati dengan meminum air suci (tirta) di pura lainnya.

Pade Sudana yang sudah puluhan tahun menjadi pramuwisata itu menjelaskan bahwa dirinya sering mengantarkan wisatawan secara perorangan dengan menjelajahi tempat-tempat suci di Bali.

Di Pura Batukaru, Kabupaten Tabanan, misalnya, wisman dengan terlebih dahulu minta izin meminum air suci, seperti penduduk setempat, seusai sembahyang. Orang asing itu dengan kesadarannya sendiri meminta untuk bisa menikmati air suci yang ada di pura atau di tempat sumber air yang disucikan penduduk sekitarnya, seperti halnya umat setempat dengan harapan bisa menerima aura kedamaian.

Bali yang dijuluki pulau seribu pura merupakan salah satu daya tarik tersendiri bagi masyarakat internasional. Masyarakat tidak dibatasi asalkan yang bersangkutan berniat baik dan mengikuti etika yang ada di daerah setempat.

Made Sudana, pria yang sudah belasan tahun mengantarkan turis asing, melakukan perjalanan wisata di Bali, termasuk ke Jawa Timur atau Nusa Tenggara Barat, menjelaskan bahwa sebagian besar di antara tamunya mengaku merasakan kedamaian ada di lingkungan pura.

Oleh sebab itu, tidak mengherankan turis asing banyak datang ke kawasan Pura Besakih di lereng Gunung Agung, Kabupaten Karangasem, Pura Uluwatu di kaki Pulau Bali maupun Tanah Lot, Kabupaten Tabanan, 15 km barat Denpasar dalam liburannya di daerah Pulau Dewata.

Bali dimata turis asing dinilai unik sehingga menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan mancanegara dalam perjalanan wisatanya di daerah ini. Banyak pengalaman yang bisa dirasakan di sini tanpa diketemukan di negara lainnya.

Kawasan Pura Tanah Lot misalnya hampir tiga juta pengunjung dalam setahun dan jumlah itu dapat kemungkinan besar bertambah lagi. Begitu pula, Pura Tirta Empul di Tampaksiring lebih dari 500.000 orang pengunjung dalam setahun dan belum lagi di Pura Besakih.

Puluhan Pancuran

Kawasan suci Tirta Empul yang lokasinya bersebelahan dengan Istana Kepresidenan Tampak Siring memiliki sekitar 30 pancuran yang airnya mengalir jernih tidak pernah henti itu. Air itu bermuara ke Sungai Pekerisan untuk mengairi ribuan hektare lahan persawahan yang berhilir di Pantai Lebih dan Pantai Keramas, Kabupaten Gianyar.

Keindahan panorama alam yang serasi dengan lingkungan sekitarnya yang menghijau dan lestari menjadikan objek wisata Tirta Empul sebagai objek wisata yang relatif cukup menarik.

Air pancuran yang mengalir jernih dan besar itulah tempat wisman dan umat menyucikan diri dengan cara mandi dan keramas pada 30 pancuran yang berpindah-pindah dari satu pancoran ke pancoran lainnya.

Umat yang membeludak dari berbagai desa di Bali, termasuk wisman, pada hari-hari baik mengikuti antrean untuk menyucikan diri secara tertib dan lancar.

"Prosesi melukat dilakukan secara tulus ikhlas dari hati sanubari, bukan sekadar ikut-ikutan," tuturnya.

Kawasan suci Pura Tirta Empul dan daerah aliran sungai (DAS) Tukad Pekerisan di Kabupaten Gianyar menjadi satu kesatuan dengan tiga kawasan lainnya di Bali yang kini menjadi warisan budaya dunia (WBD).

Tiga kawasan lainnya meliputi hamparan persawah yang menghijau dengan lokasi yang berundak-undak (terasering) di Jatiluwih, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan, Pura Ulun Danau Batur Kabupaten Bangli dan Pura Taman Ayun Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung.

Kondisi lingkungan yang lestari, hijau dan kebersihannya terawat dengan baik itu menjadikan objek wisata itu tidak pernah sepi dari kunjungan pelancong, baik wisatawan mancanegara maupun wisatawan nusantara.

Sejumlah Peninggalan

Ketua Pusat Penelitian Subak Universitas Udayana Prof. Dr. Wayan Windia yang pernah bertindak sebagai Sekretaris Tim Penyusunan Profosal WBD berhasil mengantarkan empat kawasan yang menjadi satu kesatuan di Bali itu mendapat pengakuan dari UNESCO sejak pertengahan 2011.

Kawasan suci Pura Tirta Empul bersama Pura Taman Ayun Badung, Pura Ulun Danau Batur, Bangli, dan Catur Angga Batukaru, Tabanan masuk dalam daftar warisan budaya dunia (WBD).

Keputusan Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menangani pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan (UNESCO) untuk menjadikan Tirta Empul dan kawasan lainnya sebagai satu kesatuan itu diputuskan dalam sidang UNESCO di St Petersburg Rusia pertengahan 2011.

Air pancuran itu mengalir ke sawah-sawah petani melalui saluran irigasi ke tiga subak yang kini mendapat pengakuan UNESCO sebagai warisan budaya dunia yang menjadi satu kesatuan dengan 17 subak di daerah "gudang beras" Kabupaten Tabanan.

Selain puluhan pancuran Tirta Empul yang airnya mengalir sepanjang Sungai Pakerisan, pada bagian tebing sungai itu menyimpan warisan benda-benda purbakala yang unik dan khas.

Sebuah gua pada tebing yang terjal, misalnya, bagian dinding batu padas dihiasi dengan ukiran di bagian luar setinggi 6,75 meter dan lebar 8,5 meter. Ukiran yang tampak indah bermotif dedaunan, batu karang, kera, dan aneka jenis binatang lainnya di mulut gua.

Sementara itu, pada pintu masuk gua dihiasi dengan karya seni berupa pahatan wajah raksasa dengan mata melotot melirik ke kanan.

Jalur Sungai Pekerisan yang melewati Gunung Kawi terdapat beberapa peninggalan, antara lain gua, candi, dan vihara yang diperkirakan dibangun pada abad XI Masehi. Candi dan gua di sepanjang jalur Sungai Pekerisan tersebut diperkirakan warisan dari sistem pendidikan untuk mendalami ajaran agama Hindu zaman kerajaan.

Untuk menjangkau gua di tepi tebing sungai, harus melewati 315 anak tangga di pinggir Sungai Pekerisan lewat jalur antara Ubud dan Tampaksiring, Kabupaten Gianyar.

Dengan adanya pengakuan UNESCO sebagai WBD sepanjang jalur sungai yang mewarisi bekas pahatan, hasil kreativitas para seniman masa silam berupa relief dan puluhan pancuran di Tirta Empul dapat dilestarikan dan dijaga kelangsungannya sepanjang zaman, harap Prof. Windia. (WDY/ADT)

Pewarta: Oleh I Ketut Sutika

Editor : I Nyoman Aditya T I


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015