Jakarta (Antara Bali) - Penyakit gagal ginjal termasuk salah satu penyakit yang progresif dan menimbulkan dampak sosial ekonomi yang besar baik bagi penderitanya maupun bagi masyarakat dan negara.

"Dampak penyakit ginjal ini sangat besar pengaruhnya terhadap sosial ekonomi penderita dan negara karena biaya mahal yang dikeluarkan untuk penanganan penyakit ini," ujar Ketua Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri), dr. Dharmeizar, Sp.PD-KGH, dalam siaran pers tentang Hari Ginjal Sedunia, di Jakarta, Kamis.

Sementara itu, lanjut dia, masyarakat yang hidup di negara dengan akses pelayanan kesehatan yang rendah menghadapi risiko terbesar terhadap dampak penyakit ginjal dikarenakan biaya yang dibutuhkan untuk terapi penyakit tersebut sangat tinggi.

Menurut Dharmeizar, jika penyakit ini dapat dicegah sejak awal, maka biaya yang seharusnya dikeluarkan untuk pengobatan dapat digunakan untuk penyediaan fasilitas kesehatan lain misalnya membangun puskesmas dan melengkapi obat-obatan dan vaksinasi.

Oleh karena itu, lanjut dia, penyebaran informasi dan edukasi mengenai kesehatan ginjal menjadi hal yang sangat penting mengingat upaya pencegahan sudah harus dimulai sejak dini. Data Internasional menyebutkan, sekitar 10 persen dari populasi dunia menderita Penyakit Ginjal Kronik (PGK) dan diprediksikan akan meningkat hingga 17 persen pada dekade selanjutnya.

Penyakit Ginjal Kronik saat ini pun telah diakui oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) sebagai masalah kesehatan serius dunia. Di Indonesia sendiri, prevalensi penyakit ginjal kronik di Indonesia terus meningkat setiap tahun. Hasil studi epidemiologi Pernefri tahun 2005 menunjukkan, sebanyak 12,5 persen dari masyarakat diketahui mengalami penyakit ginjal kronik. Berdasarkan data PERNEFRI, sampai tahun 2012 pasien yang mengalami PGTA mencapai 100.000 pasien. (WDY/i018)

Pewarta: Oleh Lia Wanadriani Santosa

Editor : Nyoman Budhiana


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015