Oslo (Antara Bali) - Perubahan iklim serta tingkat kepunahan hewan dan
tumbuhan yang tinggi mendorong Bumi ke zona bahaya bagi manusia menurut
laporan hasil studi ilmiah tentang pengaruh manusia pada alam yang
dipublikasikan Kamis (15/1).
Tim yang terdiri atas 18 ahli internasional, dalam laporan tentang "batasan-batasan planet" bagi keselamatan manusia, juga menyuarakan peringatan tentang pembukaan hutan dan polusi dari nitrogen dan phospor dalam pupuk.
"Saya tidak berpikir kita telah merusak planet tapi kita menciptakan dunia yang jauh lebih sulit," kata Sarah Cornell, salah satu penulis laporan dari Stockholm Resilience Centre yang memimpin proyek sebagai panduan bagi eksploitasi Bumi, kepada kantor berita Reuters.
"Empat batasan dinilai telah terlampaui, menempatkan manusia di zona bahaya," demikian pernyataan dalam hasil studi di jurnal Science, merujuk pada perubahan iklim, hilangnya spesies, perubahan penggunaan lahan dan polusi pupuk.
Dari total sembilan batasan yang dinilai, penggunaan air tawar, pengasaman lautan dan penipisan ozon dinilai masih dalam batas aman. Batasan yang lain, termasuk tingkat polusi udara, belum dinilai secara layak.
Laporan itu menetapkan perubahan iklim dan hilangnya spesies sebagai dua area yang mendapat perhatian utama. Menurut para penulis hasil studi, masing-masing "memiliki potensi sendiri untuk membawa Sistem Bumi ke satu kondisi baru apabila mereka secara substansial dan terus menerus dilanggar."
Sementara peningkatan konsentrasi karbon dioksida, gas rumah kaca utama, sekitar 397 bagian per juta di atmosfer, di atas 350 bagian per juta yang ditetapkan studi sebagai batas aman.
Studi itu menyebutkan bahwa tingkat kepunahan hewan dan tumbuhan yang disebabkan macam-macam faktor dari polusi dampai deforestasi mencapai 10 sampai 100 kali lebih tinggi dibandingkan dengan batas aman.
"Pelanggaran batas meningkatkan risiko bahwa aktivitas manusia bisa secara tidak sengaja menggerakkan Sistem Bumi ke keadaan yang kurang ramah," kata penulis utama Will Steffen dari Stockholm Resilience Centre dan Australian National University, Canberra.
Laporan itu memperluas definisi batasan planet yang ditetapkan tahun 2009 sehingga sulit digunakan untuk membandingkan tren.
Hampir 200 pemerintah akan bertemu di Paris pada akhir 2015 untuk membuat kesepakatan guna membatasi pemanasan global agar bisa mencegah banjir, kekeringan, gelombang panas dan peningkatan permukaan laut akibat peningkatan emisi gas-gas rumah kaca. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015
Tim yang terdiri atas 18 ahli internasional, dalam laporan tentang "batasan-batasan planet" bagi keselamatan manusia, juga menyuarakan peringatan tentang pembukaan hutan dan polusi dari nitrogen dan phospor dalam pupuk.
"Saya tidak berpikir kita telah merusak planet tapi kita menciptakan dunia yang jauh lebih sulit," kata Sarah Cornell, salah satu penulis laporan dari Stockholm Resilience Centre yang memimpin proyek sebagai panduan bagi eksploitasi Bumi, kepada kantor berita Reuters.
"Empat batasan dinilai telah terlampaui, menempatkan manusia di zona bahaya," demikian pernyataan dalam hasil studi di jurnal Science, merujuk pada perubahan iklim, hilangnya spesies, perubahan penggunaan lahan dan polusi pupuk.
Dari total sembilan batasan yang dinilai, penggunaan air tawar, pengasaman lautan dan penipisan ozon dinilai masih dalam batas aman. Batasan yang lain, termasuk tingkat polusi udara, belum dinilai secara layak.
Laporan itu menetapkan perubahan iklim dan hilangnya spesies sebagai dua area yang mendapat perhatian utama. Menurut para penulis hasil studi, masing-masing "memiliki potensi sendiri untuk membawa Sistem Bumi ke satu kondisi baru apabila mereka secara substansial dan terus menerus dilanggar."
Sementara peningkatan konsentrasi karbon dioksida, gas rumah kaca utama, sekitar 397 bagian per juta di atmosfer, di atas 350 bagian per juta yang ditetapkan studi sebagai batas aman.
Studi itu menyebutkan bahwa tingkat kepunahan hewan dan tumbuhan yang disebabkan macam-macam faktor dari polusi dampai deforestasi mencapai 10 sampai 100 kali lebih tinggi dibandingkan dengan batas aman.
"Pelanggaran batas meningkatkan risiko bahwa aktivitas manusia bisa secara tidak sengaja menggerakkan Sistem Bumi ke keadaan yang kurang ramah," kata penulis utama Will Steffen dari Stockholm Resilience Centre dan Australian National University, Canberra.
Laporan itu memperluas definisi batasan planet yang ditetapkan tahun 2009 sehingga sulit digunakan untuk membandingkan tren.
Hampir 200 pemerintah akan bertemu di Paris pada akhir 2015 untuk membuat kesepakatan guna membatasi pemanasan global agar bisa mencegah banjir, kekeringan, gelombang panas dan peningkatan permukaan laut akibat peningkatan emisi gas-gas rumah kaca. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015