Denpasar (Antara Bali) - Ketua Bali Coruption Watch (BCW) Bali, Ir Putu Wirata Dwikora menilai, momentum gerakan demokratisasi kurang berhasil mencapai tujuan dalam menegakkan sistem politik demokratis.
"Isu dan agenda demokrasi telah diambil alih, dikuasai dan dimanipulasi oleh kalangan elit sehingga mengakibatkan terjadinya berbagai penyelewengan," kata Ketua BCW Bali Putu Wirata Dwikora di Denpasar, Senin.
Ia menunjukkan beberapa fakta, antara lain lembaga demokrasi tetap tidak berfungsi secara benar dan parlemen tidak menjalankan fungsi perwakilannya dengan baik serta lembaga peradilan menjadi benteng perlindungan bagi politisi korup dan pelaku kejahatan HAM.
"Korupsi politik masih terus tidak tertanggulangi, bahkan makin merajalela," katanya.
Demikian pula desentralisasi telah memunculkan para bos lokal dengan memanipulasi sentimen etnis, kedaerahan serta penguasaan atas sumber daya lokal.
Pada sisi lain depolitisasi masyarakat sipil terus berlangsung ditandai oleh gejala munculnya "milieu" anti-politik yang terus meluas.
Putu Wirata Dwikora menjelaskan, kondisi demikian menyebabkan lemahnya penegakan hukum tindak pidana korupsi (Tipikor).
Hal itu terlihat dari laporan masyarakat tentang kasus korupsi ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencapai 55.000 kasus selama sepuluh tahun terakhir, namun yang berhasil ditangani hanya 1.060 kasus.
Sedangkan kasus korupsi yang ditangani pihak kepolisian dan kejaksaan sangat berbatas, penanganan berlarut-larut, bahkan ada yang macet (SP3), ujar Putu Wirata Dwikora. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
"Isu dan agenda demokrasi telah diambil alih, dikuasai dan dimanipulasi oleh kalangan elit sehingga mengakibatkan terjadinya berbagai penyelewengan," kata Ketua BCW Bali Putu Wirata Dwikora di Denpasar, Senin.
Ia menunjukkan beberapa fakta, antara lain lembaga demokrasi tetap tidak berfungsi secara benar dan parlemen tidak menjalankan fungsi perwakilannya dengan baik serta lembaga peradilan menjadi benteng perlindungan bagi politisi korup dan pelaku kejahatan HAM.
"Korupsi politik masih terus tidak tertanggulangi, bahkan makin merajalela," katanya.
Demikian pula desentralisasi telah memunculkan para bos lokal dengan memanipulasi sentimen etnis, kedaerahan serta penguasaan atas sumber daya lokal.
Pada sisi lain depolitisasi masyarakat sipil terus berlangsung ditandai oleh gejala munculnya "milieu" anti-politik yang terus meluas.
Putu Wirata Dwikora menjelaskan, kondisi demikian menyebabkan lemahnya penegakan hukum tindak pidana korupsi (Tipikor).
Hal itu terlihat dari laporan masyarakat tentang kasus korupsi ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencapai 55.000 kasus selama sepuluh tahun terakhir, namun yang berhasil ditangani hanya 1.060 kasus.
Sedangkan kasus korupsi yang ditangani pihak kepolisian dan kejaksaan sangat berbatas, penanganan berlarut-larut, bahkan ada yang macet (SP3), ujar Putu Wirata Dwikora. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014