Denpasar (Antara Bali) - Dua pembicara yakni Yuswantoro Adi dan Edi Sunaryo tampil dalam diskusi memeriahkan pameran yang mengusung tema "Atas nama benda" melibatkan 20 seniman di Bentara Budaya Bali (BBB) Ketewel, Kabupaten Gianyar, Bali, Sabtu.
"Ke-20 seniman dalam pameran bersama kali ini berasal dari Yogyakarta dan Bali sebagai kelanjutan kolaborasi serupa dari komunitas bersangkutan yang sebelumnya berlangsung di BBB Yogyakarta, 14-19 Mei 2013," kata penggagas pameran tersebut Romo Sindhunata di Denpasar, Sabtu.
Ia mengatakan, diskusi yang melibatkan para seniman, budayawan dan pencinta seni dan budaya itu membahas berbagai hal tentang tema alam benda tersebut.
Tema alam benda itu bukanlah hanya memindahkan citra objek apa adanya secara artifisial pada bidang kanvas, namun sebuah upaya menghadirkan benda berdasarkan dari hasil kajian, interaksi, dan identifikasi ulang objek.
Romo Sindhunata mengharapkan, melalui diskusi mampu menjadikan pameran kolaborasi itu tidak berhenti pada keadaan yang bersifat still, namun menjadi sesuatu yang life, selalu hidup, dan bergerak.
Pameran 'Atas Nama Benda' ini bermula dari pemikiran, bahwa pada setiap benda seringkali ada tanda, dan dalam sebuah tanda selalu terdapat makna.
Sebatang pipa rokok dalam lukisan pelukis Perancis, Renne Magrite misalnya sepintas hanyalah sekadar benda biasa yang dapat ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Namun ketika dilengkapi sebaris teks di bawah gambar dengan bunyi "ini bukan pipa", maka yang terjadi yang terjadi adalah multi interpretasi, penggugatan, penjungkirbalikan persepsi, bahkan menjadi kajian filsafat yang tak kunjung selesai untuk di bahas.
Romo Sindhunata menambahkan, dalam kesenian dikenal dengan simbol, metafor, analogi, kode, logo, ataupun tanda. Sesederhana apapun sebuah objek jika dicermati lebih seksama selalu ada jejak yang tertinggal, meskipun itu hanya rumput, daun, bunga dan kursi.
Benda yang semula dianggap biasa, dengan kajian tertentu, alih fungsi, dan apropriasi, tiba-tiba berubah menjadi benda yang berbeda, bahkan tidak jarang bersinggungan dengan sesuatu yang bersifat sensitif dan politis.
Oleh sebab itu apa jadinya jika dua lembar kain beda warna ' merah dan putih ' di satukan dengan jahitan, ujarnya.
Pameran bersama yang menampilkan belasan karya kanvas itu berlangsung selama sepekan, 30 Januari-7 Februari 2015. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015
"Ke-20 seniman dalam pameran bersama kali ini berasal dari Yogyakarta dan Bali sebagai kelanjutan kolaborasi serupa dari komunitas bersangkutan yang sebelumnya berlangsung di BBB Yogyakarta, 14-19 Mei 2013," kata penggagas pameran tersebut Romo Sindhunata di Denpasar, Sabtu.
Ia mengatakan, diskusi yang melibatkan para seniman, budayawan dan pencinta seni dan budaya itu membahas berbagai hal tentang tema alam benda tersebut.
Tema alam benda itu bukanlah hanya memindahkan citra objek apa adanya secara artifisial pada bidang kanvas, namun sebuah upaya menghadirkan benda berdasarkan dari hasil kajian, interaksi, dan identifikasi ulang objek.
Romo Sindhunata mengharapkan, melalui diskusi mampu menjadikan pameran kolaborasi itu tidak berhenti pada keadaan yang bersifat still, namun menjadi sesuatu yang life, selalu hidup, dan bergerak.
Pameran 'Atas Nama Benda' ini bermula dari pemikiran, bahwa pada setiap benda seringkali ada tanda, dan dalam sebuah tanda selalu terdapat makna.
Sebatang pipa rokok dalam lukisan pelukis Perancis, Renne Magrite misalnya sepintas hanyalah sekadar benda biasa yang dapat ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Namun ketika dilengkapi sebaris teks di bawah gambar dengan bunyi "ini bukan pipa", maka yang terjadi yang terjadi adalah multi interpretasi, penggugatan, penjungkirbalikan persepsi, bahkan menjadi kajian filsafat yang tak kunjung selesai untuk di bahas.
Romo Sindhunata menambahkan, dalam kesenian dikenal dengan simbol, metafor, analogi, kode, logo, ataupun tanda. Sesederhana apapun sebuah objek jika dicermati lebih seksama selalu ada jejak yang tertinggal, meskipun itu hanya rumput, daun, bunga dan kursi.
Benda yang semula dianggap biasa, dengan kajian tertentu, alih fungsi, dan apropriasi, tiba-tiba berubah menjadi benda yang berbeda, bahkan tidak jarang bersinggungan dengan sesuatu yang bersifat sensitif dan politis.
Oleh sebab itu apa jadinya jika dua lembar kain beda warna ' merah dan putih ' di satukan dengan jahitan, ujarnya.
Pameran bersama yang menampilkan belasan karya kanvas itu berlangsung selama sepekan, 30 Januari-7 Februari 2015. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015